OLEH
: Drs. H, Afrijon Ponggok Katik Basa Batuah
Penghulu (dalam
bahasa Minang disebut Pangulu) dan ninik mamak di Minang Kabau mempunyai
peranan yang sangat penting dan menentukan dalam kekuatan kekerabatan adat Minang
itu sendiri, tanpa penghulu dan ninik mamak suatu nagari di Minang Kabau
diibaratkan seperti kampung atau negeri yang tidak bertuan karena tidak akan
jalan tatanan adat yang dibuat, “Elok
nagari dek Pangulu sumarak nagari dek nan mudo”
Pengertian Pangulu (Penghulu)
Pangulu
berasal dari kata Pangka dan Hulu (pangkal dan hulu) Pangkal artinya tampuk
atau tangkai yang akan jadi pegangan, sedangkan hulu artinya asal atau tempat
awal keluar atau terbitnya sesuatu, maka pangulu di Minang Kabau artinya yang
memegang tampuk tangkai yang akan menjadi pengendali pengarah pengawas
pelindung terhadap anak kemenakan serta tempat
keluarnya sebuah aturan dan keputusan yang
dibutuhkan oleh masyarakat anak kemenakan yang dipimpin pangulu, “Tampuak tangkai didalam suku nan mahitam
mamutiahkan tibo dibiang kamancabiak tibo digantaiang kamamutuih”
Pengertian Ninik Mamak
Ninik
mamak adalah merupakan satu kesatuan dalam sebuah lembaga perhimpunan Pangulu
dalam suatu kanagarian di Minang Kabau yang
terdiri dari beberapa Datuk-datuk kepala suku atau pangulu suku / kaum yang
mana mereka berhimpun dalam satu kelembagaan yang disebut Kerapatan Adat Nagari
(KAN). Diantara para datuk_datuk atau ninik mamak itu dipilih salah satu untuk
menjadi ketuanya itulah yang dinamakan Ketua KAN. Orang-orang yang tergabung
dalam KAN inilah yang disebut ninik mamak, “Niniak
mamak dalam nagari pai tampek batanyo pulang tampek babarito”
Pengertian Datuak (Datuk)
Datuak
(Datuk) adalah gelar pusako adat dalam suatu suku atau kaum yang diberikan
kepada seseorang dalam suku atau kaum itu sendiri dengan dipilih atau
ditunjuk dan diangkat oleh anak
kemenakan suatu suku atau kaum yang bersangkutan melalui upacara adat dengan
syarat-sayarat tertentu menurut adat Minang.
Seorang
Datuak dia adalah pangulu dalam suku atau kaumnya dan sekaligus menjadi ninik
mamak dalam nagarinya, dengan pengertian yang lebih rinci lagi : Datuak
gelarnya, Pangulu Jabatannya dan Ninik mamak lembaganya dalam nagari.
Sebagai
Datauak dia harus menjaga martabatnya karena gelar datuak yang disandangnya adalah
gelar kebesaran pusaka adat dalam suku atau kaumnya, banyak pantangan dan larangan
yang tidak boleh dilanggar oleh seseorang yang bergelar datuak dan tidak sedikit pula sifat-sifat positif
yang wajib dimilikinya.
Sebagai
Pangulu dia harus tau tugas dan tanggung jawabnya terhadap saudara dan
kemenakannya dalam membina, mengayomi, melindungi dan mengatur pemanfaatan
harta pusaka tinggi dan tanah ulayat untuk kemakmuran saudara dan kemenakannya,
namun dia juag harus tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai
kepala keluarga di rumah tangganya terhadap anak dan istrinya, “Anak dipangku jo pancarian, kamanakan
dibimbiang jo pusako”
Sebagai
anggota ninik mamak dia adalah
perwakilan dari suku atau kaumnya layaknya seperti anggota DPRD (dalam istilah
MInang disebut Andiko) dalam
pemerintahan nagari yang mewakili konstituennya untuk menyampaikan dan
memperjuangakan aspirasi kaum yang dipimpinnya serta untuk membantu
menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul pada anak kemenakannya dalam
nagari, “Andiko didalam kampuang kusuak
nan kamanyalasai karuah nan kamampajaniah”
Berbagai
permasalahan anak kemenakan yang berhubungan dengan hidup bernagari dan
berkorong kampung dibahas oleh ninik mamak dari berbagai pengulu kepala suku
atau atau datuk – datuk kaum bersama alim ulama cerdik pandai serta
pemerintahan nagari di Balai Adat yang disebut balerong dalam Kerapatan Adat
Nagari (KAN), “Balerong ditanah Minang
tampek duduk nak samo randah, tampek tagak nak samo tinggi, tampek duduak
bajalan baiyo, tampek tagak bakato bamolah, tampek manjari bana nan saukua nak
tibo kato dimufakat, tampek mahukum nak samo adia, tampek mambagi nak samo
banyak”
Hasil
musyawarah mufakat inilah yang dijadikan pedoman dalam menata kehidupan
bermasyarakat di dalam suatu kenagarian dan disinilah dirumuskan Adat nan
diadatkan beserta Adat Istiadat yang disesuaikan dengan kebutuhan situasi
kondisi serta perkembangan masyarakat dan kemajuan zaman yang tentunya tetap
mengacu kepada landasan Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah.
Dalam
melaksanakan tugasnya Pangulu dipanggil dengan sebutan “Urang nan gadang basa batuah” dia gadang pada kaumnya dia basa
pada sukunya dan dia batuah dalam nagari, gadang dalam kaumnya artinya seorang
pengulu dia dibesarkan atau dituakan selangkah dalam kaumnya, dan basa pada
sukunya artinya dia menjadi panutan, pemimpin pengatur dalam sukunya, sedangkan
batuah dalam nagari artinya seorang pangulu karena dia ninik mamak maka apa-apa
yang dikatakan dan diperbuatnya juga menjadi acuan sehingga dia disegani dan
dihormati dalam nagari.
Seorang
pangulu adalah pucuk pimpinan dalam kaumnya pada suatu unit pemerintahan dalam
nagari, pangulu dibantu oleh tiga unsur perangkat adat yaitu :
1.
Malin
yang membidangi persoalan agama
2.
Manti
sebagai pelaksana kebijakan
3.
Dubalang
ysng brtsnggung jswab terhadap keamanan
Inilah
yang disebut urang nan ampek jinih yaitu Pangulu, Malin, Manti dan Dubalang.
Memilih dan mengukuhkan seorang Pangulu
atau datuak.
Seorang
Datuaul atau pangulu dipilih dan dinobatkan apabila terjadi beberapa hal dalam
suatu suku atau kaum :
1.
Apa
bila Datuk atau Pangulu yang terdahulu tealah meninggal dunia (Patah tumbuah hulang baganti)
2.
Apa
bila Datauk atau Pangulu yang saat ini sedang menyandang gelar datuak telah
berusia lanjut atau dalam keadaan sakit berat dan tidak mungkin atau sanggup
lagi untuk menjalankan tugas-tugasnya sebagai Datauak atau Pangulu. (Hilang dicari lapuak diganti)
3.
Apa
bila Datauak yang sedang menyandang gelar Datuak atau Pangulu saai ini mengundurkan
diri minta diganti, (Malatak-an gala)
4.
Apa
bila terjadi pelanggaran moral, adat dan agama serta hukum yang berlaku lainnya
oleg orang yang menyandang gelar Datuak atau Pangulu saat ini dan anak kemenakan
sepakat untuk menggantinya, (Mambuek
cabuah jo sumbang salah)
5.
Kalau
ada Datauk atau pangulu yang sudah lama tidak di angkat karena sesuatu hal dan
saat ini sudah memnuhi syarat untuk dianggkat (Mambangkik Batang Tarandam)
Dalam
tatanan adat Minang Kabau ada 2 cara memilih seorang pangulu atau datuak :
1.
Menurut
adat Suku Bodi Chaniago dan pecahannya (banyak lagi nama suku suku yang lain
pecahan dari suku asal Bodi dan Chaniago ata Koto Piliang) seorang pangulu atau
datuak dipilih secara musyawarah mufakat oleh anak kemenakan suku tersebut
berdasarkan syarat-syarat tertentu dengan mempertimbangkan mungkin dan patut,
dalam istilah adat disebut “Hilang
dicari lapuak diganti, duduak samo randah tagak samo tinggi, duduak saamparan
tagak sapamatang”
2.
Menurut
adat suku Koto Piliang dan pecahannya seorang pangulu atau datauak dipilih
berdasarkan keturunan dan pergiliran gelar pengulu tersebut dalam suku atau
kaum itu berdasarkan syarat-syarat tertentu dengan mempertimbangkan mungkin dan
patut, dalam istilah adat disebut “ramo
ramo sikumbang jati katik endah pulang bakudo, patah tumbuah hilang baganti
pusako lakek kanan mudo”, rueh tumbuah dimato.
Syarat-syarat seseorang dipilih menjadi
seorang pangulu atau datuak :
1.
Memenuhi
4 sifat nabi Sidik, Tablihk, Amanah, dan Fthanah
2.
Loyalitas
yang tinggi terhadap kaum, suku, anak kemenakan dan nagari
3.
Berilmu
pengetahuan tentang adat dan agama dll
4.
Adil
dalam memimpin anak kemenakan dan keluarga
5.
Berani
dalam menegakkan kebenaran dan mencegah kebathilan
6.
Taat
menjalankan ajaran agama dan adat
7.
Tidak
cacat moral dimata masyarakat dalam nagari
8. Mungkin dan patut, ini yang paling
dipertimbangkan, karena ada orang yang mungkin tapi tidak patut, dan ada yang
patut tapi tidak mungkin, contohnya adalah ada orang yang memenuhi
syarat-syarat diatas tetapi di hidup di rantau yang jauh, di mungkin menjadi
pangulu tetapi tidak patut karena dia jauh dirantau sedangkan dia akan
mengayomi dan mengurus anak kemenakannya dikampung, atau ada yang tinggal
dikampung namun tidak memenuhi syarat jadi pangulu, dia patut jadi pangulu tapi
tidak mungkin karena kurang persyaratan, yang masuk menurut logika, “batamu mungkin jo patuik sasuai ukua jo
jangko takanak barih jo balabeh lah tibo wakatu jo musimnyo disitu alek dibuek”
Pengukuhan dan penobatan pangulu
Setelah
pangulu dipilih dengan musyawarah mufakat melalui demokrasi moril secara adat
antara anak kemenakan dalam suatu suku atau kaum maka segenap anak kemenakan
atau kaum tersebut mempersiapkan acar pengukuhan pada sebuah upacara adat
perjamuan Baralek gadang dalam nagari dan ini disebut “malewakan kanan rami, bia basuluah mato hari bagalanggang mato rang
banyak”.
Dalam
perjamuan baralek gadang pengukuhan seorang pangulu terdapat beberapa
symbol-simbol adat diantaranya adalah :
1. Mambantai Kabau, “Kabau didabiah tanduak dibanam darah dikacau dagiang dilapah”
(menyembelih kerbau, kerbau disembelih, tanduk ditanam, darah dikacau daging
dimakan) pengertian menyembelih kerbau adalah membunuk sifat-sifat kebinatangan
yang ada dalam diri seoerang pangulu, tanduk ditanam artinya membuang
sifat-sifat hewani yang cendrung melukai dan membinasakan dari jiwa seorang
pangulu pemimpin adat, sedangkan pengertian darah dikacau adalah mendinginkan
darah yang panas dalam hati seorang pemimpin, karean seorang pangulu harus
bejiwa teduh mengayomi dia harus tau kalau dia adalah pemimpin tidak boleh berhati
dan berdarah panas dalam menghadapi orang yang dipimpinnya, dan dan pengertian
daging dilapah adalah bahwa seorang ninik mamak dia adalah tempat mengadu anak
kemenakannya dikala susah dan kelaparan, harta pusaka tinggi dan ulayat yang
diaturnya adalah untuk kemakmuran anak kemenakannya, “Kok pangulu lai dinan bana bumi sanang padi manjadi taranak bakambang
biak anak kamanakan basanang hati urang kampuang sato manyukoi”
2.
Marawa
dipancangkan (mengibarkan umbul-umbul) dimedan perhelatan. Marawa 3 warna :
kuning, merah dan hitam berdiri kokoh menjulang tinggi keudara namun ujungnya
menjulai tunduk kebawah dengan pengertian :
1.
Warna
kuning melambangkan kekuasaan seorang pangulu (mahukum adia bakato bana)
2.
Warna
merah melambangkan keberanian (barani karano bana, takuaik karano salah)
3.
Warna
hitam melambangkan kesabaran dan ketabahan seorang pangulu dalam mengahadapi
anak kemenakannya.
4.
Berdiri
kokoh menjulang tinggi artinya seorang pangulu harus mempunyai wibawa dan
kharismatik ditengah-tengah kaum dan masyarakat
dalam nagari.
5.
Ujung
marawa menjulai tunduk kebawah
melambangkan walau pangulu orang yang ditinggikan seranting dan didahulukan
selangkah namun dia tetap harus melihat kebawah memperhatikan dan mengayomi
orang yang dipimpinnya dengan rendah hati memakai ilmu padi semakin berisi
semakin tunduk.
3.
Malatuihan
badia sadantam (meletuskan bedil sedantam) nan gaganyo karonggo bimi dantangnyo
sampai kalangik (gegrnya kerongga bumi gaumnya sampai ke langit) itulah ikrar
seorang pengulu kepada manusia dan janjinya kepada Allah sebagai sumpah jabatan
yang mesti dipertanggung jawabkan.
Kedaulatan seorang Datuak atau Pangulu
Kedaulatan
seorang Datuak atau Pangulu di Minang Kabau tidak lebih seperti powernya
seorang ketua sebuah oprganisasi dia ada karena dipilih dan diangakat oleh
kaumnya “nan diamba gadang dianjuang tinggi”
gadangnyo karano diamba tinggunyo karano dianjuang, apa bila anak
kemenakan meninggikan dia maka tinggilah dia, tinggi dimata anak kemenakan dan
tinggi dimata urang nagari tapi kalau anak kemenakan sudah tidak menghormatinya
lagi maka dengan sendirinya hilang pulalah kehormatan seorang datauak atau
pangulu.
Pemberhentian
seorang Datauak atau pangulu tidaklah harus menunggu satu priode masa jabatan
karena tidak ada batasan masa jabatan seorang Pangulu atau datuak di Ranah
Minang, kalau seorang datuak atau pangulu telah berbuat sumbang salah menurut
adat dan agama maka gelar datauak atau pengulunya sudah bisa dilucuti atau
diberhentikan jadi datauak atau pangulu dan menggantinya dengan yang lain “Kalau punco mararak ulu kalau pasak
mambaok guyah kalau tungkek mambaok rabah mohon datuak baganjua suruik banyak nan
lain kapangganti”
Batasan
antara Datauk atau Pangulu dengan anak kemenakan yang dipimpinnya hanyalah
sebatas kejujuran dalam mungkin dan patuik, oleh sebab itu maka seorang pangulu
haruslah adil dan bijak sana dalam memimpin anak kemenakannya, “Jikoklah tagak dinan cupiang manampuah
jalan baliku, bakato indak dinan bana, mahukum indak dinan adia mambagi bak
kato surang disinan baju balipeknyo mamak diganti jonan lain”.
Kekuasaan
Ninik mamak dalam adat Minang kabau hanyalah “tinggi sarantiang jumbo-jomboan sarangguik runtuah badaram,
didahulukan cuman salangkah bajarak tungkai-tungkaian sahambua lompeklah tibo
sadatiak wakatu nampak satitiak salah basuo baitu ukua jo jangko di dalam alam
Minang Kabau”.
Namun demikian
ditangan pangulu berhimpun kekuasaan yang besar dalam menjalankan tugas
membimbing dan mengatur anak kemenakannya, ninik mamak mampunyai fungsi
Eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan, fungsi Legislatif sebagai pembuat aturan
dan funsi yudikatif sebagai pengambik keadilan, funsi ini dilakukan oleh ninik
mamak yang disebut “uarang nan ampek jinih” (pangulu, malin, manti dan
dubalang) yang mana pangulu sebagai koordinatornya.
Itulah
sebabnya Pangulu dan urang nan ampek jinih disebut “Bak kayu gadang ditangah koto ureknyo tampek baselo batangnyo tampek
basanda dahannyo tampek bagantuang daun rimbunnyo tampek bataduah, tampek
bahimpun hambo rakyat, pai tampek batanyo pulang tampek babarito, sasek nan
kamanyapo tadorong nan kamanyintak, tibo dikusuik kamanyalasai tibo dikaruah
mampajaniah, mahukum adia bakato bana”
Pangulu dan
ninik mamak adalah Ulil amri yang wajib ditaati dan dipatuhi karena dia adalah
pemimpin yang dipilih oleh anak kemenakannya sendiri “Tutua sakapa digunuangkan
kakok satitiak dilauikkan” dia dimulyakan dihormati dan dijaga martabatnya oleh
anak kemenakannya karena Pangulu di Minang Kabau adalah lambang kebesaran suatu
suku atau kaum yang wajib dijaga dan dimulyakan.
Namun
Pangulu dan ninik mamak bukanlah seperti raja-raja yang harus disembah dan
dipuja setinggi langit dan dia tidak boleh dikultuskan seperti dewa-dewa bangsa
lain, di Minang Kabau tidak ada istilah bangsawan walaupun dia seoerang datuk
apalagi hanya keturunan datuk, di Minang Kabau semua derajat manusia sama tidak
ada bedanya, pemimpin adat hanyalah ditinggikan seranting didahulukan selangkah
dan dituakan dalam kaum.
Dalam
Pakaian Pangulu mulai dari Salauk (Tutup kepala) baju, salempang, celana,
keris, ikat pinggang dan sandal semuanya mempunyai arti dan makna yang sangat
luas untuk dipahami oleh seorang yang bergelar Datuak atau pengulu.
Tatanan
masyarakat Mianag kabau memakai palsapaf “Kamanakan barajo ka mamak, mamak
barajo kapangulu, pangulu barajo kamufakat, mufakat barajo kanan bana, bana
badiri sandirinyo, itulah inyo hokum Allah”.
Terima
kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar