MENYIKAPI berbagai fenomena perubahan dalam
kebudayaan Minangkabau sebenarnya tak lepas dari gejala alam yang
semestinya telah di arifi oleh masyarakatnya. Alam merupakan guru dan
sumber inspirasi yang tak pernah kering. Dari alam lah semua gagasan dan
pemikiran dilahirkan dalam menghadapi dan menyikapi komplekitas
tantangan zaman. Tinggal lagi bagaimana kita menterjemahkan tanda-tanda
alam, lalu menyarikan ke dalam konstruksi pemikiran dalam bangun
pengetahuan sebagai strategi menyikapi gejala yang menandai perubahan
tersebut.
Dalam konteks pertahanan diri dan inisiatif yang mesti dilakukan menghadapi segala tantangan yang pasti datang, peletak konsep tradisi budaya Minangkabau begitu sadar akan kenyataan yang dapat terjadi di masa depan. Menghadapi kenyataan akan perubahan yang harus dilalui, sesuatu yang tidak bisa diduga namun pasti terjadi, memerlukan warisan konseptual sebagai penuntun langkah agar tidak tersesat di perjalanan, dalam membangun harapan untuk kehidupan ke depan yang lebih baik dari sebelumnya. Kesadaran akan berbagai tantangan dan perubahan dalam menjalani kehidupan itu telah disarikan dalam ragam pepatah petitih, pantun dan mamangan adat. Maelo karajo jo usao, maelo parang jo barani, nan budi usah tajua merupakan satu mamangan adat yang berkaitan dengan bagaimana strategi untuk menghadapi tantangan zaman.
Maelo karajo jo usao, menjelaskan tentang pentingnya inisiatif. Adanya subjek yang berani memulai berbuat, agar yang lain dapat mengikuti. Sebuah konsekwensi logis dalam hidup bahwa sebuah usaha keras dalam mencapai sesuatu yang diinginkan menjadi mutlak adanya. Maelo parang jo barani sebuah perumpamaan yang lebih dimaknai pada aspek psikologis, betapa pentingnya memacu semangat dan harapan, berani menghadapi tantangan, resiko hidup atau mati, kalah maupun menang, sebagai sebuah konsekwensi yang mesti diterima dalam ‘peperangan’, peperangan dalam berbagai wujud.
Maelo karajo jo usao, maelo parang jo barani merupakan strategi mewujudkan cita-cita yang ingin diraih dalam kehidupan. Usaha dan keberanian menjadi titik berangkat dalam mencapai hasilnya. Suka bekerja keras dan mempunyai keberanian dalam menghadapi rintangan adalah pesan yang disampaikan dalam idiom ini.
Namun demikian, usaha dan keberanian saja dalam hal tidaklah cukup, keduanya harus dibarengi dengan kejujuran. Adat Minangkabau tidak hanya memandang hasil yang dapat diraih, tetapi juga memperhitungkan bagaimana cara meraihnya, proses apa yang sudah dijalani untuk mencapai sesuatu yang diinginkan menjadi nilai yang penting. Ia harus lah senantiasa ada dalam cara-cara yang tak meyalahi koridor adat, semuanya mesti dipertimbangkan jangan sampai mengorbankan harga diri, bercacat-cela dalam pandangan masyarakat. Oleh karenanya mamangan adat mengingatkan, Maelo karajo jo usaho, maelo parang jo barani,nan budi usah tajua.
Adat Minangkabau sedari awal telah menyiapkan perangkat pengetahuan agar masyarakat senantiasa siap menghadapi berbagai tantangan. Pembiasaan pola hidup yang demikian memunculkan kemandirian dan inisiatif yang tinggi bagi individu, untuk menjadi motor penggerak kemajuan bagi zamannya, tanpa harus tenggelam terbawa arus peradaban baru, karena adanya kemampuan menjaga agar budi jan tajua.
Akan tetapi, hari ini masih pentingkah menjaga budi bagi masyarakat kita? Kita cenderung pragmatis, ingin dapat banyak dengan usaha yang seminimnya. Proses sudah tidak kita pentingkan, soal cara jangan ditanya, hasil yang banyak lah yang menjadi tujuan.
Ondeh Mak…
Betapa kasarnya materialism telah membenamkan kepala kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar