Kamis, 23 Oktober 2014

Khasiat yang terkandung dalam minuman SEKOTENG NYIAKKAYO.


Manfaat Jahe sebagai bahan utama Bagi Kesehatan Tubuh
  • Mengunyah sepotong kecil jahe bisa membantu meningkatkan nafsu makan Anda.
  • Sistem pencernaan Anda membutuhkan banyak cairan agar dapat bekerja dengan baik. Sementara mengonsumsi jahe dapat meningkatkan cairan tersebut.
  • Mengonsumsi jahe membantu menyerap nutrisi penting dalam tubuh sehingga tubuh Anda selalu sehat dan bugar.
  • Sering merasa mual dan kram di perut? Kunyahlah beberapa jahe segar.
  • Jika Anda sering merasa sakit di persendian, mengoleskan minyak jahe dapat menghangatkan area yang sakit.
  • Minum teh jahe sangat bagus untuk melegakan tenggorokan dan hidung tersumbat.
  • Jahe juga memiliki sifat afrosidiak sehingga dapat meningkatkan kehidupan seksual Anda.
Daripada mengonsumsi obat-obatan kimia untuk menjaga kesehatan tubuh, cobalah untuk mengonsumsi tanaman herbal seperti jahe dan dapatkan manfaat kesehatan di atas!

Manfaat Bumbu Pertama Bagi Kesehatan Tubuh
1. Vitiligo
Bumbu pertama telah digunakan di Ayurvedic selama bertahun-tahun untuk mengobati kondisi vitiligo. Penyakit ini adalah penyakit kehilangan melanin sehingga pigmen kulit memudar dan muncul bercak putih dalam bentuk yang tidak teratur yang semakin lama ukurannya dapat membesar. Bumbu pertama digunakan dalam minyak Ayurvedic dan salep sebagai aplikator eksternal untuk mendorong peningkatan produksi melanin. Hal ini juga digunakan dalam Allopathy yaitu pasta yang mengandung lada hitam untuk melindungi dari sinar matahari.

2. Lambung  
Bumbu pertama ini mengandung piperin yang dapat meningkatkan sekresi asam klorida dalam lambung sehingga membuat proses pencernaan menjadi lancar. Bumbu pertama ini juga dapat membantu mengurangi kadar gas dalam lambung penyebab perut kembung. Selain itu juga dapat menghilangkan racun dalam tubuh lewat keringat yang keluar.

3. Disebabkan Bakteri

Kandungan vitamin C pada Bumbu pertama dapat mengobati batuk, pilek dan sinusitis. Selain itu juga bersifat anti bakteri yang membantu mengobati sembelit dan diare. Ketika Bumbu pertama  dengan campuran air dan minyak maka dapat digunakan untuk mengobati gigitan serangga. Bumbu pertama  yang digigit langsung dapat membantu mengurangi rasa sakit pada gigi.

3. Penangkal Radikal Bebas

Antioksidan yang ada pada Bumbu pertama  dapat menangkal radikal bebas dan meminimalkan kerusakan pada kulit. Bumbu pertama  juga dapat membantu pengobatan kanker terutama kanker kulit.

4. Pemecah Lemak
Bumbu pertama dapat membantu memecah sel-sel lemak lebih cepat dan membantu menurunkan berat badan. Selain itu juga dapat meningkatkan metabolisme tubuh sehingga proses penurunan berat badan bisa dilakukan dengan mudah. Bumbu pertama  dapat menyebabkan seseorang berkeringat dan buang air kecil, hal tersebut untuk membantu menghilangkan racun dan juga membantu membersihkan arteri untuk membersihkan darah dari racun.

5. Mengurangi Depresi

Piperin dalam Bumbu pertama dapat bertindak langsung menuju sistem saraf pusat, sehingga bersifat sebagai ainti depresan. 

Manfaat Bumbu Kedua Bagi Kesehatan Tubuh
Untuk menyembuhkan sakit perut, batuk, dan sebagai penguat tubuh setelah melahirkan.
Bumbu kedua dapat mengatasi kembung, kejang perut, sakit perut, masuk angin, bau mulut (air rebusan bahan-bahan, diminum), muntah-muntah, radang lambung (maag), batuk, influenza, demam, rematik, asam urat, dan pegal linu, dan hernia serta mencegah keropos tulang .


Manfaat Bumbu Ketiga Bagi Kesehatan Tubuh
 
1. Mengobati sakit gigi
Untuk mengobati sakit gigi, bagian yang digunakan adalah Bumbu ketiga. Adapun cara untuk membuat ramuan obat sakit gigi yaitu 5 sampai 10 butir bunga Bumbu ketiga disangrai lalu ditumbuk hingga halus. Selanjutnya menjadi bubuk , Anda bisa taburkan pada bagian gigi yang terasa sakit.

2. Mengobati batuk
Selain bisa menghilangkan bau mulut, mengunyah Bumbu ketiga juga bisa menyembuhkan batuk. Mungkin rasanya sedikit getir dan ada pahitnya, namun kandungan kimia yang ada dalam Bumbu ketiga merupakan ekspektoran alami yang bisa mengencerkan dahak.

3. Menghilangkan rasa mual
Untuk mengobati mual, Anda bisa mengonsumsi segelas air rebusan Bumbu ketiga. Jika tidak menyukai rasanya, Anda juga bisa menambahkan madu

4. Mencegah Inflamasi (Radang)
Minyak Bumbu ketiga mengandung flavanoid. Hal ini tentulah sangat baik karena memiliki sifat anti inflamasi dan juga bisa bermanfaat untuk pasien rematik. Selain itu, Bumbu ketiga juga bisa digunakan sebagai ekspektoran untuk mengobati berbagai kondisi minor saluran pernapasan.

5. Antibakteri dan jamur 
Bumbu ketiga bisa menjadi cara yang alami untuk melawan bakteri yang membahayakan perut, dan juga untuk melawan kuman pada mulut. Tidak hanya itu, kandungan eugenol yang ada pada Bumbu ketiga telah terbukti memiliki kandungan anti jamur, serta efektif untuk melawan penyakit kulit yang disebabkan oleh cacing cincin.

6. Baik untuk kesehatan jantung
Kandungan eugenol pada Bumbu ketiga juga berfungsi untuk mencegah pembekuan pada darah serta mencegah stroke.

7. Meningkatkan sistem imun
 Bumbu ketiga juga dipercaya bisa membantu meningkatkan sistem imun dan juga melawan seluruh penyakit mulai dari yang ringan sampai penyakit yang mematikan..

Manfaat Bumbu Keempat Bagi Kesehatan Tubuh
Bumbu Keempa mengandung serat, protein, dan karbohidrat yang bermanfaat bagi tubuh. Bumbu Keempa juga bermanfaat dalam mencegah dan melawan berbagai penyakit.

1. Mencegah dan melawan penyakit diabetes
Salah satu Bumbu Keempa yang paling banyak dikenal adalah kemampuannya dalam melawan penyakit diabetes. Dalam satu studi yang dipublikasikan dalam Journal of Diabetic Medicine, peneliti membagi orang dewasa yang mengalami diabetes tipe 2 menjadi dua kelompok. Mereka yang mengonsumsi Bumbu Keempa sehari-hari diketahui mengalami penurunan kadar gula dalam darah dan lemak tubuh secara keseluruhan dibandingkan dengan mereka yang tidak mengonsumsi Bumbu Keempa secara rutin. Penelitian lain di tahun 2003 melibatkan 60 orang di Pakistan menemukan bahwa mereka yang mengonsumsi 1 gram Bumbu Keempa setiap hari selama 40 hari secara signifikan mengalami penurunan kadar gula darah.

2. Menjaga kesehatan jantung
Bumbu Keempa diketahui dapat menurunkan kadar kolesterol. Komponen yang ada dalam Bumbu Keempa dapat mengurangi jumlah kolesterol buruk dan trigliserida dalam tubuh, serta dapat meningkatkan kesehatan kardiovaskular dan tubuh secara keseluruhan. Bumbu Keempa  dan rempah-rempah lainnya bahkan telah diketahui dapat melawan penyakit jantung.

3. Sebagai anti-kanker
Bumbu Keempa dapat berperan sebagai anti-inflamasi dan bisa dimanfaatkan sebagai anti-kanker. Sejumlah penelitian telah menunjukkan tentang efek Bumbu Keempa sebagai anti-kanker, salah satunya adalah penelitian dari Gwangju Institute of Science and Technology yang menemukan bahwa Bumbu Keempa dapat menyebabkan kematian sel kanker.

4. Mengurangi rasa nyeri akibat penyakit artritis
Bumbu Keempat juga memberikan manfaat pada orang yang menderita artritis. Penelitian telah menunjukkan bahwa sitokin, yang memicu rasa sakit di bagian tubuh akibat artritis dapat dikurangi. Sehingga rasa sakit yang tak tertahankan dapat diatasi dan lebih mudah dikontrol.

5. Mengatasi nyeri haid
Pada wanita, asupan rutin Bumbu Keempat juga dapat diandalkan untuk mengatasi nyeri haid. Bahkan senyawa cinnamaldehyde pada Bumbu Keempat dapat mengatasi hal-hal yang berhubungan dengan ketidaksuburan atau infertilitas.

6. Menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur
Bumbu Keempat telah terbukti dapat menghentikan pertumbuhan bakteri dan jamur, serta melumpuhkan bakteri E.coli O157:H7, salah satu spesies bakteri yang paling ganas saat ini, tentunya Bumbu Keempat memiliki efek antimikroba pada bakteri lainnya yang berhubungan dengan makanan seperti Salmonella dan Campylobackter,”, ujar Profesor Daniel Fung, seorang ahli dalam ilmu makanan di Kansas State University.

7. Menyehatkan sistem pencernaan
Bumbu Keempat mengandung serat yang tinggi, sehingga bagus untuk kesehatan pencernaan. Serat dapat membantu mencegah sembelit dan memperlancar buang air besar.
 mengandung serat, protein, dan karbohidrat yang bermanfaat bagi tubuh. Bumbu Keempat juga bermanfaat dalam mencegah dan melawan berbagai penyakit.


Manfaat Bumbu Kelima Bagi Kesehatan Tubuh
Manfaat Si Cantik Pekak Atau Bunga Lawang. PEKAK atau kembang lawang atau star anise memang masih kalah popular dengan bumbu lainnya pada masakan di Indonesia. Padahal pekak terbilang popular di China, Thailand, dan Vietnam. Lawang dikenal dengan nama Illicium Verum merupakan kembang berwarana cokelat gelap yg terdiri atas delapan sisi dengan rasa manis. Selain sebagai bumbu, kembang lawang juga memiliki kegunaan bagi kesehtan, berikut beberapa di antaranya: a. Dalam pengobatan tradisional China, kembang lawang biasa diresepkan sebagai obat buat mengatasi masalah pencernaan, meningkatkan kesehatan organ reproduksi perempuan serta membantu ibu menyusui buat meningkatkan suplai ASI. b. Sifat antibakteri dan antijamur yg dimiliki kembang lawang berguna dlm pengobatan asma, bronchitis, dan batuk kering. Untuk itu, tak mengherankan banyak produk obat batuk yg menggunakan tanaman ini sebagai salah satu bahannya. c. Aroma kembang lawang yg menenangkan dapat membuat tidur lebih baik dan nyenyak. d. Minyak kembang lawang berguna mengatasi rematik dan nyeri punggung bagian bawah.e. Tanaman ini juga isa digunakan sebagai penyegar napas alami. f. Shikimic asam, salah satu senyawa dlm kembang lawang digunakan sebagai obat buat menyembuhkan influenza atau virus flu. g. Sementara itu, linalool, senyawa lainnya pada kembang lawang mengandung sifat antioksidan sehingga sangat baik buat kesehatan tubuh secara keseluruhan.


Manfaat Bumbu Keenam Bagi Kesehatan Tubuh
Adas juga bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai penyakit antara lain sebagia berikut:
  • Sakit perut, Kembung, Mual, Muntah, dan diare.
  • Sakit Kuning dan sakit yang beranjak menjadi penyaki lever atau hati.
  • Menambah nafsu makan dan meningkatkan pengihatan.
  • Mengatasi batuk berdahak dan sesak nafas (asma).
  • Melacarkan Asih.
  • Meluruhkan protein berlebih didalam saluran seni.Susah tidur atau insomnia.
  • Pembengkakan saluran seperma, penimbunan cairan di kantung buah zakar, dan hernia
  • Mengurangi rasa sakit akibat kencing batu.
  • Menghilangkan rematik, batuk, rasa haus yang berlebih.
  • Menghilangkan kercunan tumbuhan atau jamur.

Manfaat Bumbu Ketujuh Bagi Kesehatan Tubuh
Manfaat dan Khasiat Pulosari:
o   Mengobati penyakit sariawan, batuk, dan rasa mulas pada perut yang sakit.
o   Merangsang nafsu makan terutama bagi balita dan menghilangkan demam anak-anak.
o   Mengurangi penyakit keputihan dan melancarkan haid.

Itulah yang terkandung dalam minuman SEKOTENG nyiakkayo



Jangan abaikan KESEHATAN TUBUH ANDA .... MENCEGAK LEBIH BAIK DARI PADA MENGOBATI



Selasa, 21 Oktober 2014

Tambo dan Silsilah Adat Minangkabau

Masuaknyo Aditiawarman Ka Minangkabau Lah sampai sampan panyonsong, kapincalang nan lah tibo, ditangah lauik pantai Minang, mambari alamat nak barundiang, didalam pelang nan datang tu. Mamandang tandi jo isyarat, tibo parentah atasannyo, pincalang supayo dilabuahkan. Dalam kutiko itu juo, dek anak pelang nan balayia, diambak untuak surang-surang, dikakok karajo masiang-masiang, sauah jatuah pelang baranti, alah balabuah dilautan.
Dek nangkodoh urang dipelang, pelang baranti izinnyo bari, urang disampan disilahkan, naiak kapelang nan balabuah. Izin dapek utusan naiak, datangnyo jo sopan santun, sarato taratik mujilihnyo, caro adat jo limbago, manyampaikan kato buah rundiang, dari rang gadang dinagari, kato sambutan untuak halek, sabagai tamu jolong tibo, itu nan rundiang disampaikan. Nan jadi sari buah rundiang, ujuik tujuan buah andai, iyolah mukasuik handak balayia, manuju katanah Jawa, manjalang daerah Singosari, handak manyapaikan buah rundiang, dari Parpatiah nan Sabatang, sarato Datuak Katumangguangan, kapado angkatan Seriwijaya, tujuan rundiang kanan baiak. Tapi dek mujua pado kami, tibo angkatan kamariko, sangajo kami nak kamanuruik, kinilah datang sandirinyo, jatuah tak rago bakaik, tibo tak rago dijapuik, alangkah mujua pado kami, syukur katuhan diucapkan, puji kapado Allah juo. Kini nan pintak dari kami, sabab alah tibo disiko, pelang balabuah lah katapi, kakualo banda teleng, taluak labuhan tanah Minang, didarek rundiang dilansuangkan. Mandanga rundiang nan bak kian, heran tapikia kasamonyo, pamimpin angkatan nan mandating, sulik batinggang dalam hati, lalu mupakat maso itu, ditangguahkan manjawab rundiang, kapado utusan Minangkabau. Dek manuruik adat jo limbago, didalam alam Minangkabau, barimbo kajanji, nan balauik kapikia, sapakat pulo manantikan, iyo baitu nan bapakai, nak nyato rantak sadagam, sahayun lenggang salembai.
Dalam barundiang bamupakat, lah pasai batuka pikia, payah mandapek kabulatan, sababnyo mangko damikian, asiang agak lain nan tibo, batuka tujuan jo nan tumbuah.
Tasabuik pimpinan dalam pelang, sulik mancari kaputusan, paham lah payah basatunyo, dipulangkan rundiang hanyo lai, kapado Aditiawarman, apo kaputusan ditarimo.
Sasudah Aditiawarman manarimo panyarahan, dari sagalo paminpin bawahannyo, mako dipikiakannyo baiak-baiak, ditimbang bana elok-elok, baiak mularat jo mampa’atnyo, tantangan nan kaadaan nan tumbuahko. Dek pandapek Aditiawarman, kalau tidak amuah barundiang, tidak manaruah sopan santun, budi baiak tidak dipakai, bukan sifat kamanusiaan, tampat bajalan tak batuo, balayia tidak banangkodoh, nyato balayia samo gadang, tidak urang takuik tantang itu. Kalau lai rundiang ditarimo, saukua paham dijadikan, sakato rundiang dinan elok, tidak jadi darah tatumpah, tapi tujuan lai tacapai,itu nan labiah elok bana, kasawah tak rago baluluak, mandapek tak rago bajariah, alangkah mujua ratak tangan. Pikia habih timbangan sudah, ujuik lah sudah kapahamnyo, lalu parentah diturunkan, kapado paminpin bawahannyo, sagalo kappa angkatantu disuruah balabuah kasamonyo, katapi ombak nan badabua, dipasisia alam Minangkabau, sacaro damai sopan santun.
annyo, sarato tantara nan banyaktu, parentah samo dituruik, nan titah samo dijunjuang, patuah kapucuak pimpinannyo. Tasabuik pelang urang nan datang, alah marapek kasamonyo, katapi pasisia Minangkabau, tibo katampat malabuahkan, sauah dibongka hanyo lai, pelang batambek maso itu. Salasai pelang balabuah, turunlah pimpinan rang baru datang, diiriangkan tantara jo barisannyo, dinanti utusan Minangkabau, dengan taratik mujilihnyo, manuruik adat jo limbago, sacaro haromat sopan santun, manuruik adat rajo-rajo. Namun dek mudo urang Minang, urang pandai baminyak aia, dipaelok paluik rabuak, diparancak bungkuih garam, bapakai gurindam Baruih, baagak bagiah bana.
Baitu pulo sabaliaknyo, lorong tantara urang nan datang, turun nan tidak bagai diagak, nan bak tujuan nan dahulu, mulo batulak dari Jawa, hanyo sinjato ditakuakan, padangnyo tatap dalam saruang, tandonyo tibo dengan elok, datang nan caro padamaian, mairiangkan pucuak pimpinan.
Lah sampai kasamonyo kadaratan, lah duduak dib alai-balai, tampat manyambuik halek tibo, bakeh mananti tamu datang, diunjuakan siriah dicarano, disambahkan rundiang baiak-baiak, mamintak supayo baistirahat, agak sahari duo hari, samantaro kami batenggang, manjapuik Datuak Parpatiah nan Sabatang, jo Datuak Katumangguangan, sabab baliau balun datang, dinan tumbuah caro iko.
Mungkin nan agak baliau, kamiko alah lah balayia, manuju kapulau Jawa, masuak daerah Singosari.
Mandanga parnyataan nan baitu, musyawaratlah Aditiawarman, jo nan patuik dibao baiyo, baru dijawab kato nantun, sakato samonyo manantikan, siang didarek malam dipelang, rundiang disitu talataknyo. Namun dek utusan tanah Minang, lalulah pulang maso itu, manghadap Parpatiah nan Sabatang, lalu dicurai dipapakan, bahaso tamu nan katibo, Aditiawarman nan lah datang, kini dipantai tapi lauik, dipasisia alam Minangkabau, pelang disitu balabuahnyo, cukuik jo alat paparangan. Sagalo titah lah kami jujuang, namun parentah dari Datuak, lah jalankan kasamonyo, caro haromat sopan santun, manuruik adat rajo-rajo. Namun dek urang nan mandatang, sarato pucuak pamimpinnyo, elok nan datang rancak pananti, lai dalam hubungan baiak, tacapai rukun jo damai, kami batangguah minta nanti, samantaro mambari tahu, sadang kapado tuan Datuak, kadalam Alam Minangkabau.
Kiniko bari kami titah, titah kadim kakami jujuang, atauko kok lai tuan Datuak, nan kanyonsong kapasisia, buliah kami mairiangkan, mandanga rundiang dari utusan, sudah maklum dalam hati, tidak mungkia nan ramalan, tapek khayalan tasuonyo, buah pikia batamu bana. Dek Datuak Parpatiah nan Sabatang, lalu dibao kato nantun, kapado Datuak Katumangguangan sarato Cati Bilangpandai, dicari paham nan saukua, ba’apo caro nan ka baiak, tujuan mukasuik nak nyo sampai, nak jan tahambek tabalintang, buliah tabujuah lalu sajo. Musyawaratlah baliau nan batigo, mancari bulek nak sagolek, supayo paham jan batupang, nak satu lahia jo batin, jan cacek maro malintang, ujuik tujuan nak tacapai, tuah sakato mangko kuek, situ bana biaso tibonyo. Sasudah supakat niniak nan batigo, alah digeleng bulek-bulek, alah ditapiak picak-picak, lah buliah kato nan sasuai, dapek kato kabulatan.
Supakat niniak nan batigo, tidak baliau kamanuruik, manjalang katapi pasia, pai manyambuik tamu nantun, cukuik utusan manyampaikan, biaso juo nan baitu. Dek Datuak Parpatiah nan Sabatang, disuruahlah utusan nantun, pai babaliak kapasisia, manyampaikan rundiang nan dahulu, maminang Aditiawarman, sungguah barundiang ditapi pantai, dek sangajo kamanjalang ka Singosari, lah bak ibarat disitu juo, rundiang disiko disampaikan. Salain dari pado itu, walaupun rundiang alah bajawab, ataupun gayuang balun basambuik, dipasilahkan sakali tamu singgah, kadalam Alam Minangkabau, masuak ka Luhak Tanah Data. Itu putusan nan didapek, dek niniak muyang nan batigo, utusan utang manjalankan. Salasai parentah ditarimo, utusan bajalan nyo sakali, manuju ombak nan badabua, manamui tamu nan mananti, manapati janji nan dahulu. Sasampainyo utusan dilabuhan, dilansuangkan rundiang nan dibao, titah dari Parpatiah nan Sabatang, jo Datuak Katumangguangan, kapado Panglimo nan lah tibo, nan banamo Aditiawarman. Mandanga rundiangan jo lamaran, tamanuang Aditiawarman, bamacam dalam pikiran, babagai dalam kiro-kiro, namonyo urang cadiak pandai, pamimpin urang nan tanamo, sagalo suatunyo tabayang, lai talinteh dipikiran, asa uasua mangko bak nangko, ujuik tujuan lai nyo tabayang.
Tapi ba’alah mangatokan, dipikia bana elok-elok, ditimbang dengan kabanaran, lah bak maeto kain saruang, tak amuah bakasudahan, bimbang babaliak situ juo. Ditarimo kato nan tibo, lamaran Parpatiah nan Sabatang, manjadi suami dek kakaknyo nan banamo Puti Jamilan, adiak Datuak Katumangguangan, raso taumbuak nyo dek raso, bagai tatipunyo dek budi. Ditulak rundiang nan mandatang, sarato lamaran nan lah tibo, jo apo jalan kamanulak, ba’apo pulo kacaronyo, untuak mamasuki Minangkabau, manakluakan Luhak nan Tigo, jo tuhuak parang dikalahkan, dek urang damai nyo lahiakan, balun hanyuik lah bapinteh, balun hilang lah bacari, hamat didalam kiro-kiro, salain dari pado itu, iyo juo kato rang tuo:
Dimaso mudo mangucambah
Kalaulah tuo manyalaro
Sungguah kasumbo alah merah
Tapi disago nan lah nyato

Nan mudo biaso bimbang
Manaruah mamang jo ragu
Kalau batimbo ameh datang
Lungga ganggaman nan dahulu
Dek pujuak sapinteh lalu
Budi salewai kok marangkuah
Bungo kambang jokok marayu
Caia iman takluak tubuah
Namonyo mudo jolong kanaiak
Biaso ragu pamandangan
Namun dek budi baso baiak
Dek racun dunia mabuaklah insan
Lorong dek diri Aditiawarman
Tatkalo maso itu
Tasuwo bana nan kian
Gayuang basambuik nyo satuju

Kato saukua samo panjang, paham sasuai lahia batin, nan kandak utusan lah balaku, pintaknyo alah lah babari, tampan kaaman tanah Minang, tak jadi cabua Nan Tigo Luhak.
Tasabuik utusan nan disuruah, dek lah sampai nan di mukasuik, babaliak pulang hanyo lai, sadang ka Luhak Tanah Data, manghadap Parpatiah nan Sabatang jo Datuak katumangguangan, mamulangkan hasia parundiangan, mangumbalikan titah nan dijujuang. Aluran Datuak Katumangguangan duo jo Parpatiah nan Sabatang, tigo jo Cati Bilangpandai, galak dihati kasukoan, hasianyo aka jo budi, tidak tanilai diharato, korong kampuang tapaliharo, dusun nagari kamujuran, tailak bahayo tuhuak parang, tak jadi darah tatumpah, Minang lah lapeh dari bahayo. Kununlah Parpatiah nan Sabatang, iyo dek uerang biopari, tiok bakato bakiasan, kalau barundiang basindiran, dibuek ibarat kato bida, nan kadikana isuak-isuak, nan kajawek anak cucu, untuak nyo pikia nyo pahamkan, paninjau mason an lalu. “Anggang nan tabang dari lauik, ditembak Datuak nan baduo, salatuih duo dagamnyo, tigo pangulak babaliak, mako jatuahlah talua angso nantun, ditangah alam Minangkabau” Baitulah buni patitihnyo, kato bida Parpatiah nan Sabatang, nyato balapa bama’ana, kato nan ado dalalatnyo, nak samo dirunuik nan pahamnyo, basamo kito mamikiakan.
Baru salasai kato nantun, dek panjang lah nyato kabauleh, leba iyo kabakumpuah, basiaplah Datuak Parpatiah nan Sabatang sarato jo Datuak Katumanguangan, manyadiokan mano nan kaparalu, halek jo jamu nan kadihadang, ragam dunia nan kadigamak, manuruik adat jo limbago, mangawinkan anak kamanakan.
Lah siap lah hasia cukuik, dijapuik Aditiawarman, kapasisia tapi lauik, katampat pelangnyo balabuah, katapi ombak nan badabua. Dituruik alua dipakai adat, dijapuik jo arak iriang, dijapuik jo gandang pararakan, sarato rabab jo kucapi, langkok jo saluang jo dewaan. Masuak kaalam Minangkabau, kadalam Luhak Tanah Data, naiak ustano rumah gadang, diduduakan dikasua bunta, dibuah alam kapurian, dilingkuang dayang jo panginang, tabantang tirai langik-langik, bapayuang panji barapik, cukuik alat kabasaran. Dalam alek marapulai, mangawinkan Puti Jamilan, jo Panglimo Aditiawarman, dek Datuak Parpatiah nan Sabatang, jo Datuak Katumangguangan, dunia nan tidak mangupalang.
Namonyo adiak sorang itu, sibongsu tidak kabaradiak, tidak nan ketek nan kagadang, dipakai nan sarunciang-runciang adat, caro adat balambang urek, nak tujuah rangkiang kosong, tujuah ikua kabau rabah. Tigo caro kabasaran, partamo “kenang bapakai” kaduo “latiah barunuik” katigo “kuadan nan mananti”. Tigo macam kabasaran didalam adat caro Minang, dihalek Puti Jamilan, sabuah tidak banan kurang, saketek tak buliah lilik sumbiang, iyo bana bak kato urang, kok halek mangirokan daun, jamu manangkuikan cawan, tasabuik nan tigi luhak,kanai panggilan kasamonyo, datang mambao buah tangan. Katandao alamat putiah hati. Salasai halek jo jamu, lah duduak Aditiawarman, dirumah Puti Jamilan, duduak sabagai urang sumando, sumando dek niniak mamak, rajo kali dirumah tanggo, junjuangan Puti Jamilan, tapi nan paham balun suni. Dek Datuak Parpatiah nan Sabatang, duo jo Datuak Katumangguangan, ditiliak diateh lahia, dipandang diateh rupo, tampak mambayang kanan lahia, kurang suninyo parasaan. Niat hinggok mancangkam malambang tanah, maninggakan lasuang jo marunggai, mambao adat jo limbago. Tapi sakarang iko kini, dek dimabuak tangguli angin, lah taminum racun dunia, jatuah hinggok kaateh dahan, kuku tak jadi mancangkam, jadi mambao panyasalan, tasingik kulaku jo buatan. Barulah nyato nan kian, dek Parpatiah nan Sabatang, sarato Katumangguangan, iyolah manuruik undang-undang Luhak, “Luhak Bapanghulu, rantau Barajo, Alam batampuak”. Mulai sajak dari itu, nan diri Aditiawarman, lah mamacik tampuak alam, mangganggam kato kabulatan, mamarentahkan kato undang-undang, nan tabik dari kato mupakat, kapado Luhak nan Tigo, sampai kataluak jo rantaunyo, salingkuang alam Minangkabau, itulah nan turun tamurun, mulo dari Aditiawarman sampai kaanak jo cucunyo, tapi kamanakan Katumangguangan, sarato Parpatiah nan Sabatang, warih dari mamak nan sajati, bangso diibu katurunan, pusako disitulah tatapnyo. Kaka adat Parpatiah nan Sabatang jo Datuak Katumangguangan, sampai sakarang iko kini, warihnyo juo nan dijawek, adatnyo juo nan dipakai, limbago nyo juo nan dituang.
Disitu limbago lah tajali
Kato putuih cupak tahampeh
Cupak panuah gantang balanjuang
Adat nan kewi lah badiri
Tacuriang barih jo balabeh
Pangkat dimamak nan dijujuang
Tibonyo garak o takadia
Tagak dek gintang aka budi
Dibasuah barabih aia
Dikikih barabih basi

Kalau dek pandang sapinteh lalu
Banyak pahamnyo taguliciak
Pandai tak rago baguru
Salam tak sampai kakasiak

Sadangkan baguru kapalang aja
Lai bak bungo kambang tak jadi
Kok kunun dapek dek mandanga
Tidak didalam dihalusi
Karuak kok tak sahabih gauang
Mahawai tak sahabih raso
Banyak pahamnyo nan tak langsuang
Batuka dari mukasuiknyo
Sabab karano dek baitu
Timbualah niaik cinto hati
Nak marunuik tambo nan dahulu
Sajarah adat nan usali
Hambo nan indak cadiak pandai
Hanyo manjawek dari guru
Pituah guru dipaberai
Nan jadi paham jo ulemu
Sangajo guno diuraikan
Kahadapan sidang nan basamo
Untuak nak samo dipikiakan
Nak samo dirunuik tujuannyo

Manuruik warih nan dijawek, kato pusako nan ditolong, kaba usali nan dahulu, kok gunuang sabingkah tanah, bumiko sapahimbauan, kok lauik sacampak jalo, tanah darek balun lai leba, nan timbuah gunung barapi. Lorong nan niniak muyang kito, asa usuanyo kalau dikaji didalam tarambo lamo, sapiah balahan tigo jurai, asa nan dari banua ruhum. Nan tuo Maharajo Alif, nan tingga dibanua ruhum, nan tangah Maharajo Depang, nan jatuah kabanua Cino, nan bongsu Maharajo Dirajo, nan turun kapulau Ameh nangko. Warisan nenek muyang, nan takarang di tarambo, nan satitiak bapantang lipua, sabarih bapantang hilang, sampai sakarang iko kini, lah babilang abad nan talampau. Lah labiah saribu tahun, tak tantu masim nan talansuang, dalam pangakuan urang juo, sakato juo tantang itu. Manuruik carito tambo alam, nan bongsu Maharajo Dirajo, nan jatuah kapulau Ameh nangko, takato maso dahulu, samusim kato saisuak, iyo bak kato pusako:
Dimano disalai palito
Dibaliak telong nan batali
Dimano turun niniak kito
Diateh gunuang barapi

Baentak turun kabawah, dibawah labuhan si Timbago, lah tibo di Guguak Ampang, dilinggundi nan baselo. Disitulah mulo bataratak, mambuek tampek masiang masiang, bakeh diam sorang-sorang sabalum bakorong jo bakampuang, sabalum bakoto banagari. Disitulah mula macancang jo malacah, jolong malambeh jo malamun, mako batanam baro bilah. Mako ditarukolah sawah lading, dilambeh hutan jo baluka, dirambah samak jo rimbo dalam, dilambang bumi tanah subur. Jadilah sawah gadang satampang baniah, makanan urang tigo Luhak nan dibuek niniek kito, Datuak Tantejo Garhano, niniak Kolat namo ibunyo, Indobijo namo bapaknyo, nan manurang sambia tagak, nan ma atok sambia duduak. Habih tahun babilang musim, bumi bulek alam baputa, siang jo malam dek baganti, aia kian lamo makin susuik, bumi batambah laweh juo, daratan batukuak leba, lah lapang alam bakeh diam, urang batambah kambang pulo, gunuang makin lamo makin tinggi, aka batambah manjala, budi batukuak marangkak, ditambah pulo tampek diam, diansua basentak turun, Diasah padang nan panjang, alat pakakeh dipatajam, dirateh baluka nan lah kariang, dirambah samak nan lah masiak. Dek bana paham saukua, cinto basamo kanan elok, hilia tak rago dek dikayuah, mudiak tak rago dek digalah, lah basicapek nak dahulu, basikuek nak mangabiah, Nan diri Maharajo Dirajo, hutang mairik mamuloi, disentak padang nan panjang, dirambah samak jo baluka, urang nan banyak manuruti, paguno pakakeh tajam, lah basicapek kuek sajo, didorong dek kandak bana, sasuai jo kandak hati, nan gurindam kato bida:
Lauik ditimbo mungkin kariang
Gunuang diruntuah amuah data
Dek samuik lai runtuah tabiang
Apo lai dek manusia nan baraka

Dek baiak paham sasuai, dek elok bana saukuran, mambayang tuah disakato, tacapai niat jo tujuan, lah alah samak jo baluka, rimbo dalam nan lah tarang, lah laweh tampat kadiaman, mulai dibuek rumah tanggo, disusun korong nan jo kampuang, timbualah mufakat jo sakato, dibuek tapian tampek mandi, dibantangkan jalan labuah golong. Dek buliah nan diagak, lah dapek nan cinto hati, niaik sampak kaua salamaik, lah samo bahati riang, suko lah lahia kabuatan,. Lah bakorong jo bakampuang, diadokan tampek bahimpun, bakeh basuko-suko hati, kajadi tampek pamedanan, himpunan paubek jariah, nak riang hati nan basamo, jariah jo payah lah bajaso, Sampai sakarang iko kini, banamo kampuang Pariangan, duo jo Padang Panjang, dek malambeh jo Padang Panjang lah jadi kampuang jo nagari, riang hati kasamonyo, baitu kato dalam tambo. Adopun nan kampuang Pariangan, duo jo koto Padang Panjang, dibawah linggundi nan baselo, jo sawah gadang satampang baniah, kurang bana tanah nan data, Dek lamo bakalamoan, putaran tak baranti, tahun baganti, zaman baedar, urang makin lamo makin rami, rakyat batambah kambang juo. Lah sasak nagari Pariangan, duo koto Padang Panjang,dipindahkan urang limo kaum, dibuek koto duo baleh, katanah data nan lai laweh, sabalah bawah Pariangan jo Padang Panjang, sabalah mandun jo selatan dikaki gunuang Marapi. Disitu ditaruko pulo sawah jo ladang, dibuek tabek jo tapian, dibuek jalan labuah golong, badirilah korong jo kampuang, mulailah dari taratak sampai bakoto, banagari. Tatkalo samaso itu, lah patuik ado nan kuaso, untuak karuah ampajaniah, hukum mahukum dalam kampuang, dibawah Maharajo Dirajo, sabagai ayam nan bainduak, sipatan siriah nan bagagang, didirikan lah balai balerong, panjang nan tujuah baleh ruang, usaho niniak muyang kito Datuak Tantejogarhano, itulah nan diatok sambia duduak, nan diturang sambia tagak, di tabek dakek sawah tangah.
Dibalai panjang itulah mulo-mulo badiri undang-undang pahukum mano nan salah, pamarentahi koto jo nagari, sampai kadusun korong kampuang, lalu kataratak pandangauan. Takalo samaso itu tigo undang-undang nan badiri, tigo adat nan bapakai didalam koto jo nagari, sampai kadusun nan baumpuak, lalu kakoto nan bajerong. Partamo banamo simumbang jatuah Nan tidak tasangkuik tasampang, tidak tasingguang tadaguah, nan bak umpamo aia hilia, bak hujan jatuah kakasiak, Kok tumbuah silang jo salisiah, sangketo damdam jo kasumat, didalam koto jo nagari, lah sampai hukum bahukum, diateh balai balerong, hukum tak buliah dibandiang, kato tak buliah di musiah, rundiang tak buliah disalokai, bana tak buliah disabuik, Hukum jatuah wajib dituruik-i , takadia pantang disanggah, walau zalim wajib disambah, hukum putuih parentah jatuah, hukum pancuang paralu putuih, hukum bunuah matilah badan, hukum buang jauahlah diri, hukum gantuang tinggilah bangkai, tak buliah dibandiang lai. Hukum putuih badan bapancuang, bapanggang kadalam api, dengan sakiro kalahiran, lah banyak mati basabab, Hukum bak rupo mumbang jatuah, bak hujan jatuah kakasiak, baitu uundang-undangnyo baitu tata barihnyo,nan takarang ditarambo. Kaduo sigamak-gamak Kok ado karajo nan dikakok ataupun barang nan dibuek, basicapek nak dahulu, basikuek nak mangabiah, mano nan tampak lah diambiak, mano nan ado dikarajoan, indak dikana awa jo akhia, raso pariso tak ditaruah, asa dapek lah manjadi, sabaiakbaiak pakarajoan, saelok-elok aka budi, hinggo mukaruah maso kini, baitu tasuo ditarambo. Katigo silamo-lamo Babana kapangka langan, batareh kaampu kaki, basasi kaujuang tapak, Nan kareh makanan takiak,kok lunak makanan sudu, nan pantai batitih, nan lamah makanan rajiah. Kok ado batang nan malintang, dikarek dikabuang-kabuang, diputuih dikuduang tigo, Kok lai dahan nan mahambek dikupak dipatah duo, kok tampak rantiang nan kamangaik disakah dipalituakan, atau runciang nan kamancucuak ditukua dipumpum ujuang. Nan tingggi timpo manimpo, kok nan gadang endan maendan, kok panjang kabek mangabek, nan laweh saok manyaok. Dek tahun musim baganti, dek zaman tuka batuka, dek lamo maso nan talampau, tahun jo musim nan talansuang tasuo kato bida adat:
Sakali aia gadang
Sakali tapian baraliah
Aka makin lamo makin panjang
Karuah makin lamo makin janiah

Antah barapo kalamonyo undang-undang nan tigo balakunyo, tidak tatulih dalam tambo, hanyo dimaso nan kudian, samaso Suri Dirajo tidak tapakai nan baitu, nan bak bida adat juo “sakali gadang balega, sakali adat barubah”. Takalo samaso itu nan diri Suri Dirajo maniliak hukuman nan balansuang, undangundang nan balaku, lah nyato indak dalam bana, dikana akibatnyo nan lah langsuang, banyak urang nan tak salah, nan lah kanai dek hukuman, tidak nan salah nan batimbang bukan bautang nan mambaia. Tidak nan lain karanonyo dek bana indak buliah disabuik kato tak buliah dimusiah, hukum tak buliah dibandiang, sasek dek tak buliah suruik, salah tak dapek minta ampun. Maniliak caro nan bak kian, timbualah insaf dalam hati, rahim dihati lah mandatang, dicari caro nan kabaiak, rakyat nan banyak nak santoso, adia hukuman nak tapakai. Sajak gadang lah balega kapado Suri Dirajo adat barubah hanyo lai, undang-undang lamo nan lah lipua, caro aturan lah batuka. Kato lah dapek dimusiah, rundiang lah dapek disalokai, hukum lah buliah dibandiang, bana lah dapek disabuuik, kok sasek lah buliah suruik, talangkah buliah kumbali, barek lah dapek minta ringan, salah ado dapek ampun, maniliak tampek tumbuahnyo, Budilah lah mulai dianjuang, raso pareso lah dipakai, sopan jo santun lah ditaruah, lah mulo aman korong kampuang, santoso anak kamanakan. Kok mati lah dikanduang tanah Hiduik lah dikanduang bana. Lah tatap hak jo amanah. Hiduik lah kana mangana.


I. Tambo dan Silsilah Adat Minangkabau

 Kalau dek pandang sapinteh lalu
Banyak pahamnyo taguliciak
Pandai tak rago baguru
Salam tak sampai kakasiak

Sadangkan baguru kapalang aja
Lai bak bungo kambang tak jadi
Kok kunun dapek dek mandanga
Tidak didalam dihalusi
Karuak kok tak sahabih gauang
Mahawai tak sahabih raso
Banyak pahamnyo nan tak langsuang
Batuka dari mukasuiknyo
Sabab karano dek baitu
Timbualah niaik cinto hati
Nak marunuik tambo nan dahulu
Sajarah adat nan usali
Hambo nan indak cadiak pandai
Hanyo manjawek dari guru
Pituah guru dipaberai
Nan jadi paham jo ulemu
Sangajo guno diuraikan
Kahadapan sidang nan basamo
Untuak nak samo dipikiakan
Nak samo dirunuik tujuannyo

Manuruik warih nan dijawek, kato pusako nan ditolong, kaba usali nan dahulu, kok gunuang sabingkah tanah, bumiko sapahimbauan, kok lauik sacampak jalo, tanah darek balun lai leba, nan timbuah gunung barapi. Lorong nan niniak muyang kito, asa usuanyo kalau dikaji didalam tarambo lamo, sapiah balahan tigo jurai, asa nan dari banua ruhum. Nan tuo Maharajo Alif, nan tingga dibanua ruhum, nan tangah Maharajo Depang, nan jatuah kabanua Cino, nan bongsu Maharajo Dirajo, nan turun kapulau Ameh nangko. Warisan nenek muyang, nan takarang di tarambo, nan satitiak bapantang lipua, sabarih bapantang hilang, sampai sakarang iko kini, lah babilang abad nan talampau. Lah labiah saribu tahun, tak tantu masim nan talansuang, dalam pangakuan urang juo, sakato juo tantang itu. Manuruik carito tambo alam, nan bongsu Maharajo Dirajo, nan jatuah kapulau Ameh nangko, takato maso dahulu, samusim kato saisuak, iyo bak kato pusako:
Dimano disalai palito
Dibaliak telong nan batali
Dimano turun niniak kito
Diateh gunuang barapi

Baentak turun kabawah, dibawah labuhan si Timbago, lah tibo di Guguak Ampang, dilinggundi nan baselo. Disitulah mulo bataratak, mambuek tampek masiang masiang, bakeh diam sorang-sorang sabalum bakorong jo bakampuang, sabalum bakoto banagari. Disitulah mula macancang jo malacah, jolong malambeh jo malamun, mako batanam baro bilah. Mako ditarukolah sawah lading, dilambeh hutan jo baluka, dirambah samak jo rimbo dalam, dilambang bumi tanah subur. Jadilah sawah gadang satampang baniah, makanan urang tigo Luhak nan dibuek niniek kito, Datuak Tantejo Garhano, niniak Kolat namo ibunyo, Indobijo namo bapaknyo, nan manurang sambia tagak, nan ma atok sambia duduak. Habih tahun babilang musim, bumi bulek alam baputa, siang jo malam dek baganti, aia kian lamo makin susuik, bumi batambah laweh juo, daratan batukuak leba, lah lapang alam bakeh diam, urang batambah kambang pulo, gunuang makin lamo makin tinggi, aka batambah manjala, budi batukuak marangkak, ditambah pulo tampek diam, diansua basentak turun, Diasah padang nan panjang, alat pakakeh dipatajam, dirateh baluka nan lah kariang, dirambah samak nan lah masiak. Dek bana paham saukua, cinto basamo kanan elok, hilia tak rago dek dikayuah, mudiak tak rago dek digalah, lah basicapek nak dahulu, basikuek nak mangabiah, Nan diri Maharajo Dirajo, hutang mairik mamuloi, disentak padang nan panjang, dirambah samak jo baluka, urang nan banyak manuruti, paguno pakakeh tajam, lah basicapek kuek sajo, didorong dek kandak bana, sasuai jo kandak hati, nan gurindam kato bida:
Lauik ditimbo mungkin kariang
Gunuang diruntuah amuah data
Dek samuik lai runtuah tabiang
Apo lai dek manusia nan baraka

Dek baiak paham sasuai, dek elok bana saukuran, mambayang tuah disakato, tacapai niat jo tujuan, lah alah samak jo baluka, rimbo dalam nan lah tarang, lah laweh tampat kadiaman, mulai dibuek rumah tanggo, disusun korong nan jo kampuang, timbualah mufakat jo sakato, dibuek tapian tampek mandi, dibantangkan jalan labuah golong. Dek buliah nan diagak, lah dapek nan cinto hati, niaik sampak kaua salamaik, lah samo bahati riang, suko lah lahia kabuatan,. Lah bakorong jo bakampuang, diadokan tampek bahimpun, bakeh basuko-suko hati, kajadi tampek pamedanan, himpunan paubek jariah, nak riang hati nan basamo, jariah jo payah lah bajaso, Sampai sakarang iko kini, banamo kampuang Pariangan, duo jo Padang Panjang, dek malambeh jo Padang Panjang lah jadi kampuang jo nagari, riang hati kasamonyo, baitu kato dalam tambo. Adopun nan kampuang Pariangan, duo jo koto Padang Panjang, dibawah linggundi nan baselo, jo sawah gadang satampang baniah, kurang bana tanah nan data, Dek lamo bakalamoan, putaran tak baranti, tahun baganti, zaman baedar, urang makin lamo makin rami, rakyat batambah kambang juo. Lah sasak nagari Pariangan, duo koto Padang Panjang,dipindahkan urang limo kaum, dibuek koto duo baleh, katanah data nan lai laweh, sabalah bawah Pariangan jo Padang Panjang, sabalah mandun jo selatan dikaki gunuang Marapi. Disitu ditaruko pulo sawah jo ladang, dibuek tabek jo tapian, dibuek jalan labuah golong, badirilah korong jo kampuang, mulailah dari taratak sampai bakoto, banagari. Tatkalo samaso itu, lah patuik ado nan kuaso, untuak karuah ampajaniah, hukum mahukum dalam kampuang, dibawah Maharajo Dirajo, sabagai ayam nan bainduak, sipatan siriah nan bagagang, didirikan lah balai balerong, panjang nan tujuah baleh ruang, usaho niniak muyang kito Datuak Tantejogarhano, itulah nan diatok sambia duduak, nan diturang sambia tagak, di tabek dakek sawah tangah.
Dibalai panjang itulah mulo-mulo badiri undang-undang pahukum mano nan salah, pamarentahi koto jo nagari, sampai kadusun korong kampuang, lalu kataratak pandangauan. Takalo samaso itu tigo undang-undang nan badiri, tigo adat nan bapakai didalam koto jo nagari, sampai kadusun nan baumpuak, lalu kakoto nan bajerong. Partamo banamo simumbang jatuah Nan tidak tasangkuik tasampang, tidak tasingguang tadaguah, nan bak umpamo aia hilia, bak hujan jatuah kakasiak, Kok tumbuah silang jo salisiah, sangketo damdam jo kasumat, didalam koto jo nagari, lah sampai hukum bahukum, diateh balai balerong, hukum tak buliah dibandiang, kato tak buliah di musiah, rundiang tak buliah disalokai, bana tak buliah disabuik, Hukum jatuah wajib dituruik-i , takadia pantang disanggah, walau zalim wajib disambah, hukum putuih parentah jatuah, hukum pancuang paralu putuih, hukum bunuah matilah badan, hukum buang jauahlah diri, hukum gantuang tinggilah bangkai, tak buliah dibandiang lai. Hukum putuih badan bapancuang, bapanggang kadalam api, dengan sakiro kalahiran, lah banyak mati basabab, Hukum bak rupo mumbang jatuah, bak hujan jatuah kakasiak, baitu uundang-undangnyo baitu tata barihnyo,nan takarang ditarambo. Kaduo sigamak-gamak Kok ado karajo nan dikakok ataupun barang nan dibuek, basicapek nak dahulu, basikuek nak mangabiah, mano nan tampak lah diambiak, mano nan ado dikarajoan, indak dikana awa jo akhia, raso pariso tak ditaruah, asa dapek lah manjadi, sabaiakbaiak pakarajoan, saelok-elok aka budi, hinggo mukaruah maso kini, baitu tasuo ditarambo. Katigo silamo-lamo Babana kapangka langan, batareh kaampu kaki, basasi kaujuang tapak, Nan kareh makanan takiak,kok lunak makanan sudu, nan pantai batitih, nan lamah makanan rajiah. Kok ado batang nan malintang, dikarek dikabuang-kabuang, diputuih dikuduang tigo, Kok lai dahan nan mahambek dikupak dipatah duo, kok tampak rantiang nan kamangaik disakah dipalituakan, atau runciang nan kamancucuak ditukua dipumpum ujuang. Nan tingggi timpo manimpo, kok nan gadang endan maendan, kok panjang kabek mangabek, nan laweh saok manyaok. Dek tahun musim baganti, dek zaman tuka batuka, dek lamo maso nan talampau, tahun jo musim nan talansuang tasuo kato bida adat:
Sakali aia gadang
Sakali tapian baraliah
Aka makin lamo makin panjang
Karuah makin lamo makin janiah

Antah barapo kalamonyo undang-undang nan tigo balakunyo, tidak tatulih dalam tambo, hanyo dimaso nan kudian, samaso Suri Dirajo tidak tapakai nan baitu, nan bak bida adat juo “sakali gadang balega, sakali adat barubah”. Takalo samaso itu nan diri Suri Dirajo maniliak hukuman nan balansuang, undangundang nan balaku, lah nyato indak dalam bana, dikana akibatnyo nan lah langsuang, banyak urang nan tak salah, nan lah kanai dek hukuman, tidak nan salah nan batimbang bukan bautang nan mambaia. Tidak nan lain karanonyo dek bana indak buliah disabuik kato tak buliah dimusiah, hukum tak buliah dibandiang, sasek dek tak buliah suruik, salah tak dapek minta ampun. Maniliak caro nan bak kian, timbualah insaf dalam hati, rahim dihati lah mandatang, dicari caro nan kabaiak, rakyat nan banyak nak santoso, adia hukuman nak tapakai. Sajak gadang lah balega kapado Suri Dirajo adat barubah hanyo lai, undang-undang lamo nan lah lipua, caro aturan lah batuka. Kato lah dapek dimusiah, rundiang lah dapek disalokai, hukum lah buliah dibandiang, bana lah dapek disabuuik, kok sasek lah buliah suruik, talangkah buliah kumbali, barek lah dapek minta ringan, salah ado dapek ampun, maniliak tampek tumbuahnyo, Budilah lah mulai dianjuang, raso pareso lah dipakai, sopan jo santun lah ditaruah, lah mulo aman korong kampuang, santoso anak kamanakan. Kok mati lah dikanduang tanah Hiduik lah dikanduang bana. Lah tatap hak jo amanah. Hiduik lah kana mangana.

II. Undang-Undang Tariak Baleh
Manuruik warih nan bajawek nan takarang dalan tarambo samaso niniak Suri Dirajo, undang simumbang jatuah, duo jo si lamo-lamo lah diluluahkan katanah lakang, tigo jo jo sigamak-gamak lah dihanyuikan kaaia hilia. Sampai kali dikali urek tunggang, dibucuik aka nan manjala, dibongka tunggua nan dibumi, habih bakeh sarato jajak, hilang didalam pamakaian, lipua dihati masyarakat, maso baraliah lah disitu.
Lah lanyap undang-undang nan tigo, timbua ganti tukarannyo, undang-undang tarimo tariak baleh, kok palu babaleh palu, nan tikam babaleh jo tikam, hutang ameh baia jo ameh, hutang padi baia jo padi, hutang kato baia jo kato. Dari zaman Suri Dirajo babilang maso kamudian sampai ka Datuak Seri Maharajo nan Banego-nego tariak baleh taruih balaku.
Adopun Datuak Seri Maharajo nan banego-nego junjuangan Puti Indajaliah anaknyo baduo bagai balam, sikua jantan sikua batino, nan tuo Sutan Maharajo Basa nan ketek Puti Jamilan. Anak nan sadang ketek-ketek. Wafatlah Datuak Seri Maharajo Dirajo nan Banego-nego mangko tinggalah Puti Indahjaliah sarato anak duo urang. Dek hilang biaso baganti, putuih biaso bauleh, mati Datuak Seri Maharajo Dirajo nan Banego-nego diganti jo Cati Bilang pandai. Adopun Puti Indahjaliah jo Cati Bilang Pandai maadokan anak laki-laki nan banamo si Sutan Balun, jadilah antaro Sutan Maharajo Basa sarato Puti Jamilan jo adiaknyo si Sutan Balun urang saibu balain bapak.
Dek Datuak Seri Maharajo nan Banego-nego undang-undang tariak baleh turun kaanak kanduangnyo nan banamo Sutan Maharajo Basa manggantikan bapaknyo, Sutan Maharajo Basa lah mangaku biang tabuak, nan mangadin gantiang putuih, sesudah Datuak Seri Maharajo nan Banego-nego bapulang karahmahtullah. Sutan Maharajo Basa kokoh mamacik jo manjalankan undang-undang tariak baleh nan diwarisi baliau dari niniak sampai ka bapak. Dek lamo kalamoan nan Sutan Maharajo Basa duduak mamacik tampuak tangkai di Pariangan jo Padang Panjang, gadang lah pulo si Sutan Balun, aka panjang pikiran lanjuik, budi dalam bicaro haluih, manurun warih ayahnyo, nan banamo Cati Bilangpandai. Lorong di Cati Bilangpandai maso Datuak Seri Maharajo nan Banegonego duduak manjadi tampuak tangkai, mangaku banda sabuah, nan mahitam mamutiahkan, tampek batulak mangko bajalan, bakeh kurang minta tukuak, kok singkek minta diuleh, panambah aka jo budi, panukuak paham jo kiro-kiro dek Datuak Seri Maharajo nan Banego-nego. Kalau manuruik buni tambo, nan diri Cati Bilangpandai, asa nan dari jauah bana, dari bangso Sangsekerta. Urang subarang lauik gadang, pueh mambilang taluak rantau, aka cukuik ilimu banyak, pikiran mandaun aua, gudang ulemu jo bicaro. Lah gadang anak kanduangnyo nan banamo si Sutan Balun lalu ditunjuak diajari caro baraka baulemu sampai kapaham jo bicaro.
Dek pandai si Sutan Balun ulemu lah banyak nan dikanduang, tiliak nyato pahamnyo haluih, lah dibao duduak basidang didalam Hukum mahukum atau timbang manimbang didalam koto jo nagari. Dek lamo bakalamoan lah habih maso mudo matah umua manjalang tigo puluah antaro Sutan Maharajo Basa jo diri si Sutan Balun, dek tiliak pandang rang nagari, lah bak intan dengan podi, lah asiang kalabiahan, lain-lain kagadangan, intan cayo nan dalam, nan podi kilek nan labiah, ragu rang banyak kamamiliah.
Dek rakyat di Pariangan sarato jo Padang Panjang lah samo dianjuang tinggi, lah samo diamba gadang, nan sorang lah tampat takuik, nan sorang lah bakeh sangko, badanga kato kaduonyo. Kalau didalam dihalusi, jikok dihindang-hindang bana, tantang ditajam pamikiran,atau dibudi nan marangkak, balabiah yakin rang nagari, io kadiri si Sutan Balun. Sajak dizaman Datuak Suri Dirajo, sampai kamaso niniak Seri Maharajo nan Banegonego, urang lah batambah-tambah, koto lah batambah rami, korong kampuang lah batambah sampik, dicari tenggang jo bicaro, kok sampik patuik dipalapang, nan sasak luruih dipalaweh, alam leba dunia lah lapang, rimbo banyak nan kadirambah, tampek mambuek korong kampuang untuak kakoto jo nagari, hutang malambeh jo malamun, tingga malambang manaruko.
Tatkalo samaso itu tibo parentah dek nan kuaso, dari nan mamacik tampuak nagari, tampuak tangkai koto jo nagari, manyuruah mancari tanah nan elok, nan rancak tampek baladang, bakeh badubo jo batahun, kok bancah jadikan sawah, kok padang bakeh bakabun, Baseraklah urang nan banyaktu, dikaki gunuang Marapi, sabalah mandun jo salatan, sampai kakaki gunuang Sago, nan arah mantari kamambungo lah ditunggu didiami. Sajak mulai bataratak, sampai manjadi koto jo nagari, lah luak panduduak Pariangan sarato padang Panjang pindah katanah nan data. Sampai sakarang iko kini, nan tidak barubah-rubah banamo luak Tanah Data, dek lah kurang urang Pariangan luaknyo ka Tanah Data. Dek lamo kalamoan lah sasak pulo Tanah Data diulang pulo mamindahan, kaum nan banayak akambangan nan lah sunduik manyunduik, lah banyak anak pinaknyo, dibagi-bagi tak basibak, diagiah-agiah tak bacarai. Dicarikan pulo tampek pindahnyo, dilapeh jarah jo paninjau, caro mairik nan batali, ibarat jinjiang nan batangkai, mancari tanah nan subua, nan elok tampek baladang, bakeh badugo jo batahun sarato untuak korong kampuang kajadi koto jo nagari, Lah bajalan urang ampek kaum langkok jo alat pabakalan, sarato pakakeh kaparambah, pai malereng gunuang Marapi pai katimua dengan barat.
Dari mandaki alah malereng, sampai manurun kakakinyo, kabagian sabalah barat, alua mantari katacampuang lah banyak tampek nan elok, nan patuik ditunggui ditanami, Baiakpun lurah jo baluka, bancah barayia untuak sawah, baluka bakeh bataranak, nan lakuak kajadi tabek, alah lah tampak balako, tingga marambah ananami. Lah sampai urang ampek kaumkakaki barat gunuang Marapi situ tatumbuak pajalanan katapi lubuak jo sungai. Aia jania lubuaknyo dalan, kaateh hulu basimpang, kabaruah aia sabuah lah jadi satu ilirannyo, hilia malereng kaki bukik, babatu bakasiak banyak, babelok balingka-lingka. Lubuak banamo Lubuak Agam, mudiak hulunyo bacabang duo, sabuah banamo Sungai Janiah sabuah banamo Batang Tambuo, Nan mulai dari Lubuak Agam hilia lalu kamuaro lakek namonyo Batang Agam sampai sakarang iko kini nan tidak batuka batimbang, namo asa indak barubah, banamo Batang Agam juo. Lah salamat urang nan ampek kaum tibo diranah Lubuak Agam, datanglah kaum nan kaduo, manuruti kaum nan partamo. Lorong nan datang nan kaduo, dari luak Tanah Data, sabanyak ampek kaum pulo, sarato alat kalengkapan.
Salasai kaum nan kaduo, mangiriang kaum katigo, sabanyok ampek kaum pulo manuruik kaum nan dahulu. Panyudahi kaum nan kaampek sabanyak ampek kaum juo, samo manuju ka Lubuak Agam. Tantang parangkatan nan dahulu, iolah kaum nan partamo, masuak karanah Lubuak Agam dari Luak Tanah Data lah baseraknyo disitu, dikaki gunuang Marapi, mancari tanah hutan nan elok , bakeh babuek sawah jo ladang, tampek mandirikan korong kampuang. Disalingka Batang Tambuo, salilik aia sungai janiah, lapeh kakaki bukik nan tinggi, hampia kapinggang gunuang Marapi, bagian ka Timua jo Utaro, diuni dek angkatan nan partamo. Mako jadilah koto jo nagari Agam Biaro, Balai Gurah, sarato Lambah jo Panampuang, sampai ka Canduang jo Lasi, dari puhun lalu kaujuang. Lorong dikaum nan kaduo, mambuek koto jo nagari, sakaliliang kaki bukik nan tinggi, salingka ngarai nan dalam, ampek nagari saedaran. Iyolah Kurai jo anuhampu, Sianok, Koto gadang, urang nan ampek angkek juo, ampek koto nyo dirikan. Urang nan angkek katigo, lah malambeh jo malamun, manaruko sawah jo ladang, kapinggang gunuang Marapi, mahadok mantari katacampuang, sabalah ateh Banuhampu. Dibueklah nagari ampek pulo, iolah Sariak jo Sungai pua, Batu Tagak jo Batu Palano.
Urang angkek nan katigo, ampek juo sakali angkek, parangkatan nan datang panyudahi, sabanyak ampek kaum juo, baserak pulo nyo kasitu, iolah kakai gunuang Singgalang, mambuek nagari ampek pulo, iolah Guguak, Tabeksurojo, Balingka, Koto Pambatan. Baitu kato nan dijawek, uraian pituah guru, nan dikarang ditambo alam, didalam alam Minangkabau. Itu nan angkek pangabisan, ampekampek sakali angkek, banyaknyo ampek kali angkek, jadi katonyo anam baleh, urang Ampek Angkek kasamonyo, Tapi sakarang iko kini, nan lai bak rupo bak namo, hanyolah angkek nan partamo, nan lain tidak tasabuik, nan banamo Ampek Angkek, iyolah Agam Biaro, Balai Gurah, sarato Lambah jo Panampuangan, sampai ka Pasia Canduang jo Lasi, nan Tigo angkek lah tasisiah lah tingga sajo disajarah. Alah salasai Luhak Agam, lah dapek pulo tampek nan elok, dikaki gunuang Sago, bagian timua jo utaro, sampai kalereng Gunuang Bongsu, salilik Batang Lampasi, Salingka Batang Sinama, saedaran Batang Agam, tanah data ranahnyo laweh, banyak bancah kajadi sawah, utang malambang manaruko, tingga dek urang kamangakok. Pihak dininiak maso itu nan mamacik tampuak maso itu, disiapkan kaum nan kapindah, dibagi kaum nan banyak, nan lah kambang balabihan, lah sajuik sawah jo ladang, kaum banyak sawah lah sudah, tak dapek manukuak lai, itulah urang nan dibagi, diagiah-agiah tak bacarai. Sampai sakarang iko kini, itu nan disabuik urang, banamo panjang bakaratan, atau laweh basibiran. Rantangan banyak nan kapindah, dari Luhak Tanah Data kalereng utaro Gunuang sago. Adolah limo puluah kaum, cukuik jo alat pabakanyo, langkok jo tukang jo nan pandai, sarato jo dukun pandai ubek, samo barangkek kasamonyo, manuju lereng Gunuang Sago, manurun antaro Gunuang Marapi jo Gunuang Sago, batamu lurah dituruni, sampai katapi Batang Agam, Disubarang Batang Agam hari patang malampun tibo, samo barantilah disitu, urang nan limo puluah kaum. Mamun barisuak pagi hari, saat malangkah nan lah tibo, maso bajalan nan lah datang, bakumpualah urang nan limo puluah kaum, nak salangkahnyo bajalan, nak sabondong samo lalu, nak sasentak samo suruik, lah himpun urang nan banyak tu, sampai dihetong banyak kaum, hilanglah urang limo kaum. Kato satangah ahli adat, urang nan hilang duo kaum, satu Datuak Mureka Panjang Jangguik, kaduo Datuak Mureka Putia Gigi.
Nan Datuak Mureka Panjang Jangguik sarato rombongan jo kaumnyo tapasah ka Kampa kiri, nan Datuak Mureka Putiah Gigi tapasah ka Kampa kanan, Adopun dek urang nan bapandapek, hilang limo buah kaum, namo nan indak tatunjuakan, gala nan indak takatokan. Hanyo pandapekan balimo, limo koto dibueknyo, kasinan kaum tu bajalannyo, iyo ka Kuok jo Bangkinang, ka Salo jo Aia Tirih, limo jo ka Rumbio, tapi nan namo jo gala indak tatunjuak takatokan. Sabab karano nan bak kian, luak lah urang nan limo puluah kaum, sabanyak limo atau duo kaum, bacarai ditangah Padang Siantah, hilang nan balun tantu rimbo, kok hanyuik nan balun tantu sungai, lah lamo mangko katahuan, lah sudah nagari kasamonyo, lah sampai tampuah manampuah, lah samo jalang manjalang, situlah baru mako tahu. Itulah asa jo mulonyo, disabuik luak Limo Puluah sabab lah hilang sabagian, dalam nan limo puluah kaum. Sampai sakarang iko kini, tidaklah lipua dek hujan, nan tidak lakang dek paneh, manjadi namo nan usali, banamo luak nan tigo. Satu luak Tanah Data, luak (kurang) urang Pariangan Padang Panjang, pindah katanah nan data. Kaduo luak Lubuak Agam, luak (kurang) urang Pariangan Padang Panjang jo urang Tanah Data, pindahnyo ampek kali angkek karanah Lubuak Agam. Nan Bongsu luak Limopuluah, luak (kurang) urang Pariangan Padang Panjang, pindah kakaki Gunuang Sago sabanyak limo puluah kaum. Baitulah warih nan dijawek, dari niniak nan dahulu nan takarang ditarambo. Dimaso Sutan Maharajo Basa sarato jo Sutan Balun, luak nan tigo alah badiri, tariak baleh alah balaku. Hanyo lainnyo dari kini, iyolah warih katurunan, tidak pusako dari mamak, bukan babanso dari ibu, hanyo pusako dari bapak kok banso baitu pulo.


III. Tabiknyo Budi Nan Curiga
Tantangan diri Sutan Balun, maniliak undang-undang tariak baleh sampai didalam dihalusi nyato bana dek pandapek, marugikan rakyat nan banyak tu, lah patuik bana dibatuakan. Tapi dek maniliak kapado kako, bak raso kasalah paham, paham nan tidak talahiakan, tasimpan juo dalam hati. Sungguah tasimpan dalam hati bana mandorong malahiakan, saat katiko nan lah tibo. Sabab ba’alah dek baitu, rakyat makin lamo makin kambang, kajahatan baitu pulo. Kok tidak lakeh diubah undangundang tariak balehko, batambah urang nan cacek, nan sakik jo mati baitu pulo.
Itulah nan labiah dicurugai dek diri Sutan Balun, jadi pandorong kahatinyo supayo sagiro dibicarokan, jo diri Sutan Maharajo Basa. Parasaan nan bak kian, adolah isi dari budi suci nan bacahayo dalam diri Sutan Balun mamanca kautak banak, takluak manjadi buah pikia. Dek kareh tuntutan kabanaran kahandak raso jo pareso, tungguan cinto jo kiro-kiro walaupun apo akibatnyo, Sutan Balun lai tak gamang nan bana raso kadisabuik, dituluak dipabincangkan. Sadang kapado satu hari, sadang diangin samo tanang, katiko elok bahadapan, dalam ukatu bungo kambang, barundiang si Sutan Balun kapado Sutan Maharajo Basa nan niat dihati dikatokan.
Nan isi paham jo pandapek buah pikia jo runuik budi , kahasilan aka nan manjala, nan jadi ijtihad pandirian, sudah disabuik kasamonyo. Kapado Sutan Maharajo Basa. Agaknyo Sutan Maharajo Basa mandanga bicaro dari adiak, tatarik bana pamikiran, dielo jo paham kiro-kiro, dirateh jo aka budi, nyato didalam kabanaran saketek tidak banan bukan. Tapi sungguahpun baitu, sulik baru mangakui balun didalam dihalusi, balun ditimbang masak-masak, sungguah elok antah bacacek, dalam rancak antah babandiang. Sabab karano damikian dek diri Sutan Maharajo Basa ditangguah sajo bapikia dicari paham tujuannyo, buruak elok supayo nyato. Pihak didiri Sutan Balun mandanga jawab dari kako, rundiang lai ditarimo sadang talatak dijanji, samantaro manimbang mamikiakan, sambia mandalam mahalusi, lah sanang juo pamikiran. Tapi sunggguahpun baitu, maniliak diateh lahia mamandang diateh rupo, maniliak paratian Sutan Maharajo Basa, katiko rundiang dilakukan, dek diri Sutan Balun curiga hati Sutan Balun mungkin bicaroko katatulak, walaupun kini dalam janji sadang didalam dipikiri. Tapi sungguahpun baitu Sutan Balun indak putuih aso namun lai ado katikonyo dapek barundiang bakato bana kasampai juo cinto baiak.
Kiro sapakan duo pakan lah agak tangah bulan labiah , rundiangan baiak diunjuakan dek diri Sutan Balun kapado Sutan Maharajo Basa tingga talatak dijanjian, nan kato balun dapek jawab kok gayuang balun lai basambuik. Sabab karano damikian nan diri Sutan Balun batambah curiga dalam hati, bahaso paham tak saukua, bana nan tidak kasasuai antaro baliau badunsanak. Tapi sungguahpun baitu dicari juo aka budi dek diri Sutan Balun supajo paham jan salisiah, jan sampai bana batupang. Sadang kapado satu hari katiko maso sadang tanang ibarat angina sadang sunyi, pikiran samo kadibukak diulang dek Sutan Balun rundiangan tagantuang nan dahulu, kini dimintak jawabannyo.
Mandanga tuntutan Sutan balun, tasintak Sutan Maharajo Basa, bagai tabangun dari tidua, nan bak takajuik jago lalok. Sabab ba’apo dek baitu, disangko rundiang tak katimbua, diagak tidak kabaulang, lai kahilang dalam janji, maso lah lambek tak bajawab. Nan paham Sutan Maharajo Basa, tidak sasuai nan baitu, kamarubah warih nan dahulu, kamanuka adat nan lamo, nan turun tamurun dari niniak, sampai kacucu jo piuik, kini baliau nan kuaso. Tapi dek si Sutan Balun mamintak sambutan gayuang, manuntuik jawaban rundiang, kato tagantuang dijanjian, tapaso Sutan Maharajo Basa manyatokan pandapek hati. Tapi dirundiang nan sakali tu nan paham balun nyo lahiakan, simpanan hati tak nyo bukak, dipujuak juo hati adiak. Dek diri Sutan Maharajo Basa, tantangan kato nan dahulu , dijawab jo pikia balun sudah, balun tapaham tadalami. Labiah nan tapikiakan, nan kajadi tuka jo siliahnyo, nan kaelok dari nan kini, ujuang pangkanyo alun lai tampak, nan kaelok balun lai tabayang. Nan sakarang iko kini, samo dipikiakan lah dahulu, sambia mainok mamanuangkan, samo dicari nan kabaiak, corak jo ragam katukanyo. Nak jan tacacek jo tabandiang, nak aman koto jo nagari, salamaik anak kamanakan, santoso rakyat kasamonyo. Tapi samantangpun baitu, bayang janji tampek babelok, pikia kajadi lauik leba, untuak palalai palambekan, nan paham lai balun saukua. Aluran si Sutan Balun mandanga pandapek Sutan Maharajo Basa, bayang rundiang paham lah tantu, kahati hinggok kilek kato, sudah pintasan dalam paham. Maniak jinih sumaraknyo, nan Sutan Maharajo Basa lah lain paham pamikiran, lahia jo batin lah batuka, lah tibo paham jahek sangko, salah dugaan dalam hati. Nan isi hati indak batuka, iyo tuntutan Sutan Balun, Hanyo sabuah nan marusuah, nan timbua dalam pangana, nan mandatang dalam agak-agak, gadang bak raso kataendan, tinggi bak raso kamahimpok, dek diri si Sutan Balun.
Mandanga pado nan lah sudah, tumbuah didalam karapatan, urang banyak tando cendorong, lah tatariak paratian, kapado diri Sutan Balun, tidak nan lain karanonyo, mamandang pandapek pamikiran, budi dalam bacarito haluih, tajamnyo nyato mamutuihkan. Sabab karano nan baitu, timbualah waham dalam hati, mungkin tasuo agak-agak, lapeh tampuak dari tangan, marumik ganggam jikok lapeh, itu nan labiah marusuahkan, mako tak dapek ditarimo, buah pikiran Sutan Balun. Sadang kapado satu hal lah lamo janji talatak, dek diri si Sutan Balun, rundiang tagantuang diulasi, disudi pulo paham tuan, jawab nan nyato nan dimintak, bakato lidah tak baguluang, nak tantu iyo tidaknyo. Pado wakatu nan baitu lah tasasak Sutan Maharajo Basa, tatumbuak paham dek bicaro, habihlah tenggang buah pikia. Tahantak rueh jo buku Tasasak ladang karimbo Talantak puntiang kahulu Tangga bua mato binaso Agaklah Sutan Maharajo Basa, dek sasak tuntutan adiak, lah sampik alam tampat diam, lah sampik bumi tampek tagak, galaplah cando pamikiran. Sampik tak dapek batenggang, baralah hati tak suko, hawa napasu manghalangi, dunia syetan lah masuak pulo, dunia lah pantang kalangkahan. Barundianglah nan sakali itu, dek diri si Sutan Balun paham itikat nan lah bulek, walaupun apo nan katajadi, nan bana kadisabuik juo, Tidak nan lain nan mandorong hanyo dihasuang kandak bana, tuntutan hati nan suci, kasiah kakorong jo kakampuang, cinto kakoto jo nagari, sayang sasamo cucu Adam, dek kasiah sasamo manusia, dicubo sahabih aka, malakukan paham kabanaran, nak salamat rakyat kasamonyo.
Tapi dek Sutan Maharajo Basa, dek lah tatumbuak galah katabiang, tasasak padang karimbo, lah habih putaran tali, dijawek kato jo nan kareh, rundiang jo kasa pambarinyo. Nan jadi jawab jo sambutan, dek sutan Maharajo Basa, iyolah undang-undang “TARIAK BALEH” bukan buatan maso kini, pusako dari niniak muyang, sampai kini indak barubah, kito tak buliah bapandai-pandai. Sajak nan dari niniak muyang, lah banyak kali turunannyo, tidak lai tantu mahetongnyo, kini taganggam pado hambo, tak suko hambo marubahi, kok kanai sumpah dek rang tuo, labiah-labiah dek ayah kanduang, balun lamo baliau tinggakan, kini adatnyo kadirubahi, balunlah sanang hati hambo. Agaklah Sutan Maharajo Basa, dek lah sampik pamikiran, cameh didunia kalangkahan, tidak tajago buah rundiang, kato kalua tak diagak, kato sandiang lah malukai, syubahat kato lah mambunuah. Tapi dek diri Sutan Balun, lah paham didalam hati, bahaso lah tasasak, tidak diambiak pusiang bana, diraguak sajo elokelok, supayo uleh jan mangasan, jan tampak buhua babuku, tapi nan bana disabuik juo. Dek lamo ba rundiang-rundiang, sahabih raso dek Sutan Balun, nan takana dikatokan, sahabih tenggang jo kalaka, malakukan paham kabanaran, tidak juo dapek sambutan, bana tatulak kasamonyo. Nan diri Sutan Maharajo Basa, dek lah talampau sasak bana, talalu sampik kiro-kiro, tak dapek kato kapanjawab, kalua rundiang nan manyakik. Sampai tabincang katurunan, tasabuik asa jo usua, warih diayah jadi rundiang, basisiah lalu kawarih, turunan ayah mawarisi. Sutan Balun tidak bahak, manjujuang mangkuto karajaan,sabab ayahnyo bukan rajo, jan lai diharok nak kuaso. Itulah kato Sutan Maharajo Basa, kapado sudaronyo Sutan Balun, kato mamutuih rangkai hati, rundiang maracun parasaan, wallahualam kasambuahnyo. Agak lah diri Sutan Balun mandanga kato nan bak kian, dibao duduak manuangkan, ditahan hati dikaluakan, tidak dijawab rundiang kako, disabakan hati dilapangkan dado.
Tapi samantangpun baitu, walau bak mano manyabakan, tanamo nan umat nabi, nan anak surang manusia, jarang lauiknyo tak barombak, sarik padangnyi nan tak barangin. Sasaba-sabanyo hati, sakokoh-kokoh paham, namun hati tidak lah elok, sumbiangnyo musti maluak-i, rataknyo jarang tak mamacah. Baitu pulo dek Sutan Balun, sakadar rundiang nan tak bajawab, sakiro kato nan tak babaleh, batarimo jo bamanuang sajo, tapi dilahia nan tak mangasan, didalam dandam lah baramuak. Tapi dek rundiang badunsanak, nan budiman pulo urang nan luko, pado mandandam rusuah nan labiah, hibo hati dek rundiang kako, mumuak didalam paratian, kadalam jatuah aia mato, dilahia nan tidak mangasan, didalam luluah bagai tapuang. Jadilah diam kaduonyo, sorang tak ado nan mangecek, rundiang nan tidak baulasi kato tak ado sambuangannyo. Sadang didalam nan baitu, lalu tagak si Sutan Balun, lalu bajalan nyo sakali, tak rago mamintak izin, lah pai mamungguang sajo, turun dibao hati hibo, rusuah digumam samo surang. Lalu bajalan Sutan Balun pahilang-hilang hati nan rusuah, palengahlengah hati ibo, kok lai katanang pamikiran. Tiok nan rami lah dituruik, dituruik medan pagurawan, himpunan anak mudo-mudo, buliah basando jo bagurau, nak talengah hati ibo, dandam dihati kok lai hilang. Tapi dek luko lah mandalam, kato padiah manyingguang hati, kajiwa biso lakek, walau bak mano mampalengah, miki ba’alah kaparintang, tidak juo lah kataubek. Luko lah malinteh tulang, lah manubuak tulang hitam, sampai mamutuih rangko hati, mambao larat Sutan Balun.
Siang malam jadi pikiran, patang pagi jadi kiro-kiro, tak lupuik diangan-angan, tasurek didalam hati, wallahualam kalipuanyo. Bak duri didalam dagiang, bak tulang dalam rangkuangan, hancua duri mako kahilang, caia tulang barulah ambuah. Sadang kapado satu hari Sutan Balun duduak bamanuang, diragu paham nan talantak, datanglah ayah kanduang diri, sadang bamanuang duduak sorang, bak urang talantak paham, lalu diusua jo pareso, disudi lalu disiasek, jalan malereng nan nyo tampuah, tidak batumpu tapak sajo. Namun dek diri Sutan Balun dek kokoh mangunci paham, ayah jan tasingguang pulo, nan gaib tidak dilabiahkan, rundiang dijawab jo nan elok, kato babari jo nan baiak. Tapi dek Cati Bilangpandai, balum takilek lah takalam, bilangan rangkap tigo puluah, balum diliek lah tapaham, tampak alamat tampek tumbuah. Angan lalu pahamnyo lanteh Hiduik didunia dek lah lamo Anak diawan lalu linteh Ayah dibaliak itu pulo Agaknyo Cati Bilangpandai baliau urang biopari, pandai baandai lamak manih, cakap manariak hati urang, rundiang marayu paratian, dijuluak nan isi hati, nan batin simpanan paham. Pihak didiri Sutan Balun, walau paham lah dikunci, namun dek rundiang lamak manih, biopari pantun ibarat, pandai mambukak kunci hati, tasingkok juo nan disimpan, tabukak batin nan ditaruah. Raik kanduangan budi dalam, batin taruhan nan talinduang, dek elok juluak muluik manih, rayuan langgam buah rundiang, jadilah lunggga pabuhulan, lah ungkai kabek nan arek, sampai lah tangga kunci paham, batin lah lahia pado ayah, tangguangan diri dikatokan.
Sajak diawa mulo jadi dari asa tampat tumbuah, mangko karamuak paratian, lalu dicurai dipapakan, dibincang bana habih-habih, samiang kalam tak manyiso, buliah nak paham hati ayah. Mandanga uraian Sutan Balun, tamanuang Cati Bilangpandai, payahlah budi manyalisiak, rumiklah paham mampaberai, mambayang ratak kamamacah, sulik nan pandai nak santoso. Lorong sangketo nan tumbuahtu, dek diri Cati Bilangpandai, kajadi batu ujian, sabagai urang cadiak pandai, bagau jauhari jo budiman. Bijaksano tibo gunonyo, manenggang raso timba baliak, ratak jan sampai mamacah, sumbiang jan usah maluak-i, rumik bapikia nan budiman. Marusuah kusuik kok tak salasai, mambedo karuah tak kajaniah, dandam bangkalai tak kaputuih, itu nan labiah nyo susahkan. Awak rang gadang dinagari, tuah tabendang kalangik, cadiak tabincang kaalamko, jaranglah biang nan tak cabiak, sarik nan gantiang tak taputuihkan. Kinilah tibo didiri awak, antaro anak samo anak, anak tiri jo anak kontan, lah payah batenggang dalam gaib, tasasak paham jo bicaro, sungguah kok sulik batenggang tapi nan baban dibao juo, nan untuak, wajib ditariak, kusuik hutang manyalasai, karuah hutang mampajaniah, tangguangan bapak kaanaknyo, hutang dek urang sumando, didalam rumah jo tanggo, iyolah mangapa nan badarai, sarato mamiliah nan taserak, kusuik paralu disalasai, kok karuah wajib di janiahi. Dek diri Cati Bilangpandai, nan hutang lai dibaia, dicubo kusuik manyalasai, aia nan janiah didatangkan, adok kapado Sutan Balun. Tapi dek si Sutan Balun, tidak nan kato nan bajawab, bukan nan gayuang nan basambuik, sakik jo hibo nan di bincang, parasaan jiwa dilahiakan:
Nan sakik iyolah kato
Nan padiah hanyolah rundiang
Dek nan tajam tampak nan luko
Dek kato hati nan taguntiang
Nan mamalu iyolah tampak
Mahibo kanai dek kecek
Luko tubuah buliah ditambak
Luko hati jo’a diubek

Itu jawaban Sutan Balun kapado Cati Bilangpandai, mandanga jawaban nan baitu, lah sulik manjawab kato, payahlah Cati dek bapikia, mancari jalan nan kaelok, nak damai anak kaduonyo. Agak dek Cati Bilangpandai lah babagai ragam rundiang, lah bamacam buah andai, tipu rayuan nan pamujuak, biaso dek urang badunsanak, caro nan tumbuah kini nangko, bak lago sanduak jo pariuk, bagisia badan nan kareh , tapi tak dapek bacarai, kasamo manangguang angek dingin, tak dapek carai timba baliak, samo kahanguih katungku, kasansai didapua kaduonyo. Sangketo urang badunsanak bak cabiak-cabiak bulu ayam, ganggang tak rago dirapekan, pacah tak dapek baserak, ganggang tak mungkin barasiang, dek kuku manggauik gata, dek paruah mancotok bulu, kusuik lah salasai sajo, ganggang nan lamo rapek surang, baitu kato dari ayah. Tapi dek diri Sutan Balun, kok lamak tidak talulua, kok manih balun taraguak, batulak sajo rundiang ayah, hati ibo balun taubek.
Itu jawaban Sutan Balun kapado Cati Bilangpandai, mandanga jawaban nan baitu, lah sulik manjawab kato, payahlah Cati dek bapikia, mancari jalan nan kaelok, nak damai anak kaduonyo. Agak dek Cati Bilangpandai lah babagai ragam rundiang, lah bamacam buah andai, tipu rayuan nan pamujuak, biaso dek urang badunsanak, caro nan tumbuah kini nangko, bak lago sanduak jo pariuk, bagisia badan nan kareh , tapi tak dapek bacarai, kasamo manangguang angek dingin, tak dapek carai timba baliak, samo kahanguih katungku, kasansai didapua kaduonyo. Sangketo urang badunsanak bak cabiak-cabiak bulu ayam, ganggang tak rago dirapekan, pacah tak dapek baserak, ganggang tak mungkin barasiang, dek kuku manggauik gata, dek paruah mancotok bulu, kusuik lah salasai sajo, ganggang nan lamo rapek surang, baitu kato dari ayah. Tapi dek diri Sutan Balun, kok lamak tidak talulua, kok manih balun taraguak, batulak sajo rundiang ayah, hati ibo balun taubek.
Hanyo nan jadi buah kato dek diri Sutan Balun, kapado ayah kanduangnyo, pintak jo pinto nyo unjuakan, mamuhunkan izin jo rela. Kato sapatah dari ayah, rundiang sabuah dari bapo, nan barupo kaizinan, malapeh anak kabajalan, kamaninggakan korong jo kampuang sarato ibu jo bapak, diateh rumah jo tanggo. Baru tasabuik handak pai , handak manjajak tanah rantau, dek diri Cati Bilangpandai, ditahan diambek bana, diuraikan mularat jo manfa’atnyo, izin tak namuah nyo mambari. Tapi sungguahpun baitu walau ayah manahani, mahambek bajalan jauah, Sutan Balun tak suko suruik, hati lah tunggang nak bajalan, tak dapek ditahan lai. Pihak dek Cati Bilangpandai, lah agak tagamang parasaan, kacarai jo anak kanduang, nan sadang dalam asuhan, diaja bapak kanduang diri. Warih nak turun pado anak, nak bajawek pandai ayah, hilang bapak tingga dianak, kajadi pidoman hiduik, nak salamat anak ditinggakan. Asa bajalan indak jadi, bajanji Cati Bilang pandai, nan karuah kadijaniahi, kok kusuik ayah manyalasai, antaro anak kaduonyo. Walau baitu manghalangi, aia nan janiah didatangkan, nak samo aman timba baliak, rakyat nan banyak nak santoso, namun dek diri Sutan Balun, batulak juo kato ayah, jo papatah gayuangnyo sambuaik:
Hati hibo mambao jauah
Sayang dikampuang tingga-tinggakan
Hati luko mako kasambuah
Tacapai niat jo tujuan

Kok banyo balun baitu, awak sanang kaleso tibo, badan rabah mato tak lalok, makan banyak litak balabiah, paruik gambuang hauih tak lapeh, maklumlah ayah tantang itu, baitu papatah nyo katokan, tangguangan diri batang tubuah, pangalaman hati dalam hiduik, tumbuah dek raso jo pareso, dibudi dalam nan jauhari. Mandapek jawaban nan bak kian, tantangan Cati Bilangpandai, habihlah aka dengan budi, ditahan tidak tatahan, hilanglah tenggang jo bicaro, walaupun rusak dalam hati, binaso nan kirokiro, tapaso izin dibarikan, dilapeh juo nyo bajalan. Pihak didiri Sutan Balun, barulah dapek izin relah, dari ayah kanduang diri, lah sanang badan diri, suni didalam kirokiro, katiko elok dinantikan. Lah datang hari nan baiak, katiko elok lah nyo datang, sasudah bajawek tangan, Sutan Balun jo ibu bapak, turun dijanjang rumah andeh, lalu bajalan maso itu, pai tak rago jo mufakat, antaro duo badunsanak, sapatah tidak babarito, tando adiak lai bakakak, kaadaan nan bak kian dek diri Sutan Balun lah dikasad disingajo, jadi kilek bayangan contoh, panyingkokan paham nan dikanduang, kapado kako nan saibu, nak samo diraso akibatnyo. Sapaningga si Sutan Balun, pihak di Sutan Maharajo Basa tapikia tamanuang surang, tidak disangko nan baiko, sangketo adiak dengan kakak kasampai batulak balakang.
Maniliak rupo dinan lahia, kokoh pandirian Sutan Balun, mamacik paham jo pandapek,tampak amuah bapatah batu, nyato suko baputuih rotan, antaro awak badunsanak, timbualah rusuah dalam hati, takana kato nan tadorong, dek diri Sutan Maharajo Basa, tapi tak ado paidahnyo, sasa kudian tak baguno, lah bakaua dibaliak mati, kahiduik nan tak kamungkin. Kinilah ragu tingga surang, kawan baiyo nan lah hilang, sampik kamalah kabatinggang, sasak aka kama kabaiyo, lah banyak manuang tiok hari.
Tasabuik diri Sutan Balun, salangkah turun dari janjang, tekad bulek pangana satu, asa balun kasampai nan dicinto, marubah corak korong kampuang, haram dijajak Pariangan, tidak ditampuah Padang panjang, baitu paham Sutan Balun. Manuruik warih nan dijawek, pituah guru ditarimo, dalam tambo nyato takarang, tantangan diri Sutan Balun, barulah turun dari janjang, malalui koto jo nagari, tidak sorang juo urang nan tahu, bahaso baliau kabajalan, kampuang katingga hanyo lai. Lapeh nan dari Padang Panjang manurun dari Pariangan, nan tak malengong kabalakang, labuah nan panjang dihiliakan, malalui ranah Limo kaum, handak manampuah Batutaba, manuju jalan ka Ombilin, Muaro Sijunjuang nan diagak, Hilia Kuantan Batanghari, nak lalu katanah Riau, kamanampuah Pulau Tujuah, tanah Malako kadituruik, masuak Nagari nan Sambilan. Sampai disitu Sutan Balun, lah sudah lauik dilayari, lauik Malako lah ditampuah, masuak ka Johor Simananjuang. Sajak dikampuang jo halaman, sampai manampua lauik dalam, ombak nan gadang lah didugo, babagai parasaian nan ditangguang, sansaro dalam pajalanan. Baitu pulo pamandangan, baiak dirimbo jo di lauik,didalam alam tanah darek,tiok pulau nan tampek singgah, babagai rupo nan tampak,corak jo ragam pamandangan.
Dek diri si Sutan Balun, manjadi isi pangalaman, tangguangan jadi pangajaran, manimbuakan isi buah pikia, dikato papatah baliau lahiakan, Lamo hiduik banyak dirasai, jauah bajalan banyak nan diliek, Itulah rundiang Sutan Balun, tasurek didalam hati, balun manjadi buah kato, dikampuang baru dilahiakan, jadi ulemu jo pituah, dalam papatah diuraikan, Sudah di Johor tajalani, sambia maliek jo mamandang maniru caro rang disitu, nan elok patuik dicontoh, kapangalaman baka pulang, ditaruihkan pulo pajalanan, batulak si Sutan Balun, Manuju Kelang tanah Perak, sampai ka Pahang ka Patani, ka Kedah Kuala Lumpur. Habih tajajak tanah Simananjuang, tatumbuah Malako kasamonyo, lauik jo darek lah taturuik, dialiah arah jo tujuan, ditinggakan Pahang jo Patani, sarato Johor Simananjuang, batulak di Perak tanah Kelang, manuju Siam tanah Bangkok, Niat ndak ka Makau nak nyo sampai, ditampuah Liuang banda Cino, dunia ditimua nak dipandang, bakeh maniru manuladan. Agaklah diri Sutan Balun, dek tatakan raso hati, lah tibo hati dinan randah, tapi cinto samakin tinggi, kanan baiak pahamnyo labiah. Dek lamo lambek nyo dijalan, alam nan leba lah dijajak, koto nan rami lah tatampuah, sambia maliek jo mamandang, manambah ulemu kapandaian, batambah sarek isi dado. Habih hari babilang pakan, habih pakan bahetong bulan, kinilah sampai bamusim, lah batahun nyo dirantau.
Sadang kapado suatu hari , sadang tamanuang duduak sorang, takana jo ibu bapak, tacinto jo korong kampuang, tabayang halaman rumah tango, rindu dikampuang tak kapalang, tampak tabiang nan baliku, nyato tanjuangnyo nan bakelok, sarato labuah jo tapian, raso diruang mato bana. Dalam dibimbang nan bak kian, taraso bana alam hati, walau bak mano panangguangan, miki sakik ataupun susah, sanang jo seso badan diri, nan tampat darah tatumpah, tak mungkin lipua dipangana. Raso nan timbua caro itu, nan tarasam pado diri, manjadi ulemu jo pandapek, dalam papatah nyo sabuikan. Hujan batu dikampuang awak Hujan ameh dirantau urang Walau bak mano miskin awak Tacinto juo dagang nak pulang Itu papatah nan dibuek, dapek dirantau dalam raso, masuak kahati dirasoi, nan tidak masuak kahati dirasoi, nan tidak mungkin talupoan, darah disitu tatumpahnyo. Tasabuik diri Sutan Balun, lah pueh mancawang alam leba, pasai manjajak rantau urang, lah mangaliliang tanah Cino, lah duo tahun jo katigo, bacarai jo korong kampuang.
Salamo dalam pajalanan, tidak nan lain nan pangana, hanyolah ulemu nan diangan, dituntuik dimano ado, untuak dipakai diamalkan. Dalan macam ragam ulemu, nan labiah jadi paratian, iyolah caro banagari, corak ragamnyo pamarentahan, baiak ditantang undang-undang, atau di hukum jo mahukum, sarato timbang jo manimbang. Sawajah tantang nan baitu, rasonyo lah labiah dari cukuik, ibarat lah panuah lah malimbak, kok hukum nan amuah tahan bandiang, bana lah dapek tahan sudi. Sabab dek alah nan baitu, lah kokoh paham dikanduangan, diam dilauik tak barombak, tagak dipadang tak barangin, kok hitam lah amuah tahan tapo, putiah lah buliah tahan sasah, tak dapek tak ujam lai. Alah nyo pikia habih-habih, lah ditimbang sudahsudah, lah tabuak dalam kiro-kiro, mancapai niat nan dahulu, cinto tujuan nan saisuak. Bangkalai niatan cinto hati, sadang tagamba ditinggakan, paham talantak dek salisiah, hawa napasu mahalangi, cameh didunia kalangkahan, dikuakan bana kabalakang. Namun dek diri Sutan Balun, kokoh mamacik kabanaran, mati manusia dek pandapek, mati kuau dek buninyo, amuah larat dari kampuang, mancari tenggang jo kalaka, manambah aka jo budi, cinto nan baiak nak nyo langsuang, bana talintang naknyo lalu, nan malintang nak nyo patah, supajo nan hak nak bajalan. Lah habih pikia dalam hati, paham didado tak bakucak, pangana bulek nak nyo pulang, lah kareh bana saruan kampuang, dusun nagari lah ahimbau, dilahia nan tak kadangaran, dibatin panggia nan lah kareh, tak dapek ditahan lai.
Lah sadio Sutan Balun, dicukuikan barang salangkoknyo, nan tidak-tidak dikampuang, nan larang-larang diawak, nan ganjia-ganjia dibao pulang, kabuh tangan kakampuang, paisi baso jo basi, pado dunsanak timba baliak, tando mato dari rantau. Lain nan dari pado itu, nan tak tak dapek ditinggakan, pamenan patang jo pagi, kaganti kawan nan satia, anjiang tabao dari Siam, hitam kumbang panjang bulu, badan gadang talingo kulai, bapusa-pusa didaguak. Tupai nan sadang mamanjek, jatuah dek salak anjiang kumbang, salak gadang suaro kareh, laku elok pantang tasingguang, tak amuah ranggang jo tuannyo. Salamo jo Sutan Balun, bapantang carai agak satapak, lah bak tubuah jo bayang-bayang, kakampuang dibao juo, hilang jo nyawa mangko carai.


IV. Nan Tareh Tatap Kamarapuang
Batamu dalam papatah, didalam patitih kato adat, caro di alam Minangkabau, nan bak andai jo gurindam:
Satinggi-tinggi malantiang
Lah tibo diawang-awang
Suruiknyo katanah juo
Sahabih canggah nan jo rantiang
Ditateh kulik jo batang
Tareh panguba lah basuo
Satinggi-tinggi bangau tabang
Babaliak juo kakubangan
Walau jauah dirantau urang
Pulang kakampuang jo halaman

Papatah patitiah nan baitu, ramalan budi Sutan Balun, jatuah lansuang kausaho, diamakan sampai kakampuang, isuaklah baru mangko nyato. Tibo dikampuang jo halaman, dirunuik bana nan dahulu, ditagakan kato nan hak, bana disitu kamambangun, nan tareh disanan marapuangnyo. Itulah sabab karanonyo, deklah bacinto adok pulang, nak mambaiki adat nan bapakai, tariak baleh nak nyo habih, nak aman anak kamanakan, jan rugi koto jo nagari, hokum nak tibo dinan baiak. Malah tibo di Pariangan, lah sampai di Padang Panjang, ditutuah dahan nan mahambek, ditateh cangga jo rantiang, dinyatokan lahia nan jo batin, tibo nan hak pai bata, itulah jalan kanyo tampuah. Lah tibo hari elok, lalu malangkah Sutan Balun, maninggakan Liuang banua Cino, balaia tunggang madok pulang, manyonsong ombak lauik Cino, manampuah riak jo galombang. Salamo dalam pajalanan, rintang dek pikia siang malam, bimbang mangana nan katumbuah, raso lah tampak nan katajadi, rancangan alah jo pabuek, dirumah tingga malakukan. Lah lamo ditangah lauik, dapek angina lajulah dandang, tanang angina takatuang-katuang, babapo nyo ombak mahampehkan, tapi tujuan tidak barubah, pidoman pitunjuak lah diganggam. Dek lamo dalam palayaran, jauah lah basarang hampia, lah tingga lautan Cino, handak manjalang Pulau Tujuah, kinilah lapeh dari situ, manuju Riau hanyo lai, dek pikiran lah dikampuang, lah lupo babilang hari tak tantu pakan nan talampau, lauik Malako lah talansuang, lah masuak lauik Karimun, kapulauan Riau dilalui.
Disitu barunyo tasintak, dari lamunan buah pikia, udaro kampuang mambangunkan, lapeh nan dari lauik barombak, lalu manampuah tanah darek, muadiak Kuantan Batang Hari, masuak kaalam Minangkabau, ka Sijunjuang Koto Tujuah, tibo di Luhak Tanah Data. Lah sampai kakorong kampuang di Pariangan jo Padang Panjang, naiak kaateh rumah tango, jo ayah bajawek tangan, bakato Cati Bilangpandai: Syukurlah buyuang lai babaliak pulang, disangko bak batu jatuah kalubuak, bak hujan jatuah kakasiak, tidak katimbua-timbua lai. Mandanga kato nan bak kian, manjawab pulo Sutan Balun: Kato ayah sabananyo kok tidak lautan kapitunjuak, antah tatampuah adok pulang. Mujua ditangah lauik Cino, dapek maniru manuladan, riak galombang pamandangan, alam nan leba kapitunjuak. Tampak ditangah lauik dalam, sangketo riak jo galombang, dandam ombak jo pasia. Sapasai riak mamacah, dek ombak baguluang juo, bak ombak parang jo pasia, antah pabilo kadamainyo, tapi dek angin nan sasinga, ditiup angin kaudaro, tabang mambubuang jadi awan, manjalang naiak kaudrao, lah dingin paneh nan sasinga, dek lah dingin udaro sajuak, turn kabumi jadi hujan, jatuah kadalam rimbo dalam, suruik kaasa jadi aia, hilia manjadi anak sungai, kalauik juo kumbalinyo, itu dek hambo jadi tuladan, buliah didalam pajalanan, tampak dirantau tanah Cino, patuik ditiru jo dicontoh, itu nan hambo amakan, cinto kaayah labiah pulo, rindu kamandeh nan mahimbau.
Mandanga jawaban Sutan Balun galak bagumam rang tuonyo, bacampua suko jo duko, aia mato cucua ndak nyo kana. Suko mandanga buah handai, kato kiasan jolong tumbuah, isi pandapek pangalaman, mambayang batin kanan tahu, tampak dek pandangan hati, panuah malimbak kanan lahia. Rusuah mamikia kanan datang, apokoh garan kalanjutannyo, kilek rundiang manuju paham, baying kato dalam ma’ana, rumik nan pandai mandalami,payah budiman manyalisiak.
Agaklah hari nan saharitu, tampek sapinteh dek rang kampuang, Sutan Balun nan lah babaliak, tahu sorang tahu baduo, lah rewak sapanuah kampuang, tabatiak hiia jo mudiak, tabendang masuak nagari. Tasabuik urang nan banyaktu, samo baniat nak manjalang, nak maninjau Sutan Balun, hubungan batin nan manyaru, budi bicaro nan dahulu, paham nan baiak nan mamanggia. Dek dubalang jo ampang limo, lalu dihimbau dikatokan kapado Sutan Maharajo Basa, bahaso lah pulang Sutan Balun. Pihak dek Sutan Maharajo Basa, baru mandanga kaba itu, suko hati bukan kapalang, babaliak sumarak kampuang, timbua harapan maso datang, karuah kajaniah diharokan, suruik bak caro nan saisuak, antaro awak badunsanak. Dirumah mandeh Sutan Balun, urang lah siliah baganti, lah pai-pai datang, tibo ampek pai batigo, lah panuah rumah nan gadang, maliek dagang jolong pulang.
Tasabuik Sutan Maharajo Basa, sangatlah ingin dalam hati, kareh cintaan kiro-kiro, nak batamu jo adiak kanduang,untuak baandai bahadapan, barundiang batamu muko, mauleh guntiang nan lah putuih, manyambuang tali kasiah sayang, hubungan awak badunsanak. Jajak tatukak tasindorong, dek capek kaki tak diagak, mandaki nan lincia kandak hawa, sampai jatuah kanan buruak, tajun kajurang papacahan, kangarai sangketo hati, kini baniaik nak mambaiki.
Langkah tadorong nan dahulu, lah patuik bana disuruikan, nak lipua jajak nan tak elok, maso sangketo jan balamo, nak aman koto jo nagari, samo babaliak kanan bana, itu nan labiah niat hati. Sabalun baliau pulang, manamui adiak kanduang diri, disuruahlah dubalang manyampaikan, bahaso baliau balun pulang, batamu muko jo dunsanak, rago mananti tamu pulang, sanang barundiang bapaserak. Titah baturik dek dubalang, lalu bajalan maso itu, manuju tampat Sutan Balun, dirumah Puti Indahjaliah, ibu Sutan Maharajo Basa sarato jo Sutan Balun. Dek lamo lambek bajalan, lah tibo tangah halaman, lalu naiak nyo sakali. Tibo diateh rumah gadang, salam taunjuak dek dubalang, lah sampai bajawek tangan, duduak batutua jo barundiang, samo jo tamu sabanyaktu. Dek dubalang nan pisuruah, disampaikan pasan Sutan Maharajo Basa, kapado adiaknyo Sutan Balun.
Lah sabanta kecek mangecek, tanyo mananyo kaadaan, pangalaman hiduik timba baliak, salamo bacarai-carai. Dek diri Sutan Balun sambia manyalam minum aia, dalam barundiang nan baitu, ditinjau salamo nyo tinggakan, caro mauleh tak mangasan, bagai mambuhua tak babuku, kaadan Sutan Maharajo Basa, lahia jo batin disalami. Dek elok juluak jo kaiknyo, muluik manih bicaro haluih, jadi kunci pambukak paham, taruah dubalang bak katidiang, saketek tidak nan manyiso, tidak nyo sadari lah tabincang, kapado diri Suatn Balun.
Mandanga uraian dari dubalang, pihak didiri Sutan Balun, galak bagumam dalam hati, batin taruhan lah taruwah, simpanan paham lah tasingkok, paham Sutan Maharajo Basa, alah ma’alum dalam hati. Lah lamo barundiang-rundiang, lah pueh babincang-bincang, pihak didiri Sutan Balun, dalam barundiang jo batutua, kiro-kiro kamari pai, pangana bajalan juo. Mamikiakan jalan nan kadituruik, mancari ba’a nan kaelok, nak lahia bukti nan nyato, nan jaleh tampak dek rang banyak, salahnyo undang-undang tariak baleh, tidak mambao kanan baiak, sakik surang sakik baduo, hilang nan mati dek tabunuah, nan mambunuah kahilang pulo, mampabanyak karusakan, paham handaknyo urang nagari, nak langsuang tujuan nan dahulu. Dalam dibincang nan bak kian, pihak didiri hulabalang, dek pueh barundiang-rundiang, titahpun sudah tajalankan, lalu mamintak izin rela, handak babaliak hanyo lai, pulang katampat kadiaman. Lah buliah izin nan nyo mintak, turun dubalang maso itu, lah tingga tamu nan lain, barundiang jo Sutan Balun. Pihak dek diri Sutan Balun hatinyo arok-arok cameh, mananti Sutan Maharajo Basa, tapi nan tidak kunjuang tibo, mungkin bak kato hulubalang, rago mananti urang langang,habih urang ateh rumah, tidak batamu nan taduduak, nak suni duduak mangecek, jan lahia didanga urang.
Baru takana nan baitu, sanang juo dalam hati,lambek datang lai katibo, lambek lago lai kamanang, nantikan sajo katikonyo. Namun barisuak pagi hari, Datanglah Sutan Maharajo Basa, pulang karumah mande kanduang, maliek adiak jolong pulang, baru babaliak dari jauah, lah lamo dirantau urang. Lah sampai batamu muko, lalu bajawek tangan, galak babaua jo tangih, bak paneh manganduang hujan, wallahualam raso hati, pulang pahamnyo kajauhari.
Raso hati nan bak itu, biaso bana tajadinyo, didorong suko basasalan, lah rapek ganggang salamoko, antaro awak badunsanak. Buruak disangko tak kaelok, ratak bak raso lah ka pacah, sakik disangko tak kasambuah, kini nan jauah dahulu, lah bak ayam pulang kapautan, lah patuik basuko hati, lahia kagalak nan bagumam, sanyum dibibia manunjuakan. Dek takana asa jo mulo, asanyo ratak nan katumbuah, mulonyo nan rapek kajadi ranggang, sasalan tibo dalam hati, sadang suko itu tapikia, basabuang didalam hati, batin rohani manangguangkan. Lah sudah bajawek tangan, duduak basamo tangah ruamah, kecek-mangecek jo dunsanak, tanyo batanyo kaadaan, nan dirantau jo dirumah, timba baliak samo mambari, sananglah hati kaduonyo.
Dalam barundiang maso itu, tidak nan lain nan tabincang, samato tando samo suko, samo manampakan muko janiah, mambayangkan suko timba baliak, tidak manyimpang kanan lain. Sapasai dek barundiang-rundiang, dek mandeh nasi lah tahedang, lah samo makan kaduonyo, sarato ibu jo ayah, jo kaum karabat nan basamo. Sasudah makan jo minum, turnlah Sutan Maharajo Basa dari rumah mande kanduang, mangiriang dubalang dibalakang, Sutan Balun mahantakan, turun sahinggo laman panjang, tando dibatin diharagoi, hormat kapado kako tuo. Bajalan Sutan Maharajo Basa,dubalang mangiriang dibalakang, manuju kapintu korong, dilaman rumah nan gadang. Tatkalo samaso itu anjiang nan kumbang panjang bulu, sadang lalok-lalok ayam, didakek jalan pintu korong, sabagai panjago urang masuak, sadang tapauik jo talinyo. Tibo dubalang tantang itu, mamandang elok anjiang kumbang, tatariak hati nan didalam, timbualah ingin bapamenan, tali baniat nak mangganggam, lalu dituruik dihampiri. Lah dakek katalinan tapauik, tangan manjambo nak mangakok, anjiang mamandang kadubalang, sambia maliek katuannyo. Maliek rupo nan bak kian, dek diri si Sutan Balun, anjiang dikijok jo isyarat, kumbang disuruahnyo mamberang, manggigik dubalang Sutan Maharajo Basa. Tantangan kumbang panjang bulu, sajak ketek jo Sutan Balun, masak ajaran sajak jolong, baru dikijok nyo lah tahu, lah mamberang kumbang sakali, sambia malompek kadubalang, gigi nan tajam lah malukoi, jantuang batih lah kanai saying, tasirah darah nan mahilia, parah dubalang luko kaki.
Baru dubalang lah tapakiak,nan diri Sutan Maharajo Basa lalu malengong kabalakang, baitu pulo Sutan Balun, capek mangajanyo sakali. Lorong dek diri Sutan Balun, diambek anjiang dimarahi, dialiah pautan kanan asiang. Sasudah anjiang dipauikan, diliek luko dubalangtu, lalu diubek ditawari, tapi lukonyo nyato dalam, payah dubalang manangguangkan. Mamandang kajadian nan baitu, pihak didiri Sutan Balun, manaruah hibo dalam hati, jatuah kasihan kadubalang. Tapi tapaso dilakukan, untuak manjadi kanyataan, nak tacapai cinto nan baiak, bangkalai tujuan nan dahulu, nak langsuang dimaso kini, rakyat nan banyak nak santoso, nak aman koto jo nagari.
Agaklah dihari nan saharitu, urang nagari lah mulo datang, handak manamui si Sutan Balun, mamandang luko dubalang, lah rintang dirago itu pulo, samo rusuah mamandangi, lah lalai naiak karumah. Kaba barito bahayotu, lah tewak sapanuah kampuang, lah kambang masuak nagari, urang nan datang kakian, lah ingek manjago diri, jan maampiri anjiang kumbang.
Namun nan tumbuah malang nantun, lah manjadi buah bibia, jadi pamikiran cadiak pandai, dubalang lah nyato taaniajo, digigik anjiang pamenan, patuik dituntuik urang nan punyo, aia nan janiah nak nyo dapek, salah jo bana nak tarupo. Nyato salah patuik dihukum, luruih hutang wajib dibayia, adia nak tabao ditampatnyo, disiko tampat urang maninjau, mancubo rang gadang nan baduo, ba’ako tumbuah nan baiko, anjiang baliau nan manggigik, dubalang urang nan taaniajo. Laiko undang dikarasi, sudi siasek lai bajalan, hukum batimbang lah ko garan, ataukah tingga tanang sajo, kok tibo diparuik dikampihkan, tibo dimato dipiciangkan. Itu dek umum nan tapikia, samo mananti maso itu, kudian baru mangko nyato, saat kutiko balun lai jaleh.
Agaklah Sutan Maharajo Basa, lah senjang sagalo bedo, lah sulik kamari antah, rumik bapikia dalam hati, payah batenggang dalam gaib. Kok tidak ditimbang diadili, tidak diusua jo pareso, dimano hukum kabajalan, umum maraso dalam hati, tak sanang rakyat dalam nagari, hilang picayo kanan tuo, tampan nagari tak salasai. Kok dibao kabalairong, didakwa Sutan Balun, cameh tasingguang adiak kanduang, rusuah kok ratak duo kali, nan lamo luko balun lai sambua, ganggang baru kabatuik, kini kabaulang pacah, itu nan labiah nyo pikiakan. Dalam tanang aniang sajo, Sutan Balun lah nyato paham, tampak manggamo nan kuaso, gamang Sutan Maharajo Basa, manjadikan pakaro nan tumbuahko. Alah sahari duo hari, lah labiah dari tigo hari, sasudah sangketo tumbuah, usua tidak pareso tidak, dek Sutan Maharajo Basa, lah tarapuang-apuang tak anjuik, tarandam-randam tak basah, lah ragu hati Sutan Balun, urang banyak baitu pulo. Pihak dek diri Sutan Balun, dek tak sanang dalam hati, cinto niatan nan tak kalangsuang, lalu dituntuik ditabikan, kapado Sutan Maharajo Basa.
Sampai disabuik nan taraso, malangko kok tidak diurusi, mungkin rakyat hati tak sanang, habih picayonyo kasudahan, kapado rang gadang nan kuaso, pucuak pimpinan dinagari. Kalau tasuo nan baitu, lah nyato gadang mularatnyo, hilang darajat pamarintah, Maharajo Basa manangguangkan. Baru mandapek rundiang itu, tapaso Sutan Maharajo Basa, malangsuangkan jadi parkaro, nak aman koto jo nagari. Lah sampai limo hari ganok, sasudah anjiang manggigik tu, basidanglah urang nagari, dubalang jo ampang limo, jo manti pagawai adat, diateh balai balairong, nan banamo balairong sari, tampatnyo di Tabek nagari Limo Kaum. Kutiko disidang nan rapek tu, urang didalam korong kampuang, samo ingin nak mandanga, banyak nan datang kabalai tu, maliek urang bapakaro, mananti putusan hakim, apo hukuman nan ka jatuah, dimano kubangan undang. Lah rapek sidang balairong, lalu diusua dipareso, sampai dakwa lah bajawab, usua pareso lah bajalan, tuntutan kapado Sutan Balun, salah dek anjiangnyo lah manggigik, tuduah kainyo tatapeknyo. Namun dek diri Sutan Balun, diakui anjiangnyo nan lah manggigik, sampai marusak malukoi, dimuko umum nan basamo. Sutan Balun nan manamoi, kajahatan nan caro itu, ” undang putiah tabang siang” tali banang tambangnyo tulang, tabangnyo manangah koto, hinggok dikayu maranggeh, basuluah matohari, bagalanggang mato urang banyak, tak dapek batidak lai.
Tapi sungguahpun baitu, cubolah samo didalami, undang siapo nan mambuek, pi’il siapo nan marusak, sampai manyakik malukoi, luruihlah waknyo nan didakwa. Kiniko anjiang nan manggigik, itu nan patuak kadidakwa, cukuik sarat jo rukunnyo, tak dapek kamungkia lai, kini dakwa nan mandating, adok kadiri Sutan Balun, tidak baliau manarimo, dakwanyo tulak dengan nyato, anjiang nan patuik kadidakwa. Pihak diumum nan rapektu, tasabuik nan duduak dalam sidang, sarato urang nan mandanga, samo maiyokan kasamonyo, kanyataan rundiang nan katangah, dari jawaban Sutan Balun. Pihak disidang karapatan, mandanga dakwa jo jawabnyo, tatariak bana pamikiran, samo sapaham urang banyak, mambatuli jawab Sutan Balun, luruih dakwa ditulaknyo, anjiang babuek kajahatan, disitu dakwa takanaknyo. Sajak paningga Sutan Balun, urang banyak dalam nagari, taragak sungguah dalam hati, nak mandanga pandapek Suatn Balun, sabab salamonyo tinggakan, rapek hilang sumaraknyo, lah hilang ayam nan pautan, kukuak tak tadanga lai, sunyi sajo digalanggang, dingin didalam karapatan. Kiniko mulo jolong tibo, lah tibo sakali sangketonyo, nan sulik jarang tumbuahnyo, itu nan labiah manariak, nak maliek jo mandanga, buah putusan nan katibo. Dalam diragu nan baitu, pihak didiri Sutan Balun, lalu pandapek dilahiakan, kapado sidang nan basamo. Manuruik paham Sutan Balun, tantangan kajahatan nan tumbuahko, lah basuluah matohari, dimuko umum nan basamo, anjiang nan manggigik dubalangko, hakimpun samo mamandangi. Sabab karano damikian, walau tidak usua jo pareso, tidak dakwa dengan jawab, salah lah nyato pado anjiang, nan malakukan kajahatan, malangga aturan undang-undang, lah tampat hokum badirinyo, wajib dek hakim mamutusi, manjatuahkan hukum kanan salah, mintak supayo dilakukan. Sasudah pandapek nyo lahiakan, dek diri Sutan Balun, surangpun tidak manyalahi, sasuai jo paham nan basamo, hukum lah patuik dijatuahkan, kahakim pulang karajoko. Baitu kato kabulatan, diunjuakan pado kanan kuaso, iyolah kapado Sutan Maharajo Basa.
Pihak didiri Sutan Maharajo Basa, ditiliak tata barih hukum, nan banamo tariak baleh, lah senjang bana malakukan, urang nan kamanggigik anjiang, mungkin lai patuik atau tidak, urang nan banyak pahamnyo samo, disa’at nan nyato caro itu, Sutan Balun mauling usua nan saisuak, nan tatulak dahulunyo, dek Sutan maharajo Basa. Pihak dek umum sabanyaktu, sasuai paham kasamonyo, manuruik usua Sutan Balun, sampai diunjuak dilansuangkan, kapado Sutan Maharajo Basa, pihak di Sutan Maharajo Basa, sanan tak dapek bakisa, tak mungkin mailak lai, tariak baleh wajib dicabuik, dicari nan lain kagantinyo, nan adia sarato mauntuangkan, kapado rakyat jo nagari.
Disa’at katikotu insyaflah diri Sutan Maharajo Basa, dipham salah nan dahulu, hawa napasu dituruikan, rusuh didunia kalangkahan, dangki diadiak kabatuah, kinilah baru disasali, jahek sangko nan saisuak, lalu dibuang hanyo lai, dituruik paham nan basamo, manarimo anjuran Sutan Balun, kini basamo mamikiakan, bulek nak tibi goleknyo, tasuo kato nan dahulu:
Nan bana tidak barubah.
Nan tidak ratak diambalau.
Haram kok kuniang dek basadua.
Walau bamusim dalam tanah.
Miki batahun dalam tanah
Nan tareh paralu timbua



V. Timbuanyo Tuah Sakato (Demokrasi)
Sasudah paham lah saukua, kato mupakat nan lah dapek, rundiang nan tidak basalisiah, lahia jo batin lah sasuai, banalah timbua sandirinyo, rapek sudah sidang lah usai, lah pulang urang kasamonyo, corak nan baru dinantikan. Pihak dek diri Sutan Balun, kato supakaik nan lah dapek sananglah raso dalam hati, tareh tabanamlah tarapuang, tujuan baiak lah tacapai, lah lansuang nan kandak bana, nan bak gurindam adat:
Nan bana tak lakang dek paneh
Nan tak lapuak dek hujan
Walaupun napasu nan mambateh
Hancua luluah dek kanyataan

Duo hari cukuik katigo, sasudah paham sukuran, lah samo bapikia panjang, urang nan duo badunsanak, mancari jalan kabaiakan, untuak panuka undang-undang. Tibo dihari nan katigo, datanglah Sutan Maharajo Basa, manamui Sutan Balun, handak maulasi rundiang nan tagantuang, marancang kaganti tariak baleh. Lah sampai batamu muko, dek diri Sutan Maharajo Basa, lalu disabuik nan taraso, supayo sagiro disiapkan, jan lamo takatuang-katuang, dek diri Sutan Balun, samo takana nan baitu, hanyo nan labiah dahulu, manuruik pandapek pamikiran, nak suni duduak barundiang, elok barundiang bapaserek, ado tampatnyo nan tatantu. Sawajah tantangan itu, sasuai paham kaduonyo, nak batampat bapalantakkan, nak babakeh bakadiaman, atah jo bareh nak tasisiah, dadak jo sakam nak basibak. Dicarilah rundiang jo nan elok, tampat nak baiak talataknyo, babiliak ketek babiliak gadang, banan sabinjek nan sakapa, nan sakauik nan saganggam, nak jan taruah bak katidiang, jan tasuruak bak anjalai, supayo kaumum jan badatiak, simpanan paham nak nyo kokoh.
Duo hari cukuik katigo, sasudah paham sukuran, lah samo bapikia panjang, urang nan duo badunsanak, mancari jalan kabaiakan, untuak panuka undang-undang. Tibo dihari nan katigo, datanglah Sutan Maharajo Basa, manamui Sutan Balun, handak maulasi rundiang nan tagantuang, marancang kaganti tariak baleh. Lah sampai batamu muko, dek diri Sutan Maharajo Basa, lalu disabuik nan taraso, supayo sagiro disiapkan, jan lamo takatuang-katuang, dek diri Sutan Balun, samo takana nan baitu, hanyo nan labiah dahulu, manuruik pandapek pamikiran, nak suni duduak barundiang, elok barundiang bapaserek, ado tampatnyo nan tatantu. Sawajah tantangan itu, sasuai paham kaduonyo, nak batampat bapalantakkan, nak babakeh bakadiaman, atah jo bareh nak tasisiah, dadak jo sakam nak basibak. Dicarilah rundiang jo nan elok, tampat nak baiak talataknyo, babiliak ketek babiliak gadang, banan sabinjek nan sakapa, nan sakauik nan saganggam, nak jan taruah bak katidiang, jan tasuruak bak anjalai, supayo kaumum jan badatiak, simpanan paham nak nyo kokoh.
Dek elok kato mipakat, dek baiak rundiang baiyo, dapeklah paham nan saukua, sasuai bana kaduonyo, Balairong Sari dijadikan. Nan Balairong Sari, panjang nan tujuah baleh ruang, diambiak saruang nan ditangah, dibao ka Pariangan, banamo Balai nan Saruang, katampat barundiang bapaserek, bakeh marancang undang-undang. Disitulah dirangkakan Budi Nan Curiga, aka kasuluah panarangi, jalan tujuan nak nyo nyayo, mancapai syariat kandak bana.
Balairong Sari nan anam baleh ruang, nan tingga di Tabek Limo Kaum, lah jadi tabagi duo, Alang putuih ruang nan ditangah, jadi salapan timba baliak, duo pulo kagunonyo. Salapan ruang kakanan, katampat balacak pinang, kabakeh batapuang batu, mancari bulek nak sagolek, mancari picak nak salayang, bulek nak buliah digolekan, picak nak buliah dilayangkan, nak tumbuah tuah disakato, tibo barani di saiyo. Nan salapan ruang nan kakiri, katampat nan lah bulek manggolekan, bakeh malayang nan lah picak, disitu cupak diagiah, turun manuruik ditanggonyo. Disitu pulo manaromo kaba dari bumi, mananti tuntutan dari bawah, manuruik tata taratiknyo, kok naik bajanjang. Itu pandapek Sutan Balun, timbangan buah pikia, kapado Sutan maharajo Basa, Mandanga tutua jo uraian, buah pandapek Sutan Balun, mambayang dek Suatn Maharajo Basa, isi tujuan buah rundiang, raso lah tarang-tarang lareh, tapi nan balun nyayo bana, paham hakikat balun sampai.
Pihak didiri Sutan Balun, maniliak la Sutan Maharajo Basa, tampaknyo paham balun sampai, ragu mambayang dalam muko, batin tasingik kanan lahia. Tapi dek pandai samo pandai, buhua bauku dipantangkan, uleh tak mangasan juo. Tapi dek paham nyo lah insyaf, adok kadiri Sutan Balun, iyo samato cinto balak, nak aman koto jo nagari, rakyat umum nak santoso, lah yakin dalam kiro-kiro, itikat nyo bandiang bicarotu. Sagalo rancangan Sutan Balun, sabuah tidak nan tatipang, kato sapakat lahia jo batin, tabayang lah labiah dari tamapak, cintonyo nan tidak kanan salah, manuju nan baiak kasamonyo. Habih bicaro tantang itu, sabab rundiang alah sapakat, saukua lalu takanak, sasuai karajo jadi, dikarek Balairong Sari diambiak ruang nan ditangah, dibao ka Pariangan.
Tingga diTabek anam baleh, ruang ditangah nan alah putuih, nan tingga tabagi duo, jadi salapan timba baliak. Tantangan caro nan bak itu, hakikatnyo balai nan dikuduang, nan nyato tidak dibukak, hanyo lantai nan ditanggali, lantai saruang nan ditangah, jadi nan tingga di Pariangan, anam baleh duo baginyo. Di pariangan Padang Panjang tatagak Balai nan saruwang, ibaratnyi dibao dari Tabek, dinamaoilah Bala nan saruwang.
Balai sudah rapek dimulai, nan duduak rang gadang nan baduo, tigo jo Cati Bilang pandai, rang tuo tampek minta bana, kapitunjuak panasihat, kok sasek kapanjuruikan, kok talangkah pangumbalikan, ganti pimpinan dalam rapek. Duduak pulo dalam sidangtu, sorang baduo cadiak pandai, nan patuik didanga pandapeknyo, sarato dubalang ampanglimo, duo batigo jo pagawai, kamacik kato kabulatan, mamgganggam bulek nan digeleng, harek nak batali taguah, kokoh nak bakandang buek, buhua harek kabek nak mati. Sabalum sidang dimuloi, pihak dek diri Sutan Balun, dibukak nan raso hati, simpanan batin nan salamoko, ikara lidah diucapkan, nak hilang nan salah paham, nak samo suci lua dalam. Nan jadi pokok parundiang, mulo rundiangan nan dibincang, iyolah duduak pamarentahan, tidak dialiah jo dirubah, hanyo aturan kadicari, pangganti salah pado bana, nan marusak mambinaso, tidak mambao kanan elok. Caro mancari katukaran, nan pandapek Sutan Balun, dek umum rakyat nan kamamakai, elok buruak umum manangguang, iyo sakato jo nan banyak, jan rancak dek awak sajo.
Itulah sabab karanonyo, dimintak kato nan mupakat, mancari mambuek undangundang, nak habih darak jo dariak, kato putuih rundiang kok habih, namun nan bulek lah sagolek, murai tak adolai nan bakicau, bulek nak jan nyo bapasagi, habih sagalo parasaan. Itu pikiran nan partamo tabik dibudi Sutan Balun, diunjuakan kasidang nan basamo. Pihak dek sidang nan basamo, sasudah rundiangan ditarimo, lalu ditimbang jo dimusiah, disisiak parik ditimbang kato, dikisiak sahabih atah, ditintiang sahabih dadak, dapek nan tareh tak bagabuak, timbualah kato kabulatan.
Sapakt sidang manarimo, dek tidak tabandiang tasalahi, sasuai sajo pamikiran, satu pandapek mambatuli, salasai putusan tantang itu, dihadokan rundiang kanan lain, sabab caro mambantuak undang-undang, alah ado katantuan, dinyatokan caro malancarkan, nak tacapai nan diagak, jan tingga jadi rundiang sajo. Dek pandapek diri Sutan Balun nan patuik dihulukan, iyolah batampuak ka manjinjiang, kok batali nan kamairik, nan paham hati baliau, tidak dialiah ditukari, tampuak tangkai dalam nagari nan kamahitamkam mamutiahkan, mamarentah luhak nan tigo, tatap Sutan Maharajo Basa, suriah barih tak buliah hilang, itu pikiran Sutan Balun, sapakat rapek kasamonyo, dikuekan dek Cati Bilang Pandai.
Manarimo kato kabulatan, nan Sutan Maharajo Basa, batambah gadang panyasalan, mangana paham nan dahulu, nan lah lansuang tapakaikan, adok kapado Sutan Balun. Sasudah rundiang ditarimo, dek Sutan Maharajo Basa, baliau manunjuak Sutan Balun, manjadi pucuak pimpinan, dalam mambantuak undang-undang, budi tasarah kabaliau, curiga baliau nan manaruah, manuluhi akibat nan katibo. Itulah isi kaputusan didalam rapek nan partamo, jadilah suci lahia jo batin, antaro duo badunsanak.
Kok janiah tidak lai balunau
Putiah nan tidak lai bakuma
Hati karuah dandam nan lampau
Lah samo janiah ditimpo bana



VI. Mambagi Lareh Nan Duo, Ditikam Batu Padamaian
Tuah sakato pandapatan
Lipualah undang tariak baleh
Bapantang lipua dek hujan
Tak mungkin lakang dek paneh

Ulasan bulek lah sagolek, sambuangan picak lah salayang. Timbualah rapek nan kaduo, untuak marancang undang-undang, malukih adat jo limbago. Rapek mulai sidang dibuka, dek nan gadang lah dilambuak, dek nan tinggi lah dianjuang, duduak dibalai nan saruang, dalam nagari Pariangan. Pucuak pimpinan dalam sidang iyolah Sutan Maharajo Basa, maunjuakan kato nan sapatah, tandonyo syukur dalam hati, mandapek pitunjuak kabanaran, untuak kabaiakan dinagari, rakyat nak makmur jo santoso. Salasai kato pambukaan, baliau manuntuik pado sidang, buah pandapek nan basamo, arah tujuan parundiangan, mano nan patuik didahulukan. Dek sidang rapek nan basamo, diunjuakan raso masiang-masiang, nan pandapek sorang-sorang, bakato lidah tak diguluang, tak buliah manduo hati, raso dihati dilahiakan.
Tanamo sagalo pamikiran, nan jadi usua dek nan rapek, sudah didanga kasamonyo, kini didalam patimbangan, sagalo pikiran nan taunjuak, dari sidang nan basamo,nyato nan elok balako, patuik manjadi pokok rundaing. Tapi dek Sutan Maharajo Basa, dilatakan usua nan basamo, ditangguahkan untuak marundiangkan, ado usua dek baliau nan mintak didahulukan. Baliau marangkah bak dalimo, tibo tak rago dituntuik, jatuah tak rago dijuluak, paham sajati dilahiakan.
Nan jadi usua baliau, iyolah tampuak nan kamanjinjiang, batangkai nan kamairik, karajo duo sabangkalai, rancano duo sakarangko, dibagi untuak kajabatan. Tantang dipimpinan mawilayat, pucuak bulek pamerentahan, dek kabulatan nan basamo, alah dibaban dijujuang kapado diri baliau. Kini disawajah mancari kabulatan, dalam mambantuak undang-undang dibabankan kapado Sutan Balun, kok barek katokan ringan, manulak indak dibuliahkan, untuak nak samo diambiak, baban nak samo dibao. Itu nan jadi buah rundiang, putusan paham dek baliau, ujuik tujuan nak tacapai, pulang karajo dek ahlinyo.
Tantangan dek Sutan Balun, panyarahan Sutan Maharajo Basa, dalam rapek nan partamo, sabab lah jadi kaputusan, untuak diambiak baban dibao, tidak rago ditangguahkan. Dalam katiko itu juo, pimpinan rapek lah dipacik, dek diri Sutan Balun, sidang lansuang rapek bajalan, tidaklah ado rintangannyo.
Usua padapek nan basamo, nan dimintak dek Sutan Maharajo Basa, lalu dibincang dipakatokan, dicari intisarinyo, mano nan patuik dipakai, nan boneh tingga diniru, nan hampo jatuah katanah.
Itulah nan dikatokan didalam adat Minangkabau, Balairong tampek baiyo, disitu gantang dibalah, disitu cupak diagiah, dilicak pinang ditapuang batu, bahindang batampih tareh, batintiang dadak diniru, bahambuih bak miang kalam, habih gabuak lah tingga tareh, habih dayo baban talatak, tibo paham aka baranti, pikia putuih sandirinyo, tidak manduo cinto lai, situ putusan tajadinyo. Salasai caro nan bak kian, pihak didiri Sutan Balun, lalu disabuik nan taraso, nan pikiran dikatokan, kapado Sutan Maharajo Basa, sarato sidang karapatan. Nan jadi buah kiro-kiro, nan paham pandapek hati, iyolah kokoh nak nyato bapamacik, ikara lidah dilahiakan, bahaso untuak kadiambiak, nan baban lai kadijunjuang, dengan sahabih aka budi, haram lilah manduo cinto. Tapi samantang pun baitu, tak cukuik dek muluik sajo, tidak sakiro dek ikara, lahia nak nyato jo buatan, buliah diliek dipandangi, sampai kaanak cucu isuak, diakhia mason an kadatang. Bakeh tingga tampak dek mato, manjadi buah pamikiran, nan lahia bakanyataan, batinnyo ado bamakaman, tak mungkin lakang dek paneh, tak mungkin lipua dek hujan.
Sutan Balun mamintak disadiokan, batu nan gadang sadang elok, tabanyo kurang saketek, dari sapnjang mato karih, lanteh dek karih kok dikam. Dirapek sasudah iko, tampat sidang Blairong Sari, salapan ruang nan kakanan, disitu sidang sudah iko, mansahkan pokok undang-undang, nan lah digeleng bulek-bulek, diukua kini nangko.
Rapek di Balairong Sari, banamo rapek urang ampek jinih, umum raiyat hakikatnyo, itu nan akan malahiakan “TUAH DISAKATO, BARANI DISAIYO”.
Rapek dibalai nan saruwang, dinamokan mambalah gantang, isinyo kato bamupakat, sarato manapuang batu, nan kareh makanan takiak, nan sulik tampek batinggang, digintang jo aka budi. Disabuik balicak pinang, nan tidak luruih dibatuahkan, pinang dek bulek bapasagi, buleknyo tak luruih digolongkan, nan luruih dek inyo sajo, tak amuah manuruik aluah, dipicak buliah nak tipih, baruhlah dapek dilayangkan, manuruik atua nan luruih, itu nan kandak cinto adapt, luruih manuruik kabanaran, putusan rapek malahiakan. Sasudah batapuang batu, salasai malicak pinang, diateh Balai nan saruwang, tibo di Balairong Sari, nan luruih lah Manahan pandang, barih lah Manahan tiliak, bana tak dapek angina lalu, bandiang nan tidak mungkin datang, barulah rapek ampek jinih, dibalai Balairong Sari. Kato uraian Sutan Balun, nan timbua dek budi nan curiga, diakui dek rapek nan basamo, baiak dek Sutan Maharajo Basa, sarato Cati Bilangpandai, dek dubalang pagawai adat, dicarilah batu sadang elok, manuruik kandak Sutan Balun, untuak dibao ka Balairong Sari, katiko rapek ampek jinih, dinagari Tabek Limo Kaum. Pihak didiri Sutan Maharajo Basa, sarato Cati Bilangpandai, pasailah budi manyalisiak, kirokiro manjalani, aka manjala tak mangabek, budi marangkak tak mandapek, ujuik tujuan Sutan Balun, batu tak tantu kagunonyo, dalam caro mamakaikan, isuak lah bamangko nyato, malah lah lahia dibuatan, di Balairong Sari, dimuko sidang nan basamo. Lah tibo maso jo katikonyo, maso sidang ampek jinih, bahimpunlah urang ampek jinih, dari luhak jo nagari, dari kampuang sampai kadusun, kok nan jauah wakianyo datang, baduo batigo sanagari, rapek papek Tanah Data, di Balai Sari samo duduak, dalam nagari Limo kaum, Lah cukuik duduak nan ampek jinih, sidang dimulai pambukaan, badirilah Suatn maharajo Basa, mahadok kapado nan basamo, mambari salam kiri kanan, manunjuakan kato rundiangan, ujuik mukasuik barapekko, iyolah dek cinto kanan baiak, niaik pangana kanan baiak.
Disabuik aturan nan dahulu, nan diadatkan salamoko, iyolah undang-undang tariak baleh, nan dijawek dari urang tuo, kinilah nyato tak sasuai, alah tarang salah siliknyo, binaso kalau ditaruihkan. Sabab karano damikian, lah dapek paham nan hak, nan mungkia lah patuik ditinggakan, nan elok nan kadipakai, nan buruak luruih dibuang. Itulah sabab karanonyo, mako kito duduak bahimpun, di Balairong Sari nangko, nak mancari kato nan saukua, mancinto paham nan sasuai, didalam koto jo nagari, saluruh Luhak nan tigoko, nan nyato salah siliknyo, mungkianyo undang tariak baleh, lah samo didanga bunyi, malang nan tumbuah didubalang, tak guno hambo uraikan, lah tabatiak tabarito, sapanuah Luhak nan Tigo. Itulah isi buah rundiang, dari Sutan Maharajo Basa, dalam pambukaan sidang rapek, di balai Balairong Sari, disidang urang ampek jinih, dalam mamulai tuah disakato, barani di saiyo. Lorong dek sidang ampek jinih, rundiang tak rago dipikiri, kato tak rago dimusiah, balun diambiak jo sakato, nan gayuang alah basambuik, nan kato bajawab sajo, sabab biaso nan baitu, kok bulek manarimo golek, kok picak manarimo laying, kiniko baru kadialiah, salasai rundiang tantang itu, bulek dek tidak bapasagi, data nan tidak bakatingkia, tidak ado musia jo bandiang, putusan tibo hanyo lai, lah sah tuah disakato, barani disaiyo lah manjadi. Sawajah tantangan itu, lah jadi kato kabulatan, dialiah pulo buah rundiang, dek Sutan maharajo Basa, adok pado nan basamo. Dimaso katiko itu dek Sutan Maharajo Basa, dinyatokam kapado nan basamo, nan kajadi pucuak pimpinan, disidang pambuek undang-undang, disarahkan kapado Sutan Balun, mintak pikiran dari sidang, laiko bulek kasagolek, adoko picak kasalayang. Pihak dek sidang ampek jinih, sarupo juo nan dihati, tidak rago bamusyawarat, gayuang basambuik kato bajawab, sapakat sajo manarimo, labiah-labiah nan ampek jinih, sangat sukonyo dalam hati, nan diangan nan lah tibo, nan dicinto nan lah buliah, kok kurang laweh tapak tangan, raso jo niru kaditampuang. Pihak dek diri Sutan Balun, sudah rundiangan Sutan Maharajo Basa, tagak baliau maso itu, manyambuik kato panyarahan, pangangkatan pucuak pimpinan, disidang mambantuak undang-undang. Dalam sambutan gayuangtu, baliau maunjuakan rundiang nan sabuah, kapado sidangampek jinih, bahaso baliau kamanjujuang, kok barek suko mamikua, kok ringan amuah manjinjiang, asalai tuah disakato, nan untuak samo diambiak, nan baban samo dibao, tiok sasuatu jo mupakat, disitu tuah mangko jadi. Lain nan dari pado itu, baliau manarimo panyarahanko, ka diikarakan dengan lidah, kadinyatokan dalam buatan, sasudah diduduakan pulo, pucuak pimpinan pamerentahan, didalam Luhak nan Tigo ko, nak samo ikara dilapakan, kokoh nak taguah pamaciknyo. Nak nyato adapt lah batuka, sampai karaso jo pareso, nak samo hilang nan tak baiak, raso tak elok nak samo habih, nak timbua kana pangana, nak tibo raso kaiah saying, buliah sarabah jo satagak, kok sakik samo ditangguangkan, kok suko nak samo galak, nan bak papatah kato adat:

Laki-laki nan samalu
Kalau padusi nyo sarasam
Bukan hak limau jo bindalu
Didalam urang hiduik mancakam

Namun dek diri Sutan Balun, diunjuakan nan paham kato hati, nan kamacik biang tabuak, kamangganggam gantiang putuih, manjadi pucuak pimpinan, dalam parentah mamarentah, diunjuakan Sutan Maharajo Basa, kok lai saujuik sapangana, saukua paham jo nan rapek. Lorong dek sidang ampek jinih, mandanga unjuakan Sutan Balun, sidang nan rapek ampek jinih, sapakat sajo maiyokan, sabab lah tibo ditampatnyo. Sabab dek bulek lah sagolek, urang banyak nan ampek jinih, samo riang basuko hati, mangana maso kanan datang, duduak kasamo sahamparan, kauji samo merah, kabaukua samo panjang, babidai samo laweh, tidak batinggi barabdah, tidak bahino bamulia. Kok tinggi hanyolah dek dianjuang, kok gadang hanyolah dek diamba, tidak dianjuang tidak katinggi, tidak diamba tidak kagadang, samo anak cucu Adam, samo-samo makhluak Tuhan, nan badarah samo merah, nan batulang samo putiah, tak ado tinggi randahnyo.Hanyo kok labiah hanyolah dek pandapek, gadang dek dihantamkan dek pungkamnyo, tinggi dek disasakan dek ruehnyo, sampai dianjuang dek nan rapek.
Namun dek diri Sutan Balun, diunjuakan nan paham kato hati, nan kamacik biang tabuak, kamangganggam gantiang putuih, manjadi pucuak pimpinan, dalam parentah mamarentah, diunjuakan Sutan Maharajo Basa, kok lai saujuik sapangana, saukua paham jo nan rapek. Lorong dek sidang ampek jinih, mandanga unjuakan Sutan Balun, sidang nan rapek ampek jinih, sapakat sajo maiyokan, sabab lah tibo ditampatnyo. Sabab dek bulek lah sagolek, urang banyak nan ampek jinih, samo riang basuko hati, mangana maso kanan datang, duduak kasamo sahamparan, kauji samo merah, kabaukua samo panjang, babidai samo laweh, tidak batinggi barabdah, tidak bahino bamulia. Kok tinggi hanyolah dek dianjuang, kok gadang hanyolah dek diamba, tidak dianjuang tidak katinggi, tidak diamba tidak kagadang, samo anak cucu Adam, samo-samo makhluak Tuhan, nan badarah samo merah, nan batulang samo putiah, tak ado tinggi randahnyo.Hanyo kok labiah hanyolah dek pandapek, gadang dek dihantamkan dek pungkamnyo, tinggi dek disasakan dek ruehnyo, sampai dianjuang dek nan rapek.
Umumnyo rapek lah saukua, tak ado cacek jo bandiangan, karambia lah tumbuah dimatonyo. Lalu disarahkan dek nan rapek, supayo dilakukan pangangkatan sacaro adat jo limbago, tak nyato bakanyataan, sampai dirantang nak nyo panjang, nak nyato takambang leba, kapado Cati Bilangpandai, urang tuo nan budiman, tampat mamintak kato bana, patuik baliau malansuangkan. Lorong dek Cati Bilangpandai, lah kato kabulatan manyarahkan, tak dapek manggeleng lai, luruih tak dapek diilakan, diambiak untuak dijujuang baban, lalu badiri maso itu. Awal mulo kato disabuik, manyatokan suko dalam hati, mamandangi paham nan saukua, maliek kato samupakat, alamat nan baiak katacapai, cinto ka nan elok nan kabuliah, mambayang ka aman jo santoso.
Lain nan dari pado itu, baliau uraikan panjang leba, baiaknyo rundiang saukua, eloknyo kato sapakat, bagai amanat dek nan tuo, baliau sambiakan untuak pamandangan, barupo amanat kapamimpin, sipatan rang gadang dinagari, pajuang panji di Luhak nan TIgo, tampat balinduang dek rakyat banyak. Salasai nasihat jo amanat, barulah dikambang leba dirantang panjang, nan Sutan Maharajo Basa, manjadi pucuak pimpinan, diangkek dek tuah disakato, didalam nan tigo Luhak, lalu kataluak karantaunyo. Salain dari pado itu, dimintak pamimpin nan baduo, manyatokan tando nan suci, maikarakan dengan lidah, mantasdiakan dengan hati, sumpah soko dalam adapt, bahaso soko kadijunjuang, panyalamatkan anak kamanakan, sarato korong jo kampuang, lapeh kakoto jo nagari.
Namun Cati Bilang Pandai, sasudah baban dijujuang, salasi untuak diambiak, diucapan salam panyudahi, baliau duduak katampatnyo. Salain dari pado itu, baliau tak lupo maucapkan, salamat pangangkatan dijabatan, sarato mando’akan pado Tuhan, pado pimpinan nan baduo, rukun damai tiang salamt, santoso lalu karakyat.
Mako badirilah Sutan Maharajo Basa, manarimo jabatan pangkat adat, diikarakan dengan lidah, ditasdiakan dalam hati. Disabuik sumpah biso kawi: “kaateh nan tak bapucuak, kabawah nan tak baurek, ditangah dilariak kumbang” Lalu ditapiak mato karih, tando baban lah tajunjuang, nan barek iyo kadijunjuang walau kamacah utak, miki kamaruntuak bahu,nan luruih tidak diilakan. Salasai Sutan Maharajo Basa, manarimo jabatan jo sumpahnyo, badiri pulo Sutan balun, manarimo jabatan pangkat adapt, manyambuik kato pangangkatan, nan dijunjuangkan kabaliau, bak caro Sutan Maharajo Basa tadi. Hanyo batuka saketek, sarupo ado besonyo, dek diri Sutan Balun, karih bukan baliau tapiak, hanyo dihunuih dari saruangnyo, hulu diganggam jo kanan, sambia mahadok kanan rapek, batu nan gadang lah dimuko.
Baliau manyaru maso itu, bakaua bakeh nan kiramat, mamintak bakeh nan kabuliah, saruan sampai rundiangan nyo jatuah : Salamo batu ko lai balubang, nan tabuak dek karih pusako, nan lah janiah bapantang karuah, adat limbago kadikambang, gantuang tatagak kadilanjuang, tuah sakato nan isinyo, bapantang lipua dek hujan, bapantang lakang dek paneh. Kato putuih batunyo tikam, luluih tabanam mato karih, masuak ka batu nan kareh, tabuak nan lalu kasubaliak, tapana nan rapek mamandangi, taajub sidang nan basamo, tamanuang Sutan Maharajo Basa, sarato Cati Bilangpandai. Lorong dek diri Sutan Balun, salasai sumpah jo satianyo, batu ditikam kanyataan, jadi baijinah maso isuak, malah lah habih nan maliek, riwayat tidak kahilang, nan warih jawek bajawek, pusako kanyato juo, asa taduah dikajang-kajangi, lai tarang disigi-sigi juo, sabalun bakisa tagak, duduak katampat nan bamulo, baliau mamintak kanan rapek, sarato kapado Cadiak pandai, labiah-labiah bakeh nan tuo, sabab nan pucuak pimpinan, duo nan gadang nan diamba, balain-lain kaduduakan, asia jabatan satusatu.
Nan ibarat budak lahia, lah nyato kadunia, patuik dibari banamo, pangkat baduo nak babeso, dek balain kaduduakan, nak duo namo tajadinyo, sidang nan rapek manantukan. Habih kato jo tuntutan, dari tagak baliau duduak, sidang rapek jo nan tuo, mancari caro kapambari, nan kanamo untuak jo jabatan, ruweh nak nyato babuku.
Didalam rundiang nan banyak, tibo suaro mausuakan, pandapek kabanyakan nan basidang, pihak mancari nan kanamo, duo bagian jabatan tu, disarahkan pado rang tuo, iyolah Cati Bilangpandai, sampai nan lain lah manuruik, jadi sapakat kasamonyo, manyarah kaCati Bilangpandai, sampai baliau manarimo. Agak sabanta antaronyo, tagaklah Cati Bilangpandai, mamulai marancang kanamonyo, buliah nak samo dipaberai, baliau sabuik asa jo mulo, awanyo aturan kadirubah, mulonyo adat kadialiah, undang-undang kadituka, iyolah dek budi nan curiga, tumbuah dek paham Sutan Balun, tabayang jaleh karugian, mungkin lai patuik pun tidak. Nyato dek umum nan basamo, malang didiri nan dubalang, hokum tak mungkin ka balaku, lah yakin kito tantang itu. Sabab karano nan bak kian, timbualah kato mupakat, nak manuka nan tidak elok, nak marubah nan tak baiak, sapakat kito kasamonyo, sampai lah jadi caro kini, adapt katuah disakato, dibuek jo kato mupakat. Pucuak pimpinan kato mupakat, lah disumpah sutan Balun, sidang mupakat ditangannyo, dari inyo budi nan curiga, kalua dek paham jo pandapek. Sasudah habih pamikiran, kalua dari buah rundiang, taunjuak unyuak urang lain, isi nan timbua dalam itu, itulah nan banamo bicaro.
Sabab kalua dari budi nan curiga, patuik bana dinamoi Budi nan Curiga, adonyo dipaham Sutan Balun. Sipat budinyo marangkak, sipat akanyo manjala, sipat pahamnyo mamanjek, tampat mamanjek junjuang namonyo. Disababkan dek caro itu, nan tampat mamanjek paham, nan mangaluakan budi nan curiga, iyolah diri Sutan Balun. Karano nyato nan bak kian, nan pandapek Cati Bilangpandai, lah patuik itu kanamonyo, Banamo BUDI CURIGA caro bahaso logat Minang, iyolah disabuik budi curigo, atau budi bacahayo. Budi bacahayo nan bagintang, didalam sidang ampek jinih, mambuek adat undang-undang, mancari bulek nan sagolek, jo gintang kato mupakat, nan sasuai saukuran, jo rakyat jo masonyo, gintang mamakai tiok masomangandaki, itulah jo sabab jo hakikat, tujuan gintang dek balanjuang.
Dalam bagintang jo mupakat, mamiliah caro nan kaelok, mancari ba’apo nan karancak, susunan korong jo kampuang, sampai kakato jo nagari, aturan adat undang undang, dalam kusuik manyalasai, tibo dikaruah mampajaniah, sampai kasalah nan bahukum, sarato timbang jo manimbang, hukum nak tibo dinan adia, timbualah lah kato nan dipiliah, yaitu kato kabulatan, kaputusan kato mupakat, takluak manjadi undang-undang, pahukum dalam nagari, itulah nan dikatokan “CUPAK ADAT LABUHAN KATO” iyolah ukuran adat parantian, kato mupakat iyolah kato pilihan. Pucuak pimpinan pamerentahan, nan mangaluakan kato pilihan, nan lah manjadi undang-undang, iyolah Sutan Maharajo basa.Jadi Sutan Maharajo Basa nan mangaluakan undang-undang, dipamerentahan dalam nagari, baliaulah nan junjuang kato pilihan. Lorong dek Cati Bilangpandai, gadang nan duo samo tumbuah, samo manjadi junjuang, bak badia sapucuak duo lareh, tampat kalua dek latusan, dinamoilah junjuang lareh. Karano bagintang tak kasudah, manuruik nan sasuai jo masonyo, gantang lah nyato kabalanjuang, salamo ado budi nan curiga, disabuik jabatan Sutan Balun, dinamoi Lareh nan Panjang, kabaualang-ulang lalu isuak, kalau kaadaan jo maso mangandaki (Lareh Budi Caniago), Baitu pulo Sutan Maharajo Basa, dinamoi junjuang Lare Kato Pilihan (Koto Piliang), dek karano kato pilihan, adolah kato kabulatan, tak buliah ditambah dikurangi, kalau marubah jo mupakat, kok dikandaki masi jo kaadaan, mako dinamoi lareh Koto piliangtu Lareh nan Bunta (bulek). Sampai kini tidaknyo lipua, iyo tidak lakang dek paneh, bapantang lipua dek hujan. Lareh nan duo, Luhak nan Tigo (Luhak Tanah Data, Luhak Lubuak Agam, Luhak Limo Puluah


VII. Mambantuak (Manuang) Adat jo Limbago 
Nan Babuhua Mati
Dek gantang di Bodi Caniago
Ditapuang batu dilinyak pinang
Dituang adat jo limbago
Dimulai malukih undang-undang

Lah badiri lareh nan duo, kok lareh alah bajunjuang, lah bauntuak satu-satu, lah babagian masiang-masiang, nan bakeh samo diuni, nan untuak diambiak baban dibao. Lah duduak junjuang Lareh nan Panjang, mamimpin sidang karapatan, diateh Balai nan Saruang, dalam nagari Pariangan. Nan patuik duduak dalam sidang, lah cukuik dibalai kasamonyo, basidang rapek pambantuakan, marancang adat undangundang, awa mulo paham dirunuik. Iyolah manimbang diateh ado, maniliak diateh rupo, ibarat kayu nan sabatang, mangko kanaiak sampai kateh, mamanjek sajak dari tunggua, mandaki mulai dari bawah. Pangka jo tunggua jadi pokok, kasandi katampat tagak, sampai manjolang pucuak bulek, bungo kambang putiak manjadi, nak ranum lalu kabuah, itu nan jadi pamandangan. Tunggua pokok undang-undang, dalam malukih mambantuaknyo, ado bateh jo hinggonyo, agak jo agiah jan talansuang, nak tapek tujuan kanan baiak, ukua jangko nak jan balabiah, sayuik tak sampai nak jan tibo, dibuek acuan jo cetakan. Acuan jo cetakan mangko tapek, iyolah mungkin dipabuek, sarato patuik dilakukan, saukua mangko takanak, sasuai mangko manjadi, sasuai garak jo takadia, saukua jo kandak bana. Kok mungkin sajo dipabuek, tapi tak patuik dilakukan, contoh lah nyato dinan tumbuah, sangketo anjing jo dubalang, munglin kah anjing kadigigik, tapi tak patuik dilakukan. Kok patuik sajo dllakukan, tapi tak mungkin dipabuek, talansuang galah dek manjuluak, tapi tak sampai dek kaitan. Tujuan paham nan kian, dek cinto tak putuih kanan baiak, dek tidak pueh dinan elok, angan-angan malilik gunuang, niat nak kalangik hijau, nan tak ka mungkin nan diagak, lah untuak Tuhan nan diambiak, ulemu Tuhan nan dipakai, bukan ukuran jo patutan, untuak diambiak jadi pikia, lah alam gaib nan diawang. Kalau dituruik nan kian, angan-angan mambao larat, paham waham mambao lalai, amuah manjadi uweh-uweh, gilo mabuak kasudahannyo. Sabab karano damikian, nan balun tacapai dek pikiran, dek ulemu manusia, tapi patuik dipabuek, kalau Tuhan mangandaki, iradat tuhan maizinkan musti tacapai nan mukasuik, itu harus dek paham adat. Kasimpulan rundiang kato adat, adapt basabdi kabanaran, balimbago jo patuik, mungkin sajo larangan adat, patuik sajo harus dek adat. Mambantuak caro nan baitu, iyolah kato mupakat, untuak dek Lareh nan panjang, diateh Balai nan Saruang, dibao ka Balai Sari, kamuko rapek ampek jinih, nan banamo rapek adat dalam nagari, nan biang disinan cabiak, nan gantuang disitu putuih, putusan jadi undang-undang, banamo kato pilihan, Lareh nan Bunta bakuaso. Salasai rancangan tantang itu, limbago adat lah ado, kajadi tuangan adat, barulah bapikia tantang adat, ba’apo caro susunannyo. Dek pandapek Sutan Balun, adat nan kadisusun iyolah dibagi duo, Partamo adat nan dibuhua mati, Kaduo adat nan babuhua sintak. Nan adat babuhua mati, itulah adat nan tidak lakang dek paneh, nan tidak lipua dek hujan, kalau dianjak mati, kalau dibubuik layua, iyolah uandang-undang pokok, didalam adat nan dituang jo limbago.
Kaduo adat nan babuhua sintak, iyolah satiok nagari badiri jo adatnyo, bacupak sapanjang batuang, baradat sapanjang jalan, dimano kampuang diuni, adat disitu nan dipakai, dimano aia disauak, rantiang disitu nan dipatah, kalau dibubuik tidak lah layua, kalau dianjak tidak mati, adat nan bauhua mati nan pokoknyo, tak buliah malangga dari pokok. Tujuan uraian tantang itu, tidak disuko dipaberai, didalam buku undang-undang adat dikurasai, disitu buliah kito baco, paham disanan mako tarang. Dek diri Sutan Balun, salasai rancano tantang itu, dilahiakan nan buah pikia, nan tabik dari budi nan curiga, pihak diadat nan babuhua mati, nan jadi undang-undang pokok, didalam Lareh nan Duo. Manuruik putusanpiiran baliau, sabalun bapikia tantang itu, pokok dahulu disiapkan, kajadi sandi adat jo limbago, dalam mambuek undang-undang, nal nyato tembak basasaran, pandang nak ado baalamat, kajadi dasarnyo urang kini.
Manuruik pikiran baliau, dasar adat Lareh nan duo, langgam adat nan namonyo, iyolah pacahan dari adat. Jo langgam adat dipabuek, untuak pancapai langgam pulo, barulah elok tak bacacek, tibolah rancak tak babandiang. Langgam adat baliau buek, adolah ampek gadang.
Partamo banamo Ulemu adat: Satu raso, kaduo pareso, katigo cinto, kaampek kiro-kiro. Nan raso tangguangan hati, nan pariso iyolah nan tarasam dalam diri, nan cinto bakandak suatu pado suatu, nan kiro-kiro manjalani sabagai aia.
Nan kaduo parjalanan adat: Iyolah pajalanan lahia, kaduo pajalanan batin, katigo pajalanan ilmu, kaampek pajalanan mangana Tuhan.
Nan katigo paham adat: Iyolah barukun damai, bajauah bahampia, batinggi barandah, niat sampai kaua salamat.
Nan kaampek mukasuik adat: Iyolah merdeka.
Mardeka ado pulo ampek:
• Mardeka hati
• Mardeka tubuah
• Mardeka tampek
• Mardeka alam

Tujuan paham nan bak kian, bacolah dalam buku undang-undang adat. Disaat katiko itu, sajak tacapai tuah jo sakato, dek Sutan Maharajo Basa, sarato Sutan Balun, kok gantang alah lah tatafak, hutang malanjuang hanyo lai, limbago adat lah tajalin, lah tingga manuang sajo. Kini dirancanokan adat nan babuhua mati, nan bak papatah gurindam adat:
Inggirih mangarek kuku
Dikarek jo sirauik
Parauik batuang tuonyo
Tuo nyo ambiak kalantai
Nagari dibari bakaampek suku.
Suku dibarih babuah paruik.
Kampuang dibari banan tuo.

Rumah gadang dibari batungganai, Itulah undang-undang dasar nagari, dicupak nan sapanjang batuang, adat nan sapanjang jalan. Kaduo undang-undang Luhak iyolah: Luhak dibari bapanghulu, rantau dibari barajo, suku dibari balantak, lareh dibari bajunjuang, alam dibari batampuak, Itulah urang nan mamacik tampuak tangkai, dibagian sorang-sorang, manuruik langgam nan katigo, nan disabuik paham adat, nan bajauah bahampia, nan batinggi nan barandah, kabumi langik dek rakyat, tampat maminta kaadilan.
Salasai pulo nan kian, dirancanokan undang-undang dasar pajalanan adat, banyaknyo salapan parkaro, bagian parentah mamarentah, sarato pamakaian rakyat dalam nagari.
Partamo, adat nan Bajanjang naiak nan batanggo turun, iyolah babilang dari pado aso, Mangaji sajak dari pangka, naiak dari janjang bawah, turun dari tango nan diateh, ado papatah nan dikanduangnyo, kamamak barajo kaampek suku, kaampek suku barajo kamupakat, mupakat barajo kanan bana, bana badiri sandirinyo, itulah adat nan bajanjang naiak.
Nan adat batanggo turun, dek bana talimpah kaampek suku, dek ampek suku dilimpahkan kapado niniak mamak, dek niniak mamak dilimpahkan kapado mamak, dek mamak dilimpahkan kapado kamanakan, baitulah janjang janjang naiaknyo, baitu pulo tango turunnyo.
Nan kaduo, adat nan babarih babalabeh: Nagari bapaga undang-undang, kampuang balingka jo pusako.
Katigo, adat nan batiru batuladan: Timbua dihalek jo jamu, manyaruduak samo bungkuak, kok malompek samo patah, nan aluah samo dituruik, nan adat samo dipakai, limbago samo dituangi, maniru manuladan, nan bak urang nan bak awak, ketek kayu ketek bahannyo, gadang kayu gadang bahannyo, nyatonyo adat dibapakai, sampai kini baitu juo.
Kaampek adat nan bacupak nan bagantang: Tumbuahnyo dibalai Balairong, atau dimedan mujilih adat, tibo didakwa jo jawabnyo, sampai hokum mahukum, diadokan ukua jo jangkonyo, hukum buliah ditimbangi, saharago sapiak jo sabusuak, nan sakupang nan saameh, nan sakundi sakunjo, sacupak saulang aliang, nan sakipeh langan baju, nan sapatiang tali bajak, gadangnyo sakati limo. Tumbuah diundang batando satu, tumbuah diadat batando duo, tulak himpun jo latuih badia, tulak rundiang jo kabanaran.
Kalimo, adat nan bajokok bajugalo: Kok manuhuak bajugalo, kok manuang balimbago, sariat palu mamalu, kok dunia baleh mambaleh, kok himbau biaso basahuti, panggia biaso baturuti, pintak biaso babari, kandak biaso balaku.
Kaanam, adat nan banazar: Maniliak ereng dengan gendeng, maninbang baso jo basi, mancaliak labiah jo kurang, manimbang mudarat jo munpa’at, mangana awal jo akhia.
Katujuah, adat nan bapikiri: Batolan mangko bajalan, mupakat mangko bakato, disiak parik, dibandiang hukum, ditimbang kato.
Kasalapan adat nan mangandaki akan sipatnyo: Nyato adat baateh tumbuah, nyato pusako bainggiran. Limbagi sipat mananti, Undang-undang maisi kandak, Dilua sakik jo mati, Dek alua tak buliah tidak, Cupak basi talago panuah, Gantang basi Maharajo Lelo, Bak kain pamaluak tubuah, Tak ungkai salamo-lamo, Itulah dasar adat (undang-undang) nan babuhua mati, nan tak buliah diturun dinaiakkan, dalam mambuek adat nan babuhua sintak.
Salasai rancano tantang itu, Limbago jo adat nan babuhua mati, Paham nan banyak lah basatu
Jadi dasar adat nan kewi.


VIII. Timbuanyo Gala Perpatiah Nan Sabatang
(Dalam Mambangun Soko Adat)
Limbago sipat mananti
Undang-undang maisi kandak
Panuang adat nan babuhua mati
Jo adat nan babuhua sintak
Kok barih alah lah tatagak
Kok curiang alah lah talintang
Kato pilihan balilih cupak
Sasudah malanjuang gantang

Lah sudah barih jo balabeh, diadat nan babuhua mati, sarato undang-undang Luhak, kadasar adat jo undang-undang, didalam Luhak nan Tigo, tingga dinan kamamacik, kamangganggam tampuak tangkai, didalam Luhak nan Tigo. Dek baliau Sutan Balun, dirancanokan pulo tantang itu, nan kamamacik tampuak tangkai, sabagai dalam undang-undang luhak,luhak dibari bapanghulu, kok lareh alah bajunjuang, nak duduak nagari jo lantaknyo, nan kamamacik balabeh adat, supayo barih nak jan lipua, nak lanca jalan undang-undang. Urang nan kamangganggam balabeh adat, didalam Luhak nan Tigo, manuruik undang-undang luhak, iyolah panghulu, itulah nan manjunjuang soko adat.
Sudah adat di Balairong
Sudah gadang dipanghulu
Mamak kapalo kaum didalam korong
Mamaliharo kaum manjadi hulu

Adopun panghulu itu, dipanggiakan pangka dengan datuak, nan tinggi karano dianjuang, tajadi jo kato mupakaik, dinan sapayuang sapatagak, nan salingkuang cupak gantang, turun tamurun kapado wali nasab, itu nan soko dalam adat, andiko dalam nagari.
Urang nan mulo-mulo jadi panghulu, diangkek anak kamanakan, nan sapayuang sapatagak, nan salingkuang cupak adat, dalam nagari Pariangan Padang Panjang iyolah duo urang banyaknyo.
Patamo Datuak Bandaro Kayo, dalam nagari Pariangan, kaduo Datuak Maharajo Basa, dalam nagari Padang Panjang, nan sampai sakarang iko kini, pakuburannyo tatap dipaliharo, dalam nagari nan duo tu, kok jauah buliah ditunjuakan, hampia dapek dikakokan, itulah nan didirikan Sutan Balun, jo Sutan Maharajo Basa.
Salasai pangangkatan nan baduotu, dek urang gadang nan baduo dalam Pariangan jo Padang Panjang, lah diturik pulo dek tiok nagari, didalam Luhak Tanah Data, sampai ka Luhak Lubuak Agam, tigo jo Luhak Limopuluah. Lah sudah gadang dipanghulu, sudah adat di balairong, dipiliah dek nagari satu-satu, Panghulu andiko adat, nan gadang dalam nagari, nan kamanjunjuang sang soko adat, manuruik pajalanan adat nan salapan, kampuang dibari batuo, suku dibari balantak, yaitu datuak kaampek suku, nan bauntuak sorang-sorang, babagian masiang-masiang, kasamonyo itu tinggi dek dianjuang, gadang karano dek diamba, kato mupakat manjadikan, nan sipatnyo pakai mamakai.
Kok nagari alah bapanghulu, suku alah balantak, nan Lareh alah bajunjuang, lah cukuik nagari jo barihnyo, sarato barih adatnyo, jo balabeh jo nan mangganggam, andiko alah basangsoko, lah badiri nagari jo adatnyo, bapaga jo undang-undang, kampuang balingka jo pusako, nan warih tingga manjawek. Timbua pangana dek nan bijak, cadiak pandai dalam nagari, nan andiko dalam adat, urang nan tinggi dek dianjuang, gadangnyo dek diamba, lah dibari pangkat bagala. Tapi nan junjuang Lareh nan Duo urang tinggi tak rag tidak dek diamba, tingginyo dek disasakan ruweh, gadangnyo dek dihantamkan pungkam, namo ketek dipanggiakan, tidak dibari bagala, jadi raso nan tak habih, siang malam marigi juo.
Didalam caro raso pareso, dek tungku nan tigo sajarangan, yaitu: Cadiak, tahu, pandai, samo takana dalam hati. Dek lah saujuik sapangana, diadokan sidang untuak itu, mancari bulek nan sagolek, sapakat rapek kasamonyo, manuruik papatah kato adat:
Urang ketek dibari namo
Urang gadang dibari gala
Nak tapek adat kalimbago
Paham adat nak nyato bana

Dalam mancari nan kagala, habihlah tinggang karapatan, nak namo bak galanyo, nak sasuai lahia jo batin, tatumbuak aka pumpun bicaro, sapakat kasamonyo manyarahkan, mancari gala nan patuik, kapado urang tuo nan jauhari, iyolah Cati Bilngpandai. Dek baliau Cati Bilangpandai, sasudah disarahkan karapatan, kapado diri baliau, kato bajawab jo pikia, sasuai jo pajalanan adat nan salapan, yaitu adat nan bapikiri, bajanji duo hari cukuik katigo.
Lah tibo hari katikonyo, janji disitu batapati, didalam sidang karapatan, baru baliau malahiakan, pintak disitu baliau bari. Pamulaan rundiang dek baliau, dibincang asa mulo jadi, adat kato nan baasa, disabuik awa mulonyo. Nan kato Cati Bilangpandai, asanyo adat kadibantuak, tabik dibudi nan curiga, didalam pikiran Sutan balun, sampai babagi rauik rotan, lah basilang pandakian, nyato dek kito nan basamo. Tapi dek samo dipikiri, samo timbua kabanaran, lah samo sapakat kanan elok, samo bacinto kanan baiak.
Sampai tacapai nan diangan, tujuan elok nan lah buliah, adat limbago lah tajadi, cukuik barih jo balabehnyo, kinilah lah samo dijalankan. Adat limbago nan lah sudah, lah manjadi undang-undang, didalam Luhak nan Tigo, wilayat Lareh nan Duo, panyalamatkan rakyat sampai isuak, manampuah lautan hiduik, dalam lautan galombang maso, panuruikan edaran zaman, sampai kaanak cucu piuik, tidak kalakang dek panek, bapantang lipua dek hujan. Kalau ibarat di misalkan, adat limbago kito iko, tak ubahnyo sabagai sampan kasalamatan, nan kaditompang anak cucu, manjalani hiduik diduniako. Nan mambuek sampan kasalamatan yaitu adat jo limbago, iyolah budi Sutan Balun, mungkin jo patuik dirapekan, ibarat kayu sabatang duo ragam. Papatia Sutan Balun nan manarah, jo marapek kayi nan sabatang, kayu sabatang duo ragam, duanggo madang duanggi, duanggo iyolah mungkin, nan duanggi adolah patuik. Sabab karano nan bak kian, nak sasuai lelo jo ruponyo, baliau unjuakan nan kagala, gala junjuang Lareh nan Panjang nan banamo Sutan Balun, iyolah Parapatiah nan Sabatang nan ujuiknyo parapatiah, nan marapek kayu nan sabatang. Yaitu mungkin jo patuik, manjadi adat jo limbago, ibarat sampan kasalamatan, didalam Lareh nan Duo, salingkuang Luhak nan Tigo. Lorong gala nan dibuek, bukan gala tinggi nan dianjuang, indak gala gadang dek diamba, hanyo manyatokan isi usahonyo, itu nan dianjuang tinggi, ganti ucapan kato samjuang, panilai jaso budi dalam, pahormati bicaro nan haluih, buah pandapek Sutan Balun, bukan gala pangkat adat, sabagai soko dalam adat, nan diwarisi dek wali nasab. Itulah nan dikatokan “Tinggi dek disasakan ruweh, gadang dek dihantamkan pungkam”. Kudian dari pado itu, baliau mambincang Lareh nan Bunta, iyolah nan mamacik biang tabuak, nan mangganggam gantiang putuih, kakuasaan Lareh nan duo, salingkuang Luhak nan Tigo, sampai kataluak jo rantaunyo, kalau ibarat dimisalkan, sampan balayia di lautan, balabuah ditaluak jo kualo, nan gadang dalam kualo, sabagai papatah adat:
Gadang garundang dikubangan
gadang ikan dilautan, gadang buayo dikualo
Sampan balabuah dikualo
ibarat buayo nan kuaso
mungkin dijungkek dibaliakan
Dek gadang buayo dikualo
sampai rang bari bagala
Tumangguang jadi himbauan

Sabab karano damikian, untuak panjunjuang budi alam, sarato bicaro haluihnyo, dalam parentah mamarentah, tampuak tangkai Lareh nan Bunta, digalari Katumangguangan, urang gadang dek pungkamnyo, tidak tinggi dek baanjuang, ruwehnyo bana nan manaiakan. Itulah gala nan diunjuakan dek urang tuo nan jauhari, nan banamo Cati Bilangpandai, minta suaro dari sidang. Namun dek sidang karapatan, mandanga pambarian nan baitu, sapatah iandak tabandiang, saketek tidak bacacek, manarimo suko kasamonyo. Kato putuih rundiang lah sudah, didalam rapek sapanjang adat, diateh balai Balairong Sari, dikambang leba dirantang panjang, masyhua kamano-mano, didalam Luhak nan Tigo, sampai kataluak ka rantaunyo. Sampai sakarang iko kini lah sapuluah abad nan talampau, namun gala tidak nyo mati, dalam adat tatap disabuik, baiak ditangah masyarakat, didalam alam Minangkabau, harum bak jabek taserak, tasinga kamano-mano, kalua alam Minangkabau, tidak nan lain karanonyo, hanyo dek karano gurindam kato adat:
Bukannyo tinggi dek dianjuang
Tinggi karano dek ruwehnyo
Garak budi pikia jo paham
Buah pandapek nan maanjuang
Mati manusia tingga namonyo
Musyahua kadalam alam



IX. Timbuanyo Namo Minangkabau
Didalam Lareh nan Duo, wilayahnyo Luhak nan Tigo, sampai kataluak karantaunyo, lah disamparonokan susunan jo aturan, dek Datuak Parapatiah nan Sabatang jo Datuak Katumanggungan, diuni jo limo syarat:
• Partamo diuni jo adat jo limbago
• Kaduo diuni jo ugamo
• Katigo diuni jo harato bando
• Kaampek diuni parentah mamarentah
• Kalimo diuni jo aka jo ulemu, sarato bicaro nan haluih.

Sabab karano damikian, lah nyato adat dek bapakai, nyato alua dek batiruik, lah tabatiak hiliah jo mudiak, musyahua kamano-mano, nagari barajo kamupakat, tidak nan barajo kadaulat. Dizaman nan samaso itu, didalam pulau ameh nangko, nan tinggi nan tampak hari, nan musyahua hilia mudiak, urang nan kuek nan kuaso, iyolah Seriwijaya dalam nagari rang Palembang. Tantangan Seriwijaya tatkalo maso itu, tuah tabendang kalangik, mulia taserak kabumi. Galah panjang tangguaknyo leba, lado padeh garamnyo masin, jalo laweh tombaknyo tajam, sayok dareh kapaknyo rimbun, sampai kaJawa ka Malako, tampat hinggok kuku mancangkam,tunduak batampuak di Palembang. Dek kaki tangan Seriwijaya, nan lah mancangkam di Pulau Jawa, tadanga kaba jo barito, bahaso dipulau Ameh nangko, ado nagari mulo manyusun, baru manuka undang-undang, dari barajo badaulat, manjadi barajo kamupakat, sangat tapikia dalam hati, ba’apokoh caro jo sajaknyo, inginlah hati nak tahu. Salain dari pado itu, nan tapikia dalam hati, hilang kuaso rajo-rajo, dek cadiak pandai urang disitu, mungkin ditiru dek nan lain, sampai kamari malawehnyo, akibatnyo lanyap rajo-rajo.
Dek karajaan Seriwijaya, diturunkan parentah maso itu, kapado mantari parantauan, nan sadang manariak untuak, mambao baban dari pulau Jawa. Dek mantari parantauan, dilapeh kaki jo tangan, nan kamaninjau dari dakek, kamaliek dari hampia, nak asah nak nyato bana, ba’apo corak jo ragamnyo. Balayialah pelang dari Jawa, manuju pasisia pulau Ameh, ditapi ombak nan badabua, manjalang pasisia pantai barat, mukasuik manuju Luhak nan Tigo. Datang balahia babatin, balinduang batin kanan lahia, basaok tujuan jo buatan. Lahianyo pelang baniago, nan nyato batulak rayiah, handak manjua jo mambali, batinnyo maninjau jarah, maninjau dalam jo dangkek, maniliak tajam majanyo, urang didalam tigo luhak.
Salain dari pado itu, dari badagang baniago, mambao sapasang anak angso, nan baumua babilang hari, jantan batinonyo balun tantu, untuak kajadi pataruhan, kok tak ado bajua bali, masuak kadalam tigo luhak, jo jalan dicari, sambia maninjau aka budi, maniliak bicaro haluih.
Dek lamo pelang balayia, manpuah riak jo galombang, malalui ombak Tanjuang Cino, disorong angin dilautan, tibolah pelang dipsisia, ditapi ombak nan badabua, bateh rantau Luhak nan Tigo, pelang balabuah maso itu, dipasisia barat pulau Ameh. Manjalang masuak palabuhan, dibari tando jo alamat, bahaso datang sacaro elok, tibo sacaro sopan santun, untuak badagang baniago.
Dek pucuak pimpinan dalan pelang, disampaikan niat jo tujuan, sangajo dagang datang kamari, kapado rang tuo palabuhan. Namun dek tuo palabuhan, dek tak dapek mamakan habih, balun buliah mambiang tabuak, dibao utusan rang nan datang, kadalam Luhak Tanah Data, manghadap Datuak Katumangguangan, sarato Parapatiah nan Sabatang. Namun dek urang gadang nan baduo, samo supakat mambari izin, pintak urang nan datang diisi, kandaknyo dipalakukan. Lah tbo ukua jo jangkonyo, janji ampai jangkonyo datang, himpunlah urang Tanah Data, banyak pulo datang dari Agam, ado pulo dari Limopuluah, panuah sasak dipamedanan, cukuik urang nan ampek jinih, nan datang lah siap pulo.
Dek Datuak Parapatiah nan Sabatang, sarat Datuak Katumangguangan,tigo jo Cati Bilangpandai, lah sudah pado jo padan, paham lah satu katigonyo, pandapek tidak kabatuka, lahia batin ujuik saukua. Sajak samulo hari pagi, anak angso nan sapasang, lah dipegang dipaliharo, ditangah medan nan rami, tapi tidak dibari makan, haram lilah diagiah minum, hauih jo lapa naknyo tangguang.
Lah lerek hari hampia patang, taruah lah tantu timba baliak, lah ado hinggo batehnyo, tibo diameh lah batahia, tibo diurai lah bakati, lah sasuai timba baliak, tingga bamain hanyo lai. Saat manantukan alah nyo tibo, lah katangah Parapatiah nan Sabatang, mambao makanan jo minuman, untuak sapasang anak angso. Guci ditangan nyo ganggam, lubang ketek gucunyo gadang, barisi aia jo makanan. Kalau angso sakali makan, tak luluih kapalo kaduonyo, kadalam lubang guci nantun, baganti makonyo mungkin. Dek Datuak Parapatiah nan Sabatang, dibari makan sikua-sikua, tapi tidak dikanyangkan, sakiro tahu kaduonyo, diguci barisi jo makanan. Sudah babuek caro itu, dilapehkan angso kaduonyo, dilatakan guci agak jarak, angso mangaja kaduonyo, satibo angso diguci, basicapek nak dahulu, basikuek nak nyo bulieh, lah sampai lendan malendan, baadu tanago nan lah jadi. Didalam angso nan duo, lah payah saikua dek bahendan, dek barabuik nak dapek makan, lah habih dayo jo upayo, kuek nan sikua pun lah nyato, tampak dek urang nan maliek, saisi medan nan rapek tu, lawan jo kawan lah sakato, lah payah angso nan sikuatu, nyatolah kalah ditanago.
Barulah nyato kalah manang, anak angso nan duo tu, diambiak dek Datuak Parapatiah nan Sabatang, nan manang ditangan kanan, nan kalah ditangan kiri, ditunjuakan kapado lawan, pado nan punyo anak angso, lalu bakato maso itu. Manolah Nangkodoh Pelang, sarato nan rapek kasamonyo, nan samo maliek mamandangi, antaro angso nan duoko, manuruik pandangan ambo, nan dikanan hambo nangko, iko nan kuek dari nan dikiri, laiko ko kito sapandapek. Mandanga kato nan baitu, manjawab nangkodoh pelang, urang nan punyo anak angso.
Kalau baitu kato Datuak, itulah kato sabananyo, samo diliek dipandangi, tak dapek kito marubahnyo, iyo itu angso nan kuek, Mandanga kato nan bak kian, bakato Datuak Parpatiah sawajah tantangan kito, alah sapaham sapandapek, baapo pulo dek nan rapek, mano nan kuek angso nangko, cubo lahiakan pamikiran, nak nyato paham nan basamo.Mandanga tanyo nan bak itu, manjawab urang nan banyak, samo basorak mahimbaukan, sasuai kami tantang itu, iyo itu angso nan kuek, nan dikanan Datuak nantun.
Lah satu pandapek nan basamo, bakato Parpatiah nan Sabatang, mano nangkodoh nan punyo angso, kini pandapek dilahiakan, alah jo manang buliah nak tantu. Nan dikanan hambo nangko, ikolah angso nan jantan, nan dikiri hambo nangko, ikolah angso nan batino. Kanyataan antaro nan duoko, iyolah nan jantan labiah kuek dari nan batino, kalau samo sehat sarato samo-samo gadang. Kini angso samo gadang, samo sehat pulo kaduonyo, iko nan kuek dari pado nan kida, nan dikanan ikolah angso nan jantan. Itulah nan paham dari kami, mamintak musiah jo bandiang, apo pikiran dek Nangkodoh, sarato jo urang banyak, nan cadiak tahu pandai, nak samo kito patimbangkan, jawaban Nangkodoh hambo nanti. Habih tanyo Datuak Parpatiah, capek manjawab urang nan banyak, gamuruah suaro maiyokan, tamanuang Nangkodoh pelang, tak dapek manggeleng lai, lalu manjawab maso itu.
Tuan Datuak Patiah nan Sabatang, alah manang kiniko lah tantu, bana datuak tidak batupang, lah luruih kami mangaku. Bagai papatah adat Datuak, Patah muluik tampat alah, patah sinjato tampat mati, kini muluik kalah dek bana, mati kami dek pandapek. Hanyolah baitu lah dek Datuak, hubungan baiak diawanyo lalu kaakhia elok juo, nak bak bamulo bak basudah, tarimolah kini ikara lidah, taruah nan jadi pajanjian, labiah kurang maaf pabanyak, tandonyo suci timba baliak.
Mandanga kato nan baitu, manjawab Patiah nan Sabatang: Manolah Tuan Nangkodoh pelang, lorong sawajah tantang itu, lah luruih tantangan bana, hati suci lah samo nyato, lah bak bamulo bak basudah, janiah nan tidak lai balunau, ptiah nan tidak ado bakuma. Namun dek kami nan mananti, rundiang lah sudah diawanyo, dimulo kato lah putuih, kini nan hutang manapati. Sabab karano damikian, nan lah baukua kito kabuang, nan lah babarih kito pahek, pulang bicaro kanangkodoh. Dek diri Nangkodoh pelang, diuni ikara lidah, kato dahulu batapati, dibayia taruah karalahan, salasai timbang tarimo, lah sudah barela-rela, dilangsuangkan tuka-manuka, tulak rayia barang nan ado, nan katuju dek nan masiang-masiang, dek nan datang kabuah tangan, dibao dari Tigo Luhak, kadiliek urang dikampuang, dek nan tingga katando mato, barang nan datang dari rantau, samaso taruah batampin, riwayat angso nan sapasang, untuak dikana-kana isuak. Kato putuih rundiang salasai,de Nangkodoh rang nan datang, dimintak izin jo relah, mamuhun mintak kambali, pulang kakampuang jo halaman, ka Jawa ka Singosari, disitu untuak sadang batariak, disinan baban sadang babao, tampat malangkah kakamari.
Pihak dek Patiah nan Sabatang, sarato Datuak Katumangguangan, dilapeh jo hati nan suci, sarato muko nan janiah, datang nan tidak dek bajapuik, tapi kapulang bahantakan, sampai kaombak nan badabua, dari situ tulak balakang, halek pulang jo pelangnyo, manuju nagari pulau Jawa, sipangka baliak ka kampuangnyo, ka dalam Luhak nan Tigo. Sampailah Nangkodoh jo pelangnyo, katampat asa nan dahulu, disampaikan apo pamandangan, nan isi pandapek hati, manuruik parentah nan ditarimo, dari pihak nan batanggo turun. Sajak samulo dari itu, timbualah waham dalam hati, dek pucuak pimpinan Seriwijaya, nan sadang manguasai Singosari, caro coraknyo di Luhak nan Tigo, mungkin ditiru dituladan, dek rakyat nagari nan lain. Sabab nyato dek nan banyak, tampak elok jo baiaknyo, tuah sakato mangko jadi, tapek balaku kandak bana, nak tacapai nan cinto hati, kandak rakyat nan ukuran, nan lai didalam kandak bana.
Limbak nan dari pado itu, kok duduak kito basamo randah, tagak nan banyak samo tinggi, kok tinggi karano dek dianjuang, adonyo gadang dek diambak, kok sabananyo tinggi lai dek ruwehnyo, kok gadang lai dek dihantamkan pungkamnyo.
Kok tinggi tidak dek ruwehnyo, gadang bukan dek pungkamnyo, hanyo tinggi dek dianjuang, gadang karano dek diambak, hakikatnyo duduak samo randah, tagak nan samo tinggi juo. Kalau malaweh nan baitu hancua kuaso rajo-rajo, itu nan sangat diragukan.
Tapi samantang pun damikian, pandang sapinteh balun nyato, tiliak salewai balun jaleh, diulang hampia nak nyo tarang. Dek nan kuaso maso itu, paminpin daerah parantauan, disuruah paninjau manyiasek, mauling tiliak jo pandang, masuak kadearah Luhak nan Tigo, kadaerah Lareh nan Duo. Balayialah pelang maso itu, kapasisia barat pulau Ameh, batulak dari Singosari, mambao badan panyiasek, kaki tangan Seriwijaya, marupo pelang rang manggaleh, tampan pelang baniago, nangkodoh dandang tulak rayia, salain dagangan jo niago, dibao kayu sakabuang, samo gadang sabatangnyo, tak tahu ujuang jo pangka, untuak kajadi pamainan, manantukan ujuang jo pangkanyo, jo taruah kalah bamanang, jo urang Luhak nan Tigo, pamerentah Lareh nan Duo. Sampai di Luhak nan Tigo, disambuik dek Patiah nan Sabatang jo Datuak Katumangguangan, bak rupo nan dahulu juo, lah sampai bataruah bak dahulu, manantukan ujuang pangka kayu, dek Datuak Parpatiah nan sabatang jo Datuak Katumangguangan, dinyatokan pandapek hati, nan barek pangka kayu, nan ringan nan sabalh ujuang, sabab mangko damikian, tareh kapangka nan labiah, kaujuang samakin kurang, barek nan tareh dari nan luanak. Sabab karano damikian, lah kalah pulo rang nan datang, mananglah Luhak nan Tigo.
Tapi samantangpun baitu, dek nan kalah tidak disasa, datang sangajo nak tak manang, hanyo kajadi jalan sajo, untuak balinduang dinan tarang, bakeh manyuruak dinan rami, pahilangkan jajak nan sabananyo.
Dalam mamasuki Tigo Luhak, sadang badagang baniago, sambia malalukan pamainan, tinjauan lain dilangsuangkan, lah taukua sado nan paralu, nan dititahkan dek pucuak pimpinan, tingga manyampai manyatokan. Salasai ujuik jo tujuan, babaliaklah musang babulu ayam, pulang ka koto nagarinyo, manyanpaikan buah pamandangan, nan dapek di Tigo Luhak, kapado atasannyo.
Nan Datuak Parpatiah nan Sabatang jo Datuak Katumangguangan, sapaningga saudaga nan tiruan, kilek baliuang lah kakaki, kilek camin lah kamuko, lah mambayang batin kanan lahia, budi curiga lah bamain, aka samparono manjalani, bicaro haluih manyalami, lah samo paham hakikatnyo.
Mupakatlah Datuak nan baduo, tigo jo Cati Bilang Pandai, marundiangkan kadatangan tamu nantun, lah sakali batimbali duo, sarupo hakikat batin, dilahia saketek baubahi. Sapaham sajo katigonyo, samo curiga dalam hati, lah asiang kacundang sapik, lah lain geleng panokok, tampan kasusah rang diapa. Maniliak caro nan baitu, lah patuik ingek diawanyo, dikana jimat kamudian, korong jo kampuang nak santoso, baapo kaelok jo baiaknyo, nak salamat koto jo nagari, barih jan lipua dek rang datang. Dalam mupakat nan baitu, dapeklah rundiang nan saukua, tibolah paham nan sasuai, didirikan tampuak pamimpinan, didalam Luhak Tanah Data. Dibari bajabatan satu-satu, tiok Luhak bakagadangan, Pucuak pimpinan diTanah Data, Dubalang di Luhak Agam, Panghulu di Limopuluah.
Didirikan pucuak pimpinan, didalam Luhak Tanah Data, ampek basa nan diangkek, bakagadangan masiang-masiang, maambiak untuak satu-satu. Diangkek Bandaro di Sungai Tarab, Kajadi payuang panji Kato nan Pilihan, manguasai susunan jo aturan, iyolah adat jo limbago, nan tabik dek malanjuang gantang, mandapek kabulatan itu nan jadi undang-undang, Datuak Bandaro nan tampuaknyo, malindduangi adat jo limbago. Diangkek Pulo datuak Machudum, didalam nagari Sumaniak, kajadi pasak kungkuang Kato nan Pilihan, pangungkuang Luhak nan Tigo, nak salatak nak satariak, nak tarandam samo basah, nak tarapuang samo hanyuik, sabab Luhak nan Tigo tidak barajo kadaulat, hanyao barajo kamupakat, nak sakokoh sakabek harek, Datuak Machudum tampuaknyo. Diangkek pulo Datuak Andomo dalam nagari Saruaso, jadi amban paruik Kato nan Pilihan, kunci baliau nan mamacik, simpanan adat jo limbago, kumpulan lahia jo batin, himpunan pusako Luhak nan Tigo, kakayaan Lareh nan Duo.
Nan kaampek didirikan pulo harimau campo Kato pilihan, diangkeklah Tuan Gadang di Batipuah, nan kamampatahankan Kato Pilihan, kok tumbuah sangketo Lareh nan duo, kok kusuik di Tigo Luhak.
Lah badiri basa nan barampek, nyatilah untuak kadiambiak, dibao baban masiangmasiang, asa sakabek samo harek, namua sabuhua samo mati, untuang takadia manyudahi. Kok tumbuah diadat jo limbago, Datuak Bandaro nan kuaso, tibo di Luhak katigonyo Datuak Machudum nan tangkainyo, simpanan hak jo miliak, barupo hak pusako, baiakpun hak soko adat, maujud lahia jo batin, amban puruak Datuak Andomo,kunci baliau nan mangganggam. Kok tibo kusuik jo maruik, nan gadang kok datang nak malendo, nan tinggi kok tibo nak manimpo, atau kok rusuah dalam nagari, tampuak Tuan Gadang lai mamacik. Nagari tasarah kadubalang, sarato ampanglimonyo, jo Tumangguang Ulaksumanonyo, kabasaran Luhak Lubuak Agam. Tumbuah sarupo nan baitu, dek Panghulu Luhak Limopuluah, pajalanan adat dinagari, nak jan manjadi lilik sumbiang jadi tangguangan di Luhak Limopuluah. Karajo Panghulu manyalasaikan, nan bak papatah kato adat : Elok nagari dek panghulu, rancak tapian dek nan mudo, elok kampuang dek nan tuo. Lah duduak jo bagian masiang-masiang, lah kokoh dalam pamikiran, bak tali lah pilin tigo, hinggo itu baru usaho, ikhtiar tatap manjalani, ulemu mambagi juo, nan paham tatap mamanjek.
Dek Datuak Parpatiah nan Sabatang, duo jo Datuak Katumangguangan, tigo jo Cati Bilangpandai, siang malam samo bapikia, patang pagi rintang batinggang, mancari gintang jo kalaka, nak kokoh batambah taguah, nak jan manjadi sio-sio, Imat jo jimat nan dipakai, akhia bandiangan dikurasai, himat-himat dimulonyo, jimat-jimat kamudian, baliau tak lupo tantang itu. Ingek dicondong kamahimpok, jago dibatiang kamanganai.
Curiga budi nan dihati, sampai nyato kanan lahia, lah tampak gabak dihulu, lah tibo cewang dilangik, sampai manjadi kanyataan, tibo pangulak dari gunuang, kabalah sampai kapado Datuak Parpatiah. Hubungan kato nan lah datang, sambuang lidah dari lauik, tamu lah datang nan katigo, mambao dagangan jo kabaunyo, bataruah juo nan nyo angan, nak mahadu kabau dari Jawa, gadang nan bukan alang kapalang, tanduak panjang runciang jo tajam, mamintak lawan nak balago.
Mandapek kaba nan baitu, dek Datuak Parpatiah nan sabatang, lah lahia hakikat kasyariat, batin paham nanlah barupo. Lahianyo mambao kabau gadang, tubuah kuek tanduaknyo unciang,tajamnyo dapek kapambunuah, gadangnyo buliah kapalendo, kueknyo mungkin pangalahkan. Sungguahpun syariat kabau nan lahia, hakikatnyo karajaan Seriwijaya. Itulah nan lahia manunjuakan nan batin, kurenah mangatokan laku, pahamlah baliau nan batigo. Tapi sungguahpun baitu, namun dek rang gadang katigonyo, diam dilauik tak barombak, tagak dipadang tak barangin, dituruik papatah bida adat:
Kalau batinggang dinan sulik
Lauik budiman kiro-kiro
Alam nan leba kalau sampik
Susunlah adat ka limbago

Nan manjadi limbago adat, iyolah mungkin jo patuik, tibo disulik caro itu, tampat bagintang aka budi, apo nan patuik dilakukan, alah ko mungkin dilakukan, mara bahayo nak tatulak, jan jadi cacek jo binaso. Namun kutiko nan baitu, disambuik kaba utusan tibo, rundiang dijawab dengan baiak, ditarimo juo jo nan elok, dibaleh kaba jonan rancak, dilawan juo kabau gadang, kalah manang tidak disasa. Lah dapek rundiang nan saukua, tibolah saudaga nan tiruan, masuak daerah Luhak nan tigo, tibo di Luhak Tanah Data, mambao kabau jo taruahnyo, dek Datuak Parpatiah nan Sabatang, walau bak mano dalam batin, miki kok cameh dalam hati, dimuko pantang kalihatan, dilawan dunia rang nan datang. Tuntutan saudaga rang nan datang, taruah usah ketek-ketek, sahabih dayo nan datang, tingga tubuah badan diri, tasabuik harato bando, masuak kataruah kasamonyo. Dek Datuak Parpatiah nan Sabatang jo Datuak Katumangguangan, tidak batupang tantang itu, mano nan titiak ditampuang, sado nan mirih bapalik, sampai tapikia pulo rang nan datang. Hanyo bajanji tujuah hari, mancarikan lawan kabau gadang, sambia batinggang jo mupakat. Mupakatlah baliau nan batigo, dibao basa nan barampek, duduak di Balai nan Saruang, mancari bulek nan sagolek, caro nan baiak jo nan elok, manghadapi lawan nan suliktu, jan sampai kalah nan Tigo Luhak. Dek samo tatumbuak kiro-kiro, mancari kabau nan gadang, nan sajudu jo nan datang, tak ado di Tigo Luhak, mako disarahkan rundiang jo bicaro kapado Cati Bilangpandai. Lorong dek Cati Bilangpandai, sabalun duduak barapek, sajak mamandang kabau nan datang, lah taraso dalam hati, nan sapadan tak kadapek. Barulah yakin nan baitu, alah ditinggang jo bicaro, kini nan hutang malahiakan, bakato Cati Bilangpandai. Mano nak kanduang nan baduo, sarato basa nan barampek, tantang sawajah nan tumbuahko, alah tampak juo dek pikiran, bahaso lawannyo tak kan ado. Tapi samantangpun baitu, hiduik manusia jo akanyo, buruang hiduik jo sayoknyo, kini kito gunokan, jo aka budi kito lawan. Nan datang jo gadangnyo nak malendo, tibo jo runciangnyo nak mancucuak, kito ketek nan mananti, aka budi dimainkan, runciang dipumpun jo haluih, kanalah andai kato adat:

Kabalai bajanjang aka
Kanaiak jalan kapintu
Kok pandai bakumain aka
Nan gaib dapek dalam itu
Kalau lai pandai malakukan
Lamak bak santan jo tangguli
Kok tidak pandai mangaokan
Bak alu pancukia duri

Kabau gadang nan mandatang, jo kabau ketek kito lawan, dibuek padan nak saukua, nan gadang tanduaknyo panjang, tajam runciang tanago kuek, jo tanduak basi kito imbuah, itulah padan dipabuek.
Dicari kabau nan ketek, nan sadang kuek harek manyusu, tidak dibari minum jo makan, agak samalam dicaraikan, dari induak tampat manyusu, hauih jo lapa nak nyo tangguang, dibari tanduakbasi tajam, nan runciang untuak mancucuak. Kalau lah tibo digalanggang, kabau nan gadang lah mananti, disitu diadu aka budi.
Nan gadang tak mungkin kamangaja, hanyo nan ketek kamanuruik, mangaja induak nan sangkonyo, datang sangajo nak manyusu. Disitu nan runciang kamancucuaknyo, nan tajam sanan malukoi, nan mannyundak nak manyusu, tanduak makam manabuak paruik, kabau gadang paruiknyo cabiak, bayangkan dek Datuak dalam pikia, baako akhia kasudahannyo. Jo itu sabuang kito lawan, sambia maninjau dalam dangka, maniliak bijak rang nan datang, kok amuah waknyo caro itu, tampan cilako rang nan datang, batuah Lareh nan Duo, untuang baiak Luhak nan Tigo, mujua kakito malungguaknyo, manjadi namo sampai isuak. Mandanga pandapek caro itu, tapakua rang gadang kaanamnyo, mangaku didalam hati, kadalaman bicaro rang tuo tu, tapek bak namo bak galanyo, patuik dihimbaukan Bilangpandai. Manjawab Katumangguangan, ampunlah ayah kanduang kami, kan iyo bana kato bidaran, Hari malam tabiang bakelok, jalan lincia ranjau tatahan, suluah kok padam dinan gantuang, tak dapek jalan kabaliak, nyato sansai dipasawangan, mujua lai ayah umua panjang. Kami pintakan ka Tuhan basiliah ayah mangko hilang, Luhak nan Tigo nak salamat, nak kokoh Lareh nan Duo. Pandapek ayah kami turuik, tidaklah ado kapambantah, kito lakukan caro itu, raso kami mungkin kasamo, pahamlah tampak kasaukua. Sudah mupakat lah sasuai, dirundiangkan pado rang nan datang, dibuek padan caro itu, bagai rancano nan lah ado, dapeklah rundiang nan saukua, sapakat urang nan datang, manarimo rundiang Parpatiah nan Sabatang, alamat karajo kamanjadi, hanyo mananti kutikonyo. Lah tibo sa’at kutikonyo, hari nan rancak nan lah datang, maso baiak ukatu elok, manuruik janji nan dibuek, himpunlah urang maso itu, datang dari jauah hampia, kumpua dilapang pamedanan, sabuang nan bagalanggang tanah, didalam Luhak Tanah Data. Tatkalo maso itu, Allahhurabi rami urang, nan dari bukik lah manurun, dari lurah lah mandaki, datang nan dari Tigo Luhak, samo bahajat mamandangi, maliek alah jo manang. Lah siap tangah galanggang, kabau gadang alah mananti, heran rang banyak mamandangi, dek gadang kabau rang nan datang, camehlah hati rang banyaktu, raso tak mungkin katalawan, nan sapadan tidaklah ado, didalam Tigo Luhak. Harilah tagelek luhua, kutiko mahadu alahlah tibo, sampailah Parpatiah nan Sabatang sarato jo Katumangguangan, mambaok anak kabau ketek, nan dibari batanduak basi, diiriangkan basa jo panghulu, katangah galanggang rami. Mamandang anak kabau ketek, nan batanduak basi runciang, batutuik jo kain kuniang, jo sikalat jo banang makau, baturab jo banang ameh, heran urang nan banyaktu, ketek jo gadang kadiadu, ba’ako pulo kasudahannyo. Lah sampai masuak galnggang, lawanlah siap manantikan, padu padan alah salasai, tingga mahadu hanyo lai, kinilah samo bahadapan, Dek juaro kabau gadang, lah bimbang tagak mananti, kabaunyo lah baitu pulo, mamandang sajo kanan ketek, haram kok manaruah bangih, hanyolah tagak tingga diam. Dek juaro kabau ketek, dibao kabaunyo mahampiri, kadakek lawannyo nan gadangtu. Namun dek anak kabau nantun, maliek kakabau gadang, disangko induaknyo nan dimuko, awak nan sadang hauih lapa, dahago nan bukan alang kapalang, lalu mangowek nyo marantak, handak mangaja kabau gadang, nak minum susu dari induak, kaubek hauih kalaparan. Agaklah samaso itu, nan juaro kabau ketek, payah mamegang manahani, bagaikan putuih tali aruang, raso katidak tatahani, dielo suruik kabalakang, agak jarak babilang dapo, lalu dibuka tali aruang, lapehlah tali timba baliak, kabaulah samo tak bapauik. Tantangan dek anak kabau ketek, baru lapeh tali pamauik, malompek sakali kahadapan, mangaja kabau kalawannyo, sangajo handak manyusu, kabau gadang diam mananti, tidak mailak dari tagak, badiri sajo bak nan mulo. Namun kabau nan ketek tu dikaja karusuak kabau gadang, lalu kapalo ditakuakan, disundak paruik kabau gadang, makan mancucuak tanduak runciang, tajamlah sampai malukoi, cabiaklah paruik kabau gadang, tabusai isi nan didalam, darah sirah manyanbua katanah, takajuik nan gadang kasakitan, nan ketek manyundak juo, handak manyusu ubek hauih, batambah juo luko lawan, lah laweh cabiak kabau gadang. Dek sangat sakik nan ditangguang, talalu larinyo sakali, nan ketek mangaja juo, lalu dicakau juaronyo, sabab lah tampak dek rang banyak, nan gadang lah lari kalah. Nan gadang lah lari panjang, manuju kakorong kampuang, paruik lah tajelo-jelo, dayo makin lamo makin habih, habih gogoh badan taguliang, bamain sakin pambantai, jadi sinaruih kasudahannyo. Sampai sakarang iko kini, manjadi namo korong kampuang, Simpuruik paruik tajelo,di Sijangek koto badampiang, di Simpuruik paruiknyi tajelo, di Sijangek kulik dikubak, tumbuah gurindam dek tuan Patiah:
Dek tanduak basi paruik tajelo
Mati dipadang koto ranah
Tuo mudo urang lah heran
Datang tak rago dihimbau
Tuah basabab ba karano
Dek sabuang nan bagalanggang tanah
Dapeklah tuah kamujuran
Timbualah namo Minagkabau



X. Pindahnyo Warih Dari Anak Kapado Kamanakan
Dek tumbuah tampek basiang, nan ado jadi patimbangan, alam barubah jadi guru, paham disitu mamanjeknyo, manjadi sabab budi marangkak, mandorongkan aka nak manjala. Kinilah tibo nan baitu, didiri Parpatiah nan Sabatang jo Datuak Katumangguangan, tigo Cati Bilang Pandai, sarato basa nan barampek. Lah pulang tamu nan datang, tinggalah Luhak nan Tigo, pementahan Lareh nan Duo, rakyat banyak bagadang hati, suko lah tibo dinan manang. Sabaliak dari pado itu, dipihak nan tampuak tangkai, nan junjuang Lareh nan Duo, sarato basa nan barampek, labiahlah Cati Bilang Pandai, harok hati cameh nan labiah, buliah bataduah kahujanan, dapek balinduang kapanasan, lah bak manyandang lukah tigo, mambayang sangketo nan kadatang.
Tampak didalam sanubari, paham mamanjek manyuluhi, dunia biaso babalasan, panggang biaso babliak. Kok datang pangulak dari hulu, datang galoro dari gunuang, kini patuik diinsyafi. Patuik ingek diawanyo, jan luluih mangko malantai, kini maso tampat batinggang, sadio payuang sabalun hujan. Mupakatlah urang gadang nan batigo, rapek di Balai nan Saruang, mancari tenggang jo bicaro, mambincangkan caro nan kabaiak, Minangkabau jan sampai cabua, lah himpun basa nan barampek, jo junjuang Lareh nan Duo, sarato rang tuo Bilang pandai, sidang bamulai maso itu, bakato Parpatiah nan Sabatang, sidang mujilih nan rapektu, dinan tumbuah iko kini, lawan pulang kito lah tingga, nan pai pulang jo kalahnyo. Tapi sungguahpun baitu, mungkin kito lai sapaham, kito nan tingga jo manangnyo, tapi mandapek kahilangan, gadang mularat lah mambayang, tak kamungkia pamikiran, kito dilendo dek nan gadang, kadihimpik dek nan tinggi, raso tak dapek diilakan. Kok tajadi nan caro itu, urang langga Alam Kapurian, hanyuiklah tuah disakato, caialah gantang nan balanjuang, lukih limbago nan kalipua, mungkin jo patuik nan kahilang, lanyaplah tuah disakato, habih budi nan curiga, tamat riwayat kato pilihan. Walau Minang lah tasusun, lah bauntuak satu-satu, kok tibo diadat ka Sungai Tarab, Datuak Bandaro tangguangannyo, tibo di Luhak di Sumaniak, Datuak Machudum nan tangkainyo, kok tibo dianak kunci, amban puruak Datuak Andomo, kok tibo nan caro iko, musuah sangketo nan kadiadang, kito mamulang ka Tuan Gadang, harimau campo Kato pilihan. Tapi samantang pun baitu, kalau basiang dinan tumbuah, manimbang kito dinan ado, dimusuah nan caro iko, kito tiliak kabadan diri, ditinjau lawan nan kadatang, ibarat kito kamanyabuang, padan jauah baimbanyo, lamah bana pihak dikito, awak ketek lawan rang gadang, mungkin tabalun sambia lalu, londong talendong dek kaduduak, patuiklah ingek dari kini, bakulimek sabalun habih, baragak sabalun sampai, apoko tinggang bicaro.
Manuruik Parpatiah nan Sabatang sarato atumangguangan, tigo Cati Bilangpandai, tidak dilawan jo nan kareh, jo damai datang kito nanti, itulah jadi kaputusan. Tapi sungguahpun baitu, manyatokan damai kaurang datang, ba’ako caro mangawokan, urang datang kok tak jo rundiang, tibo kok jo tikam bunuah, dahulu sinjato dari kecek, capek kaki dari rundiang, lah sulik bana mamikiakan. Kalau tajadi nan bak kian, rundiang tibo tantu manyarah, itu nan usah lai handaknyo. Nan diri parpatiah nan Sabatang jo Datuak katumangguangan, tigo jo Cati Bilangpandai, aka manjala taknyo putuih, budi nan salalu marangkak, nan tidak lupuik kutikonyo, dari pado timbang manimbang, cari mancari nan kabaiak, cinto mancinto kanan elok, disitu pitunjuak gaib tibo, hidayat situ datang, buliah buah aka budi, tapek manjadi pandirian, kudian hutang manjalani. Sahabih paham mamanjek, sapueh aka manjala, namun dek urang gadang nan batigo, biang tabuak gantiang lah putuih, sasudah dikaruak sahabih gauang, diawai sahabih raso, paham nan banyak tak salisiah, dapeklah kato kaputusan, panulak bahayo nan katibo. Kok tibo musuah dari lauik, datang jo alat sinjatonyo, nanti gandang pararakan, sonsong jo aguang jo talempong, sarato rabab jo kacapi, sambia basaluang jo dewaan.
Pantai pasisia tanah Minang, taluak labuhan dandang tibo, dijago dipaga bana, bukan dipaga jo duri, tidak jo basi duri kawek, dipaga jo aka budi, dilingkuang jo baso baiak, sopan jo santun pamaganyo, lunak lambuik duri rambutan, itu nan kokoh kapalawan, nan bak papatah jo bidaran:

Lunak lambuik duri rambutan
Tapi tajamnyo kok mancucuak
Dilahia kulik tak suriah
Tapi lukonyo badarah dalam
Luko jo apo kaditambak
Sakik dimano kadiubek
Padiah kajantuang tasisiknyo

Itulah sipat nan dipakai, siasek rang gadang nan batigo, palawan musuah nan mambayang, raso tak mungkia katibonyo, mangana sabab jo akibat, nan bak bida caro Minang:
Kok tidak lalu dandang diaia
Namun digurun ditajakan
Tak kalah dek buah pikia
Jo gadang musuah ditaklukan

Limbak nan dari pado itu, nan manjadi buah pikia, sangaik marumik kiro-kiro, dek kato supakat nan lah dapek, pahamlah satu katigonyo, kamunuruik kato bidaran, anjing manyalak dihambuakan tulang, ayam bakotat diserakan milukuik, itu nan akan dilakukan, pananti lanun kok malanggga, palawan nan gadang kok malendo. Kok tibo panglimo jo dubalangnyo, masuak ka alam Minangkabau, tampuak tangkainyo kadisakah, pucuak pimpinan kadiambiak, nan banamo Adytyawarman, kajadi jodoh Puti Jamilan. Kalau lah langsuang nan baitu, tampuak tangkai kok inyo pagang, nagari kok dipaciknyo, apo katinggang jo bicaro, karamlah adat nan lah kewi, lipualah lukih jo limbago, tasuo kato buah andai, Labuah diasak urang kaladang, cupak dililih urang panggaleh. Itu nan samo jadi pikia.
Dalam bapikia nan baitu, angan-angan mambao ragu, payah manimbang buruak baiak, lah bak mamakan buak simalakamo, kadimakan bapak mati, kok tak dimakan ibu mati, tibolah hamat (tasasak) bak ba catua, sulik batinggang dalam gaib. Tabayang dalam hati, lah tampak dalam pamikiran, buah pikia nan dahulu, nan tabik dari budi nan curiga, adat limbago nan disusun, nan lah ditompang salamoko, ibarat sampan jo parahu, panyalamatkan anak kamanakan, sarato rakyat tanah Minang, palayaran galombang maso, mungkin tabanam hanyo lai, karam nan tidak dapek timbua, dituka urang nan kuaso, jo susunan nan kandak hatinyo, dalam daerah Seriwijaya.
Kalau tajadi nan bak itu, nan pusako turun kaanak, sunduik basunduik sampai isuak, hilang lanyap Patiah Sabatang, tanggalam namo Katumangguangan, padam cahayo nan usali, gadang bakisa kaurang asiang, iyo bana kato mamangan, pangalaman urang tuo-tuo, Aia gadang pulau baraliah, lupuik taluak tanjuang tanggalam, situ tapian barasaknyo. Paham datuak Parpatiah nantun, pandangan hati tiliakan batin, dek raso tidak kamungkin, yakin bapegang dipandapek, lalu dibao musyawarat, kapado Datuak Katumangguangan, duo jo Cati Bilang Pandai. Lorong dek urang nan baduo, tasintak pulo pamikiran, ujuang pamikiran nan dahulu, gadang akibat kamudian, kiniko baru tapahamkan, Parpatiah juo nan curiga. Lah lamo tamanuang katigonyo, mancari tinggang jo kalaka, sampai batimbang buah pikia, alah batuka-tuka paham, balun lai dapek nan saukua, rundiang talatak dalam janji.
Lah sampai ukua jo jangkonyo, walak janji nan lah tibo, barapeklah baliau nan batigo, diateh Balai nan Saruang dalam nagari Pariangan, manantukan sikap kadipakai, mailakan bahayo nan kadatang, Didalam rapek nan batigo, duduak nan patuik basidang, nan tampuak tangkai dinagari, nan patuik didanga pandapeknyo, rundiang bakubak kulik sajo, raso basabuik taruih tarang, bakato tak mangguluang lidah. Lah babagai pamikiran, bamacam buah pandapek, balun ado nan sasuai, bulek nan alun dipadapek. Dalam batimbang buah pikia, sadang batimbang soal jawab, bakato Parpatiah nan Sabatang : Manolah tuan dengan bapak, sarato sidang nan rapekko, dek hambo lain an takana, tantang bicaro kito nangko, tantangan buah pikia kito, pandapek kito nan dahulu tasuo bak bida kito, dari sangkuik kakaitan, bapatinggi tampat jatuah, anak ula dipamenan, biso nan dapek dibunuah, panjang malilik nan marusuah, kabek tak dapek diilakan.
Samaso kito musyawarat, mambuek putusan nan baitu, dek bana tak sakali dapek, pikiran tak sakali tumbuah, balun sampai paham kasitu, kiniko baru samo takana. Pado pandapek hanbo surang, mangko bahayo mangko tailak, kabek ula mangko tak jadi, sabab lah sulik mailakan, gadang bahayo nan kamanimpo, jalan palilik kito putuih, tapi lah barek manguakan, pailakan ula jan malilik. Nan jadi jalan palilik, iyolah warih katurunan, katurunan pangkat jo harato, salamo pangkat jo harato, anak nan jadi warisannyo, tak dapek kito mailakan, kiniko warih kito puta, dialiah kapado kamanakan. Turun warih kakamanakan, manuruik paham Datuak Parpatiah Nan Sabatang, tidak manyumbiang maluaki, hanyo labiah kurang saketek, mungkin habih dek karelaan. Sabab dek mangko nyo baitu, nan rakyat alam Minangkabau dizaman samaso itu, samo basawah baladang, samo badugo jo batahun, samo batanam nan bapucuak, samo mamaliharo nan banyawa. Dek bumi lai sadang lapang, alam leba tanahnyo subur, kahidupan caro baru itu, urang tu hampia samo rato, samo cukuik panghidupan. Pindah warih maso itu tidak manyumbiang maluaki, dapek habih dek karelaan. Buah pikia nan baitu,dari Datuak Parpatiah nan Sabatang, sabab tak dapek pambantahi, sapakat rapek manarimo, baitu pulo Katumangguangan, duo jo Cati Bilang Pandai, putuih rundiangan tantang itu. Sawajah tantangan warih, kato saukua lah sasuai, sapakaik lahia jo batin, tingga mancari hubuangannyo. Dek Datuak Parpatiah nan Sabatang, dipikiakan pulo baiakbaiak jan sampai singguang manyingguang, buhua babuku dipantangkan, hubungan baiak nan dicari, nak bak rambuik jo cumaro, bak dulang jo tuduang aia, ibarat cincin jo atonyo, itu handaknyo nan tacapai. Sapueh-pueh dek bapikia, putih timbangan dalam hati, raso tak mungkin katabandiang, lalu dibukak dilahiakan, kamuko sidang nan basamo, rapek di Balai nan saruang. Nan jadi buah pandapatan, dek pikia Parpatiah nan Sabatang, iyolah adat batali cambua, itulah namo susunannyo. Nan dikatokan adat nan batali cambua, iyolah hubungan mamak dengan bapak, dalam susunan rumah tanggo, sarato dalam korong kampuang. Dek Datuak Parpatiah nan sabatang, didirikan duo kakuasaan, balaku diateh rumah tanggo, iyolah tungganai jo rajonyo, nan korong kampuang barajo mamak, rumah tanggo barajo kali, dirumah gadang batungganai.
Dicambua tali malakek
Diujuang hulu tagantuangnyo
Naknyo sabuhua samo harek
Tali dicambua pangikeknyo
Walau rumah barajo kali
Rumah gadang tu ado tungganai
Tuah sakato mangko jadi
Saukua mangko sasuai

Kali rajo dirumah tanggo
Mamak rajo dikorong kampuang
Kok barek pikua baduo
Kok hanyuik samo tarapuang
Itu nan adat batali cambua
Usulan Parpatiah nan sabatang
Mancinto paham nan saukua
Nak aman isi rumah gadang

Sapakat mamak jo bapo, balilih cupak diaia, batapiak gantang dirumah, cupak nan tidak buliah luak, gantang nan tidak buliah panuah. Baitu undang-undangnyo, baitu tata barihnyo, kato pusako nan dijawek, dari Parpatiah nan Sabatang, sarato Katumangguangan, sampai kini bapakai juo, iyo tak lipua dek hujan, batua tak lakang dek paneh. Adopun alam Minangkabau, sasudah mupakat niniak nan batigo, sarato urang patuikpatuik, nan cadiak pandai maso itu, duduak basidang bamupakat, dibimbiang dek Datuak Parpatiah nan Sabatang jo Datuak Katumangguangan, sarato Cati Bilangpandai, mako dibaolah kaBalairong Sari, balai panjang nan di Tabek, untuak disidangkan dinagari. Lah tibo dimuko umum, didalam rapek ampek jinih, sakato sajo manarimo, sabab dipikia nan basamo, tak dapek jalan kapambandiang, nan labiah baiak dari itu. Kato putuih mupakat sudah, rapek usai adat bajalan, barubahlah caro paraturan, dari susunan nan lah dahulu, dahulu warih kapado anak, kiniko pado kamanakan, taikek mamak jo bapo, dek adat batali cambua. Luhak nan Tigo lah barubah manjadi Alam Minangkabau, warih pusako pun baraliah, lah turun kapado kamanakan, sampai kini balun barubah, warihnyo samo lah dijawek. Namun dek Datuak Parpatiah nan Sabatang, lah siap sagalo uandang-undang, lah bajalan dinagari, jadi aturan dalam kampuang, sampai karuamah tanggo, patuah rakyat manuruti, dipakai dek anak kamanakan.
Maniliak caro nan bak kian, lah sanang dalam hati, tingga mananti nan katibo, manyonsong maso nan kadatang, kok iyo gadang datang malendo, nan tinggi kok tibo mahimpok. Lah basiap Parpatiah nan Sabatang, dilapeh pulo kaki tangan, biduak jo sampan pai kalauik, lahia mangayia kalautan, sampai mauni ujuang pulau, dihebati tingau jalo rambang, jariang jo pukek dipamenan.
Batinnyo maninjau jarah, mamandang tando jo alamat, maniliak garak jo garik, sudi siasek nan dilapeh, nak tahu dimusuah tibo, dek lamo lambek nan bak kian, tasuo kato bidaran, pituah urang tuo-tuo:
Kalau lai maliang bapairik
Jarah lai bapaninjau
Dek sungguah batenggang dalam raik
Angin bakisa kito tahu

Cewang dilangik alah mambayang, lah tahu kaki tangannyo, pisuruah Parpatiah nan Sabatang, musuah lah turun kalautan dari daerah Singosari, dibimbiang Aditiawarman handak manyarang Minangkabau, batulak dari tanah Jawa, kinilah hampia ujuang Lampuang, manjalang ombak Tanjuang Cino, lah talampau Karakatau. Lorong dek lahia rang pamukek, panjago lauik jo pasisia, ditapi ombak nan badabua, dipantai barat tanah Minang, barulah tahu nan bak itu, lalu dikaba disampaikan, kapado Parpatiah nan Sabatang. Dek cakap Parpatiah nan Sabatang, lah cukuik, hasia balako, ditapi ombak nan badabua, sacaro adat jo limbago, pananti tamu nan katibo, sungguah kok datang tak bapanggia, tibo tak rago dihimbau, panantinyo labiah bak diundang, cukuik jo alaik kahormatan, caro adat sopan santun. Tapi samantang pun baitu, dibaliak lahia manganduang batin, dusun nagari bapanjago, korong kampuang bapaga kawek, dijago dubalang jo ampang limo, cukuik jo alat sinjatonyo, sasuai jo soko korong kampuang, nan banamo tuhuak parang. Tibo dikampuang dipaga kampuang, tibo didusun dipaga dusun, tibo dinagari dipaga nagari.
Patah muluik tampat kalah
Patah sinjato bakeh mati
Sahabih saba dek baralah
Karih diputa kapananti

Tatkalo maso itu, kalau ditinjau katapian kapasisia tapi lauik, sabalah barat tanah Minang, tampak tonggo jo marawa, balai-balai panyambuik tamu, angkuah barupo pamedanan, bagaba-gaba tampat masuak, nan babungo bapudiang ameh, bakorong baliak batimba. Panuah dek alat kacukupan, caro kabasaran Minangkabau, manuruik adat jo limbago, nan dilingkuang alua jo patuik. Tasabuik anak mudo-mudo, acingacang dalam nagari, nan sutan-sutan dikampuang, nan arih nan bijaksano, nan bijakbijak barundiang, sarato cadiak tahu pandainyo, alah sadio kasamonyo, pananti lawan barundiang, panyambuik jo baso basi, nan pandai basopan santun, sanjato tajam nak nyo maja, hati nan kareh nak nyo lunak, damai nak lahia dalam itu, situ rundiangan dilakukan, maminang pucuak pimpinannyo, nan banamo Aditiawarman. Habih hari babilang pakan, dengan takadia garak Allah, tibolah pincalang dari Jawa, banyaknyo tidak diuraikan, dalam tambo tidak dibilang, manuju pasisia tanah Minang. Dek panjago tapi pantai, barulah nyato nan dinanti, iyo nan diagak nan lah datang, lalu sugiro maso itu, disonsong jo sampan tundo, bakayuah manyonsong kalautan, cukuik jo siriah dicarano, tando alamat datang usua, itu nan tidak katinggalan, dibari alamat tando elok. Sampan tundo batiang layia, tiang bapaluik jo kain kuniang, tonggo gadang dikamudi, tonggo ketek dihaluan, marawa pisang saparak, nan biopari didalamnyo, untuak manjadi juru bahaso. Sakali marangkuah dayuang,duo kali sampan malanca, layia takambang angin tibo, lajulah sampan kalautan, manuju pincalang datang jauah, tando manyonsong jo nan elok.
Maniliak kaadaan nan co itu, heran sungguah urang nan datang, sangat tapikia dalam hati, nan tidak disangko nan tajadi, apokoh garan tujuannyo, balun lai paham rang nan datang. Hanyo nan tampak akibatnyo, siasek Parpatiah Nan Sabatang, mariam nan datang dari Jawa, badia sitengga dalam pelang, mulo batulak dari pangkalannyo, baiak mariam ketek gadang, sudah bainang jo piluru, habih barisi kasamonyo, tingga sakiro manembakan, hanyo mananti sasarannyo. Dek mamandang sampan nan manyonsong, nan datang jo alat kabasaran, tibonyo nyato jo nan elok, datang nan caro sopan santun, usah mariam nan kamalatuih, jangankan badia katatembakan, tunam nan tidak tapanggang, sabuah tidak nan barapi, rintang mamandang sampan tibo, maliek rang Minang manyonsong, sacaro adat jo limbagonyo, habih tamanuang kasamonyo, heran samonyo dalam hati.


XI. Masuaknyo Aditiawarman Ka Minangkabau
Lah sampai sampan panyonsong, kapincalang nan lah tibo, ditangah lauik pantai Minang, mambari alamat nak barundiang, didalam pelang nan datang tu. Mamandang tandi jo isyarat, tibo parentah atasannyo, pincalang supayo dilabuahkan. Dalam kutiko itu juo, dek anak pelang nan balayia, diambak untuak surang-surang, dikakok karajo masiang-masiang, sauah jatuah pelang baranti, alah balabuah dilautan.
Dek nangkodoh urang dipelang, pelang baranti izinnyo bari, urang disampan disilahkan, naiak kapelang nan balabuah. Izin dapek utusan naiak, datangnyo jo sopan santun, sarato taratik mujilihnyo, caro adat jo limbago, manyampaikan kato buah rundiang, dari rang gadang dinagari, kato sambutan untuak halek, sabagai tamu jolong tibo, itu nan rundiang disampaikan. Nan jadi sari buah rundiang, ujuik tujuan buah andai, iyolah mukasuik handak balayia, manuju katanah Jawa, manjalang daerah Singosari, handak manyapaikan buah rundiang, dari Parpatiah nan Sabatang, sarato Datuak Katumangguangan, kapado angkatan Seriwijaya, tujuan rundiang kanan baiak. Tapi dek mujua pado kami, tibo angkatan kamariko, sangajo kami nak kamanuruik, kinilah datang sandirinyo, jatuah tak rago bakaik, tibo tak rago dijapuik, alangkah mujua pado kami, syukur katuhan diucapkan, puji kapado Allah juo. Kini nan pintak dari kami, sabab alah tibo disiko, pelang balabuah lah katapi, kakualo banda teleng, taluak labuhan tanah Minang, didarek rundiang dilansuangkan. Mandanga rundiang nan bak kian, heran tapikia kasamonyo, pamimpin angkatan nan mandating, sulik batinggang dalam hati, lalu mupakat maso itu, ditangguahkan manjawab rundiang, kapado utusan Minangkabau. Dek manuruik adat jo limbago, didalam alam Minangkabau, barimbo kajanji, nan balauik kapikia, sapakat pulo manantikan, iyo baitu nan bapakai, nak nyato rantak sadagam, sahayun lenggang salembai.
Dalam barundiang bamupakat, lah pasai batuka pikia, payah mandapek kabulatan, sababnyo mangko damikian, asiang agak lain nan tibo, batuka tujuan jo nan tumbuah.
Tasabuik pimpinan dalam pelang, sulik mancari kaputusan, paham lah payah basatunyo, dipulangkan rundiang hanyo lai, kapado Aditiawarman, apo kaputusan ditarimo.
Sasudah Aditiawarman manarimo panyarahan, dari sagalo paminpin bawahannyo, mako dipikiakannyo baiak-baiak, ditimbang bana elok-elok, baiak mularat jo mampa’atnyo, tantangan nan kaadaan nan tumbuahko. Dek pandapek Aditiawarman, kalau tidak amuah barundiang, tidak manaruah sopan santun, budi baiak tidak dipakai, bukan sifat kamanusiaan, tampat bajalan tak batuo, balayia tidak banangkodoh, nyato balayia samo gadang, tidak urang takuik tantang itu. Kalau lai rundiang ditarimo, saukua paham dijadikan, sakato rundiang dinan elok, tidak jadi darah tatumpah, tapi tujuan lai tacapai,itu nan labiah elok bana, kasawah tak rago baluluak, mandapek tak rago bajariah, alangkah mujua ratak tangan. Pikia habih timbangan sudah, ujuik lah sudah kapahamnyo, lalu parentah diturunkan, kapado paminpin bawahannyo, sagalo kappa angkatantu disuruah balabuah kasamonyo, katapi ombak nan badabua, dipasisia alam Minangkabau, sacaro damai sopan santun.
annyo, sarato tantara nan banyaktu, parentah samo dituruik, nan titah samo dijunjuang, patuah kapucuak pimpinannyo. Tasabuik pelang urang nan datang, alah marapek kasamonyo, katapi pasisia Minangkabau, tibo katampat malabuahkan, sauah dibongka hanyo lai, pelang batambek maso itu. Salasai pelang balabuah, turunlah pimpinan rang baru datang, diiriangkan tantara jo barisannyo, dinanti utusan Minangkabau, dengan taratik mujilihnyo, manuruik adat jo limbago, sacaro haromat sopan santun, manuruik adat rajo-rajo. Namun dek mudo urang Minang, urang pandai baminyak aia, dipaelok paluik rabuak, diparancak bungkuih garam, bapakai gurindam Baruih, baagak bagiah bana.
Baitu pulo sabaliaknyo, lorong tantara urang nan datang, turun nan tidak bagai diagak, nan bak tujuan nan dahulu, mulo batulak dari Jawa, hanyo sinjato ditakuakan, padangnyo tatap dalam saruang, tandonyo tibo dengan elok, datang nan caro padamaian, mairiangkan pucuak pimpinan.
Lah sampai kasamonyo kadaratan, lah duduak dib alai-balai, tampat manyambuik halek tibo, bakeh mananti tamu datang, diunjuakan siriah dicarano, disambahkan rundiang baiak-baiak, mamintak supayo baistirahat, agak sahari duo hari, samantaro kami batenggang, manjapuik Datuak Parpatiah nan Sabatang, jo Datuak Katumangguangan, sabab baliau balun datang, dinan tumbuah caro iko.
Mungkin nan agak baliau, kamiko alah lah balayia, manuju kapulau Jawa, masuak daerah Singosari.
Mandanga parnyataan nan baitu, musyawaratlah Aditiawarman, jo nan patuik dibao baiyo, baru dijawab kato nantun, sakato samonyo manantikan, siang didarek malam dipelang, rundiang disitu talataknyo. Namun dek utusan tanah Minang, lalulah pulang maso itu, manghadap Parpatiah nan Sabatang, lalu dicurai dipapakan, bahaso tamu nan katibo, Aditiawarman nan lah datang, kini dipantai tapi lauik, dipasisia alam Minangkabau, pelang disitu balabuahnyo, cukuik jo alat paparangan. Sagalo titah lah kami jujuang, namun parentah dari Datuak, lah jalankan kasamonyo, caro haromat sopan santun, manuruik adat rajo-rajo. Namun dek urang nan mandatang, sarato pucuak pamimpinnyo, elok nan datang rancak pananti, lai dalam hubungan baiak, tacapai rukun jo damai, kami batangguah minta nanti, samantaro mambari tahu, sadang kapado tuan Datuak, kadalam Alam Minangkabau.
Kiniko bari kami titah, titah kadim kakami jujuang, atauko kok lai tuan Datuak, nan kanyonsong kapasisia, buliah kami mairiangkan, mandanga rundiang dari utusan, sudah maklum dalam hati, tidak mungkia nan ramalan, tapek khayalan tasuonyo, buah pikia batamu bana. Dek Datuak Parpatiah nan Sabatang, lalu dibao kato nantun, kapado Datuak Katumangguangan sarato Cati Bilangpandai, dicari paham nan saukua, ba’apo caro nan ka baiak, tujuan mukasuik nak nyo sampai, nak jan tahambek tabalintang, buliah tabujuah lalu sajo. Musyawaratlah baliau nan batigo, mancari bulek nak sagolek, supayo paham jan batupang, nak satu lahia jo batin, jan cacek maro malintang, ujuik tujuan nak tacapai, tuah sakato mangko kuek, situ bana biaso tibonyo. Sasudah supakat niniak nan batigo, alah digeleng bulek-bulek, alah ditapiak picak-picak, lah buliah kato nan sasuai, dapek kato kabulatan.
Supakat niniak nan batigo, tidak baliau kamanuruik, manjalang katapi pasia, pai manyambuik tamu nantun, cukuik utusan manyampaikan, biaso juo nan baitu. Dek Datuak Parpatiah nan Sabatang, disuruahlah utusan nantun, pai babaliak kapasisia, manyampaikan rundiang nan dahulu, maminang Aditiawarman, sungguah barundiang ditapi pantai, dek sangajo kamanjalang ka Singosari, lah bak ibarat disitu juo, rundiang disiko disampaikan. Salain dari pado itu, walaupun rundiang alah bajawab, ataupun gayuang balun basambuik, dipasilahkan sakali tamu singgah, kadalam Alam Minangkabau, masuak ka Luhak Tanah Data. Itu putusan nan didapek, dek niniak muyang nan batigo, utusan utang manjalankan. Salasai parentah ditarimo, utusan bajalan nyo sakali, manuju ombak nan badabua, manamui tamu nan mananti, manapati janji nan dahulu. Sasampainyo utusan dilabuhan, dilansuangkan rundiang nan dibao, titah dari Parpatiah nan Sabatang, jo Datuak Katumangguangan, kapado Panglimo nan lah tibo, nan banamo Aditiawarman. Mandanga rundiangan jo lamaran, tamanuang Aditiawarman, bamacam dalam pikiran, babagai dalam kiro-kiro, namonyo urang cadiak pandai, pamimpin urang nan tanamo, sagalo suatunyo tabayang, lai talinteh dipikiran, asa uasua mangko bak nangko, ujuik tujuan lai nyo tabayang.
Tapi ba’alah mangatokan, dipikia bana elok-elok, ditimbang dengan kabanaran, lah bak maeto kain saruang, tak amuah bakasudahan, bimbang babaliak situ juo. Ditarimo kato nan tibo, lamaran Parpatiah nan Sabatang, manjadi suami dek kakaknyo nan banamo Puti Jamilan, adiak Datuak Katumangguangan, raso taumbuak nyo dek raso, bagai tatipunyo dek budi. Ditulak rundiang nan mandatang, sarato lamaran nan lah tibo, jo apo jalan kamanulak, ba’apo pulo kacaronyo, untuak mamasuki Minangkabau, manakluakan Luhak nan Tigo, jo tuhuak parang dikalahkan, dek urang damai nyo lahiakan, balun hanyuik lah bapinteh, balun hilang lah bacari, hamat didalam kiro-kiro, salain dari pado itu, iyo juo kato rang tuo:
Dimaso mudo mangucambah
Kalaulah tuo manyalaro
Sungguah kasumbo alah merah
Tapi disago nan lah nyato

Nan mudo biaso bimbang
Manaruah mamang jo ragu
Kalau batimbo ameh datang
Lungga ganggaman nan dahulu
Dek pujuak sapinteh lalu
Budi salewai kok marangkuah
Bungo kambang jokok marayu
Caia iman takluak tubuah
Namonyo mudo jolong kanaiak
Biaso ragu pamandangan
Namun dek budi baso baiak
Dek racun dunia mabuaklah insan
Lorong dek diri Aditiawarman
Tatkalo maso itu
Tasuwo bana nan kian
Gayuang basambuik nyo satuju

Kato saukua samo panjang, paham sasuai lahia batin, nan kandak utusan lah balaku, pintaknyo alah lah babari, tampan kaaman tanah Minang, tak jadi cabua Nan Tigo Luhak.
Tasabuik utusan nan disuruah, dek lah sampai nan di mukasuik, babaliak pulang hanyo lai, sadang ka Luhak Tanah Data, manghadap Parpatiah nan Sabatang jo Datuak katumangguangan, mamulangkan hasia parundiangan, mangumbalikan titah nan dijujuang. Aluran Datuak Katumangguangan duo jo Parpatiah nan Sabatang, tigo jo Cati Bilangpandai, galak dihati kasukoan, hasianyo aka jo budi, tidak tanilai diharato, korong kampuang tapaliharo, dusun nagari kamujuran, tailak bahayo tuhuak parang, tak jadi darah tatumpah, Minang lah lapeh dari bahayo. Kununlah Parpatiah nan Sabatang, iyo dek uerang biopari, tiok bakato bakiasan, kalau barundiang basindiran, dibuek ibarat kato bida, nan kadikana isuak-isuak, nan kajawek anak cucu, untuak nyo pikia nyo pahamkan, paninjau mason an lalu. “Anggang nan tabang dari lauik, ditembak Datuak nan baduo, salatuih duo dagamnyo, tigo pangulak babaliak, mako jatuahlah talua angso nantun, ditangah alam Minangkabau” Baitulah buni patitihnyo, kato bida Parpatiah nan Sabatang, nyato balapa bama’ana, kato nan ado dalalatnyo, nak samo dirunuik nan pahamnyo, basamo kito mamikiakan.
Baru salasai kato nantun, dek panjang lah nyato kabauleh, leba iyo kabakumpuah, basiaplah Datuak Parpatiah nan Sabatang sarato jo Datuak Katumanguangan, manyadiokan mano nan kaparalu, halek jo jamu nan kadihadang, ragam dunia nan kadigamak, manuruik adat jo limbago, mangawinkan anak kamanakan.
Lah siap lah hasia cukuik, dijapuik Aditiawarman, kapasisia tapi lauik, katampat pelangnyo balabuah, katapi ombak nan badabua. Dituruik alua dipakai adat, dijapuik jo arak iriang, dijapuik jo gandang pararakan, sarato rabab jo kucapi, langkok jo saluang jo dewaan. Masuak kaalam Minangkabau, kadalam Luhak Tanah Data, naiak ustano rumah gadang, diduduakan dikasua bunta, dibuah alam kapurian, dilingkuang dayang jo panginang, tabantang tirai langik-langik, bapayuang panji barapik, cukuik alat kabasaran. Dalam alek marapulai, mangawinkan Puti Jamilan, jo Panglimo Aditiawarman, dek Datuak Parpatiah nan Sabatang, jo Datuak Katumangguangan, dunia nan tidak mangupalang.
Namonyo adiak sorang itu, sibongsu tidak kabaradiak, tidak nan ketek nan kagadang, dipakai nan sarunciang-runciang adat, caro adat balambang urek, nak tujuah rangkiang kosong, tujuah ikua kabau rabah. Tigo caro kabasaran, partamo “kenang bapakai” kaduo “latiah barunuik” katigo “kuadan nan mananti”. Tigo macam kabasaran didalam adat caro Minang, dihalek Puti Jamilan, sabuah tidak banan kurang, saketek tak buliah lilik sumbiang, iyo bana bak kato urang, kok halek mangirokan daun, jamu manangkuikan cawan, tasabuik nan tigi luhak,kanai panggilan kasamonyo, datang mambao buah tangan. Katandao alamat putiah hati. Salasai halek jo jamu, lah duduak Aditiawarman, dirumah Puti Jamilan, duduak sabagai urang sumando, sumando dek niniak mamak, rajo kali dirumah tanggo, junjuangan Puti Jamilan, tapi nan paham balun suni. Dek Datuak Parpatiah nan Sabatang, duo jo Datuak Katumangguangan, ditiliak diateh lahia, dipandang diateh rupo, tampak mambayang kanan lahia, kurang suninyo parasaan. Niat hinggok mancangkam malambang tanah, maninggakan lasuang jo marunggai, mambao adat jo limbago. Tapi sakarang iko kini, dek dimabuak tangguli angin, lah taminum racun dunia, jatuah hinggok kaateh dahan, kuku tak jadi mancangkam, jadi mambao panyasalan, tasingik kulaku jo buatan. Barulah nyato nan kian, dek Parpatiah nan Sabatang, sarato Katumangguangan, iyolah manuruik undang-undang Luhak, “Luhak Bapanghulu, rantau Barajo, Alam batampuak”. Mulai sajak dari itu, nan diri Aditiawarman, lah mamacik tampuak alam, mangganggam kato kabulatan, mamarentahkan kato undang-undang, nan tabik dari kato mupakat, kapado Luhak nan Tigo, sampai kataluak jo rantaunyo, salingkuang alam Minangkabau, itulah nan turun tamurun, mulo dari Aditiawarman sampai kaanak jo cucunyo, tapi kamanakan Katumangguangan, sarato Parpatiah nan Sabatang, warih dari mamak nan sajati, bangso diibu katurunan, pusako disitulah tatapnyo. Kaka adat Parpatiah nan Sabatang jo Datuak Katumangguangan, sampai sakarang iko kini, warihnyo juo nan dijawek, adatnyo juo nan dipakai, limbago nyo juo nan dituang.
Disitu limbago lah tajali
Kato putuih cupak tahampeh
Cupak panuah gantang balanjuang
Adat nan kewi lah badiri
Tacuriang barih jo balabeh
Pangkat dimamak nan dijujuang
Tibonyo garak o takadia
Tagak dek gintang aka budi
Dibasuah barabih aia
Dikikih barabih basi



Timbuanyo Adat Nan Mumtanik
Anggang nan datang dari lauik
Sungguah kok tabang jo mangkuto
Dek budi baso nan panyambuik
Pumpun kuku patah paruahnyo

Sungguahpun hinggok lah mancangkam
Kuku nan tajam tak paguno
Bago kok jadi tampuak alam
Tapi mupakat nan kuaso
Dek lamo lambek nan baitu, habih tahun babilang musim, nan diri Aditiawarman, duduak mamacik tampuak alam, didalam Luhak nan tigo, mamarentah Lareh nan Duo, cupak nyo tidak buliah luak, gantangnyo tidak buliah panuah, alua baturuik adat bapakai, amanlah luhak jo lareh, damai hampia sangketo jauah, urang kampuang buliah sajuaknyo. Turun tamurun nan baitu, sampai kaanak jo cucunyo, warisan Parpatiah nan Sabatang, pusako Katumngguangan, jawek manjawek sampai kini.
Manuruik warih nan dijawek, pituah guru nan dituntuik, jo buni kato sajarah, tigo abad masuak kaampek, masuaklah agamo rasulullah, tibo di Aceh tigo sagi, sadang kadunia Tanah Rencong. Kadatangan agamo nan sucitu, dek janiahnyo tidak balunau, putiah nyo tidak bakuma, dapek sambutan dek rang banyak, labiah-labiah dek rang gadang, pamimpin koto jo nagari, rajo daulat nan kuaso, tunduak tapakua manarimo, mangucap syahadah maso itu, rajo pasai lah jadi Islam.
Sajak mulai dari itu, dek samo katuju dinan elok, samo sasuai dinan baiak, makin sahari makin kambang, batambah batukuak juo pangikuik agamo Allah. Manjalah agamo nan suci, sampai kabarat jo katimua, didalam pulau Ameh nangko, sampai kaalam Minangkabau, mamasuki Luhak nan Tigo, sarato Lareh nan Duo, nyatolah cukuik undang-undang, langkok aturan jo susunan, didalam koto jo nagari, sampaisampai kakorong kampuang, lalu kaateh rumah tanggo, untuak dituruik dipatuhi, dek sagalo anak kamanakan, rakyat umum nan banyakko. Tapi agamo nan baru tibo, dek sasuai jo paham adat, saukua bana jo limbago, capek tapaham dek rang banyak, suko bana manarimo, tobatlah urang maso itu, lalu diikuik sunnah Rasul, dituruik parentah Allah.
Tatkalo maso itu, dek urang nan cadiak tahu pandai, dipikia bana dalam-dalam, sampai diinok dimanuangkan, ditiliak diadu paham, antaro adat jo syara’ ,hampia tidak basalisiah, satu tujuan jo mukasuik, hanyo sabutan nan batuka, caro jo sajak nan balain, rupo lelo nan tak saroman, sansa basamo manih.
Kalau ditimbang dihalusi, ditiliak kaadat jo limbago, nan disusun Parpatiah nan Sabatang, sungguah tak asa dari nabi, bukan dari ayat dari Allah, dapek dek tajam buah pikia, tapi maniru manuladan, iyo mancontoh kanan ado, alam tabantang jadi guru, pangalaman hiduik nan ditangguang, datangnyo dari tuhan juo, itu bana jadi pitunjuak, limpahan kurnia dari tuhan, patuik saukua jo agamo, hampia sajalannyo jo syara’.
Sabab karano damikian, sungguahpun syara’ lah mangato, nan adat alah mamakai, anjuran syara’ nan baru datang, suruah agamo rasulullah, lah banyak tapakai di Minangkabau. Nan kato syara’ nan lazim, batolong-tolongan samo manusia, diateh jalan kabaikan, nan adat alah mamakaikan, kok barek samo dipikua, nan ringan samo dijinjiang, nan banyak samo dilapah, saketek samo dicacah, kabukik samo didaki, kalurah samo manurun. Sabab karano nan baitu, dek adat jo syara’ nyato sapaham, hanyo caro nan balain, sajak jo lelo nan batuka, sungguahpun jalannyo nan basimpang, labuah samo luruih bana. Dek tapek tibo nan sasuai, timbua papatah maso itu, dari niniak muyang nan jauhari:
Lah elok ditimpo rancak
Adat ditambah sunah nabi
Bagai ukia dibari janang
Adat lah kewi lah lazim syara’
Basi baiak diringgiti
Islamlah rang Alam Tanah Minang

Dek lamo bakalamoan, agamo di Minangkabau, sampai satahun jo duo tahun, lah pangikuik dinagari, hampialah Islam kasamonyo. Didalam nan banyak itu, dek sangat manyalidiki, mamahami isi sunah rasul, sarato dengan ayat Allah, timbualah alim jo ulama, suluah bendang dalam agamo. Iyo bana bak kato bida, kalau dikali dalamdalam, basuo urek jo isinyo, jiko dipanjek tinggi-tinggi,tampaklah pucuak jo silaro, batunggua bapanabangan, babatang bapangabuangan, tiok kulik ado barisi, tiok lapa ado ma’ana.
Dek kuek sungguah nak tahu, nak dapek jalan nan bana, sampai tasalam tadalami, tampak salah jo siliknyo, antaro adat jo syara’. Dalam adat tidak balarang, tapi dek syara’ batagah bana. Dalam adat di Minangkabau, manyabuang ayam bagalanggang, maadu balam dipancangnyo, maadu tuah jo ceno, manyabuang ameh jo perak, manuruik pituah jo pandapek, didalam adat istiadat, tidak batagah dek limbago, dek syara’ lah nyato haram, larangan nabi sungguah-sungguah.
Dalam sacaro nan baitu, sabab dek adat bapakai juo, adat disabuang bagalanggang, jo maadu balam dipancangnyo, tidaklah dapek dihapuikan, dinamoi adat nan mumtanik, iyolah adat nan talarang, dilarang agamo Allah. Didalam adat nan mumtanik, sarato jo warih pangkat, jo warih pusako tinggi, bacarailah adat jo syara’, dinamoi adat nan mumtanik, bapakai juo sampai kini. Tapi sungguah pun baitu, adat istiadat urang dahulu, caro pamakaian masiang-masiang, dalam daerah satu-satu, nan bak papatah bida adat, asiang padang asiang bilalang, asiang lubuak asiang ikannyo, dek agamo lah dipakai, parentah tuhan lah dituruik, iman kapado Allah dengan Rasul, suruah nabi wajib dituruik, tantang pamakaian adat, nan manyimpang dari syara’ walau dek adat tak balarang, adat tu banyak nan lah hilang, ba angsua rang tinggakan. Sabab karano nan baitu, adat kin lamo makin susuik, syara’ makin lamo makin batambah, batambah juo alemunyo, salalu dikaji diamalkan, adat makin lamo makin kurang, sabab baangsua maninggakan, nan tak buliah diagamo, nan dilarang kitabullah, nan ditagah rasulullah, makim lamo makin habih juo, iman katuhan lah mandalam. Dek karano nan bak kian, tasabuik dek niniak muyang, kok syara’ alah mandaki, nan adat nyato manurun, Syara’ makin lamo makin naiak, adat makin lamo makin manurun. Sajak mulai dari itu, syara’ lazim adat bapakai, sadundun adat jo syara’, tidak lah dapek carai tangga, adat manjadi darah dagiang, syara’ nan lazim pandirian, adatnyo tabatu intan, syara’nyo taujudullah. Sajak muloi adat basandi syarak, syara’lah basandi adat, tidak ado dari syara’, bukan syara’ dari dari adat, sandi manjadi kaduonyo, didalam caro mamakaikan, kalau syara’ kadikarajokan, usah talangga larangan adat, jikok adat kadituruik, atau adat kadibuek, jangan tatampuah larangan agamo, santosolah awa sampai ka akhia.
Baru syara’ alah lazim, didalam alam Minangkabau, pamerentahan Lareh nan Duo, nan dipacik dek tampuak alam, nan bapasa ampek balai, lalu ditambah maso itu, jadi limo jo Tuan Kadi, agamo tapegang dek baliau, suluah bendang camin nan taruih, panarangi bagi nan kalam, dalam syariat jo hakikat, ditarikat jo makripat.
Syariat pandang nan nyato
Hakikat lurah nyo dalam
Bahimpun adat jo agamo
Sehat rohani lua jo dalam

Gantang dibudi nan curiga
Cupak dikato nan pilihan
Adat mamakai syara’ mangato
Ujuik satu balain jalan
Kalimbago tuangan adat
Syara’ kahadis dengan dalia
Dek dunia dapek akhirat
Dek syara’ santoso dunia

Sajak hadir Tuan Kadi, lah tagak adat jo agamo, adat kewi syara’ lah lazim, jasmani lah patuah kasyariat, rohani lah tunduak kahakikat, alam nan zahir lah santoso, alam batin alah lah suni, tibolah andai jo papatah:
Sajak adat basandi syara’
Duo aturan lah sapilin
Dalam dilauik tak barombak
Tagak dipadang tak barangin

Didalam nan duo kalarasan
Adat lah jadi darah dagiang
Syara’ nan lazim kaimanan
Adat nan kewi nan mambimbiang
Dituruik parentah Allah
Dipakai kato kabulatan
Kok syara’ lah taujudullah
Kok adat lah tabatu intan

Warih lah jawek bajawek, pusako lah turun tamurun, adat nan dari Parpatiah nan Sabatang, jo Datuak Katumangguangan, syara’ lah lah turun tamurun, sajak nan Rasul Allah, panghulu sagalo alam, sampai kini tidak barubah, tidaknyo lipua dek hujan, bapantang lakang dek paneh. Dek lamo tidaknyo lupo, dek banyak tidak nyo ragu, satitiak tak amuah hilang, sabarih bapantang lipua, talamun rago mangakeh, tatimbun rago manabeh.

 Catatan:
Tambo dan silsilah adat Minangkabau ini ditulis ulang menurut aslinya dari buku karangan, B. Datuak Nagari Basa. Terbitan CV. Eleonora, Payakumbuh