Selasa, 21 Oktober 2014

Kompilasi ABS SBK

Adat nan Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

Mukadimah
Visi propinsi Sumatera Barat adalah ingin menjadikan masyarakat Sumatera Barat sejahtera dunia akhirat. Visi tersebut akan sulit dicapai bila tidak dirumuskan misi yang jelas, tujuan yang akan dicapai, dan sasaran yang hendak diraih, serta cara yang akan ditempuh untuk mewujudkan tujuan tersebut secara tepat. Berhasilnya teknik pencapaian tujuan dimaksud, di antaranya adalah pemahaman masyarakat dan para ninik mamak pemangku adat Minangkabau terhadap nilai-nilai adat dan agama dalam kehidupan sehari-hari. Ninik mamak sebagai pemimpin masyarakat adat Minangkabau sebagian besar berada di propinsi Sumatera Barat kini, sedang menghadapi perubahan besar, sebagai akibat dari proses globalisasi dan dunia informasi.

Minangkabau sejak dahulu hingga sekarang, tatanan kehidupan masyarakatnya sangat ideal karena didasari nilai-nilai, norma-norma adat dan agama Islam yang menyeluruh, dalam satu ungkapan adat berbunyi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Adat dan syarak di Minangkabau merupakan benteng kehidupan dunia akhirat yang disebutkan dalam petatah adat “kesudahan adat ka balairung, kasudahan syarak ka akhirat.” Mamangan ini menyiratkan teguhnya benteng orang Minangkabau yang terkandung di dalam adat dan kokohnya perisai Islam yang di pagar oleh syarak.
Fenomena sekarang terlihat norma lama yang luhur mulai agak memudar, sementara tatanan baru belum pula terbentuk. Nilai-nilai kehidupan pada mulanya bersifat kebersamaan di masa sekarang agak cendrung bersifat individual. Nilai-nilai kehidupan selama ini tumbuh di nagari, sekarang kecendrungan masyarakat lebih suka hidup di perkotaan. Pada masa doeloe norma kehidupan berpegang kepada budi dan rasa malu, sekarang cenderung mulai meninggalkan sifat tenggang rasa, dan fenomena seperti itu sering menjadikan adat Minangkabau yang mempunyai banyak sekali nilai-nilai ideal itu, mulai jadi bahan cercaan.
Nilai-nilai universal dalam masyarakat Minangkabau berkaitan dengan nilai-nilai adat dan syarak dapat dikategorikan ke dalam 6 kelompok, yaitu:
(1) nilai-nilai ketuhanan,
(2) nilai-nilai kemanusiaan,
(3) nilai-nilai persaudaraan atau ukhuwah Islamiyah / kesatuan dan persatuan,
(4) nilai musyawarah dan demokrasi,
(5) raso pareso / akhlak / budi pekerti,
(6) gotong royong / sosial kemasyarakatan.
Keenam nilai-nilai tersebut sangat dipahami oleh para ninik mamak pemangku adat Minangkabau dan menjadi prilakunya sehari-hari, karena ninik mamak adalah suri teladan bagi anak kemenakannya.
Fenomena terjadi akhir-akhir ini sosok ninik mamak kurang dihargai oleh kemanakannya. Anak kemenakan seolah-olah tidak ambil pusing lagi dengan ninik mamaknya. Terkadang perkataan ninik mamak sering tidak diacuhkan oleh kemanakannya. Bahkan kehadiran ninik mamak di tengah-tengah anak kemanakannya seolah-olah tidak diperlukan lagi.
Saat ini terjadi krisis kepercayaan terhadap ninik mamak oleh anak kemenakan. Ninik mamak seharusnya memegang kendali dan menentukan dalam pembentukan kepribadian anak kemenakan. Penyebab terjadinya krisis kepercayaan di kalangan anak kemenakan terhadap ninik mamak saat ini di antaranya adalah karena kurangnya pemahaman Ninik Mamak Pemangku Adat Minangkabau terhadap nilai-nilai adat dan syarak. Jika masalah ini dibiarkan terus menerus, maka tidak mustahil masyarakat Minangkabau yang dikenal masyarakat beradat, mungkin hanya akan tinggal kenangan, dan hanya menjadi sebuah catatan sejarah bahwa dulu masyarakat Minangkabau sangat menjunjung tinggi adatnya yang kokoh dipagari oleh nilai-nilai agama atau syarak.
Adat di Minangkabau
Orang Minangkabau terkenal dengan adatnya yang kuat. Adat sangat penting dalam kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu dalam petatah Minangkabau diungkapkan, hiduik di kanduang adat. Maka, ada empat tingkatan adat di Minangkabau.
1. Adat Nan Sabana Adat
Adat nan sabana adat adalah kenyataan yang berlaku tetap di alam, tidak pernah berubah oleh keadaan tempat dan waktu. Kenyataan itu mengandung nilai-nilai, norma, dan hukum. Di dalam ungkapan Minangkabau dinyatakan sebagai adat nan indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan, diasak indak layua, dibubuik indak mati atau adat babuhua mati. Adat nan sabana adat bersumber dari alam.
Pada hakikatnya, adat ini ialah kelaziman yang terjadi sesuai dengan kehendak Allah. Maka, adat Minangkabau tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal itu melahirkan konsep dasar pelaksanaan adat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, yakni adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah dan syarak mangato, adat mamakai. Dari konsep itu lahir pulalah falsafah dasar orang Minangkabau yakni alam takambang jadi guru.
Adat nan sabana adat menempati kedudukan tertinggi dari empat jenis adat di Minangkabau, sebagai landasan utama dari norma, hukum, dan aturan-aturan masyarakat Minangkabau. Semua hukum adat, ketentuan adat, norma kemasyarakatan, dan peraturan-peraturan yang berlaku di Minangkabau bersumber dari adat nan sabana adat.
2. Adat Nan Diadatkan
Adat nan diadatkan adalah adat buatan yang dirancang, dan disusun oleh nenek moyang orang Minangkabau untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Aturan yang berupa adat nan diadatkan disampaikan dalam petatah dan petitih, mamangan, pantun, dan ungkapan bahasa yang berkias hikmah.
Orang Minangkabau mempercayai dua orang tokoh sebagai perancang, perencana, dan penyusun adat nan diadatkan, yaitu Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan Datuak Katumangguangan.
Inti dari adat nan diadatkan yang dirancang Datuak Parpatiah Nan Sabatang ialah demokrasi, berdaulat kepada rakyat, dan mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Sedangkan adat yang disusun Datuak Katumangguangan intinya melaksanakan pemerintahan yang berdaulat ke atas, otokrasi namun tidak sewenang-wenang. Sepintas, kedua konsep adat itu berlawanan. Namun dalam pelaksanaannya kedua konsep itu bertemu, membaur, dan saling mengisi. Gabungan keduanya melahirkan demokrasi yang khas di Minangkabau. Diungkapkan dalam ajaran Minangkabau sebagai berikut:
Bajanjang naiak, batanggo turun.
Naiak dari janjang nan di bawah, turun dari tanggo nan di ateh.
Titiak dari langik, tabasuik dari bumi.

Penggabungan kedua sistem ini ibarat hubungan legislatif dan eksekutif di sistem pemerintahan saat ini.
3. Adat Nan Taradat
Adat nan taradat adalah ketentuan adat yang disusun di nagari untuk melaksanakan adat nan sabana adat dan adat nan diadatkan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan nagarinya. Adat ini disusun oleh para tokoh dan pemuka masyarakat nagari melalui musyawarah dan mufakat. Dari pengertian itu lahirlah istilah adat salingka nagari.
Adat nan taradat disebut juga adat babuhua sentak, artinya dapat diperbaiki, diubah, dan diganti. Fungsi utamanya sebagai peraturan pelaksanaan dari adat Minangkabau. Contoh penerapannya antara lain dalam upacara batagak pangulu, turun mandi, sunat rasul, dan perkawinan, yang selalu dipagari oleh ketentuan agama, di mana syarak mangato adaik mamakaikan.
4. Adat Istiadat
Adat istiadat merupakan aturan adat yang dibuat dengan mufakat niniak mamak dalam suatu nagari. Peraturan ini menampung segala kemauan anak nagari yang sesuai menurut alua jo patuik, patuik jo mungkin. Aspirasi yang disalurkan ke dalam adat istiadat ialah aspirasi yang sesuai dengan adat jo limbago, manuruik barih jo balabeh, manuruik ukuran cupak jo gantang, manuruik alua jo patuik.
Ada dua proses terbentuknya adat istiadat. Pertama, berdasarkan usul dari anak nagari, anak kemenakan, dan masyarakat setempat. Kedua, berdasarkan fenomena atau gejala yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Ini diungkapkan dalam kato pusako:
Tumbuah bak padi digaro, tumbuah bak bijo disiang.
Elok dipakai, buruak dibuang.
Elok dipakai jo mufakat, buruak dibuang jo rundiangan.

Adat istiadat umumnya tampak dalam bentuk kesenangan anak nagari seperti kesenian, langgam dan tari, dan olahraga.
Mukadimah
Visi propinsi Sumatera Barat adalah ingin menjadikan masyarakat Sumatera Barat sejahtera dunia akhirat. Visi tersebut akan sulit dicapai bila tidak dirumuskan misi yang jelas, tujuan yang akan dicapai, dan sasaran yang hendak diraih, serta cara yang akan ditempuh untuk mewujudkan tujuan tersebut secara tepat. Berhasilnya teknik pencapaian tujuan dimaksud, di antaranya adalah pemahaman masyarakat dan para ninik mamak pemangku adat Minangkabau terhadap nilai-nilai adat dan agama dalam kehidupan sehari-hari. Ninik mamak sebagai pemimpin masyarakat adat Minangkabau sebagian besar berada di propinsi Sumatera Barat kini, sedang menghadapi perubahan besar, sebagai akibat dari proses globalisasi dan dunia informasi.

Minangkabau sejak dahulu hingga sekarang, tatanan kehidupan masyarakatnya sangat ideal karena didasari nilai-nilai, norma-norma adat dan agama Islam yang menyeluruh, dalam satu ungkapan adat berbunyi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Adat dan syarak di Minangkabau merupakan benteng kehidupan dunia akhirat yang disebutkan dalam petatah adat “kesudahan adat ka balairung, kasudahan syarak ka akhirat.” Mamangan ini menyiratkan teguhnya benteng orang Minangkabau yang terkandung di dalam adat dan kokohnya perisai Islam yang di pagar oleh syarak.
Fenomena sekarang terlihat norma lama yang luhur mulai agak memudar, sementara tatanan baru belum pula terbentuk. Nilai-nilai kehidupan pada mulanya bersifat kebersamaan di masa sekarang agak cendrung bersifat individual. Nilai-nilai kehidupan selama ini tumbuh di nagari, sekarang kecendrungan masyarakat lebih suka hidup di perkotaan. Pada masa doeloe norma kehidupan berpegang kepada budi dan rasa malu, sekarang cenderung mulai meninggalkan sifat tenggang rasa, dan fenomena seperti itu sering menjadikan adat Minangkabau yang mempunyai banyak sekali nilai-nilai ideal itu, mulai jadi bahan cercaan.
Nilai-nilai universal dalam masyarakat Minangkabau berkaitan dengan nilai-nilai adat dan syarak dapat dikategorikan ke dalam 6 kelompok, yaitu:
(1) nilai-nilai ketuhanan,
(2) nilai-nilai kemanusiaan,
(3) nilai-nilai persaudaraan atau ukhuwah Islamiyah / kesatuan dan persatuan,
(4) nilai musyawarah dan demokrasi,
(5) raso pareso / akhlak / budi pekerti,
(6) gotong royong / sosial kemasyarakatan.
Keenam nilai-nilai tersebut sangat dipahami oleh para ninik mamak pemangku adat Minangkabau dan menjadi prilakunya sehari-hari, karena ninik mamak adalah suri teladan bagi anak kemenakannya.
Fenomena terjadi akhir-akhir ini sosok ninik mamak kurang dihargai oleh kemanakannya. Anak kemenakan seolah-olah tidak ambil pusing lagi dengan ninik mamaknya. Terkadang perkataan ninik mamak sering tidak diacuhkan oleh kemanakannya. Bahkan kehadiran ninik mamak di tengah-tengah anak kemanakannya seolah-olah tidak diperlukan lagi.
Saat ini terjadi krisis kepercayaan terhadap ninik mamak oleh anak kemenakan. Ninik mamak seharusnya memegang kendali dan menentukan dalam pembentukan kepribadian anak kemenakan. Penyebab terjadinya krisis kepercayaan di kalangan anak kemenakan terhadap ninik mamak saat ini di antaranya adalah karena kurangnya pemahaman Ninik Mamak Pemangku Adat Minangkabau terhadap nilai-nilai adat dan syarak. Jika masalah ini dibiarkan terus menerus, maka tidak mustahil masyarakat Minangkabau yang dikenal masyarakat beradat, mungkin hanya akan tinggal kenangan, dan hanya menjadi sebuah catatan sejarah bahwa dulu masyarakat Minangkabau sangat menjunjung tinggi adatnya yang kokoh dipagari oleh nilai-nilai agama atau syarak.
Adat di Minangkabau
Orang Minangkabau terkenal dengan adatnya yang kuat. Adat sangat penting dalam kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu dalam petatah Minangkabau diungkapkan, hiduik di kanduang adat. Maka, ada empat tingkatan adat di Minangkabau.
1. Adat Nan Sabana Adat
Adat nan sabana adat adalah kenyataan yang berlaku tetap di alam, tidak pernah berubah oleh keadaan tempat dan waktu. Kenyataan itu mengandung nilai-nilai, norma, dan hukum. Di dalam ungkapan Minangkabau dinyatakan sebagai adat nan indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan, diasak indak layua, dibubuik indak mati atau adat babuhua mati. Adat nan sabana adat bersumber dari alam.
Pada hakikatnya, adat ini ialah kelaziman yang terjadi sesuai dengan kehendak Allah. Maka, adat Minangkabau tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal itu melahirkan konsep dasar pelaksanaan adat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, yakni adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah dan syarak mangato, adat mamakai. Dari konsep itu lahir pulalah falsafah dasar orang Minangkabau yakni alam takambang jadi guru.
Adat nan sabana adat menempati kedudukan tertinggi dari empat jenis adat di Minangkabau, sebagai landasan utama dari norma, hukum, dan aturan-aturan masyarakat Minangkabau. Semua hukum adat, ketentuan adat, norma kemasyarakatan, dan peraturan-peraturan yang berlaku di Minangkabau bersumber dari adat nan sabana adat.
2. Adat Nan Diadatkan
Adat nan diadatkan adalah adat buatan yang dirancang, dan disusun oleh nenek moyang orang Minangkabau untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Aturan yang berupa adat nan diadatkan disampaikan dalam petatah dan petitih, mamangan, pantun, dan ungkapan bahasa yang berkias hikmah.
Orang Minangkabau mempercayai dua orang tokoh sebagai perancang, perencana, dan penyusun adat nan diadatkan, yaitu Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan Datuak Katumangguangan.
Inti dari adat nan diadatkan yang dirancang Datuak Parpatiah Nan Sabatang ialah demokrasi, berdaulat kepada rakyat, dan mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Sedangkan adat yang disusun Datuak Katumangguangan intinya melaksanakan pemerintahan yang berdaulat ke atas, otokrasi namun tidak sewenang-wenang. Sepintas, kedua konsep adat itu berlawanan. Namun dalam pelaksanaannya kedua konsep itu bertemu, membaur, dan saling mengisi. Gabungan keduanya melahirkan demokrasi yang khas di Minangkabau. Diungkapkan dalam ajaran Minangkabau sebagai berikut:
Bajanjang naiak, batanggo turun.
Naiak dari janjang nan di bawah, turun dari tanggo nan di ateh.
Titiak dari langik, tabasuik dari bumi.

Penggabungan kedua sistem ini ibarat hubungan legislatif dan eksekutif di sistem pemerintahan saat ini.
3. Adat Nan Taradat
Adat nan taradat adalah ketentuan adat yang disusun di nagari untuk melaksanakan adat nan sabana adat dan adat nan diadatkan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan nagarinya. Adat ini disusun oleh para tokoh dan pemuka masyarakat nagari melalui musyawarah dan mufakat. Dari pengertian itu lahirlah istilah adat salingka nagari.
Adat nan taradat disebut juga adat babuhua sentak, artinya dapat diperbaiki, diubah, dan diganti. Fungsi utamanya sebagai peraturan pelaksanaan dari adat Minangkabau. Contoh penerapannya antara lain dalam upacara batagak pangulu, turun mandi, sunat rasul, dan perkawinan, yang selalu dipagari oleh ketentuan agama, di mana syarak mangato adaik mamakaikan.
4. Adat Istiadat
Adat istiadat merupakan aturan adat yang dibuat dengan mufakat niniak mamak dalam suatu nagari. Peraturan ini menampung segala kemauan anak nagari yang sesuai menurut alua jo patuik, patuik jo mungkin. Aspirasi yang disalurkan ke dalam adat istiadat ialah aspirasi yang sesuai dengan adat jo limbago, manuruik barih jo balabeh, manuruik ukuran cupak jo gantang, manuruik alua jo patuik.
Ada dua proses terbentuknya adat istiadat. Pertama, berdasarkan usul dari anak nagari, anak kemenakan, dan masyarakat setempat. Kedua, berdasarkan fenomena atau gejala yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Ini diungkapkan dalam kato pusako:
Tumbuah bak padi digaro, tumbuah bak bijo disiang.
Elok dipakai, buruak dibuang.
Elok dipakai jo mufakat, buruak dibuang jo rundiangan.

Adat istiadat umumnya tampak dalam bentuk kesenangan anak nagari seperti kesenian, langgam dan tari, dan olahraga.


FILOSOFI HIDUP DI MINANGKABAU BERSUMBER DARI ALAM
Alam takambang jadi guru dan diberi ruh oleh Islam. Konsep ABS-SBK adalah kristalisasi ajaran hukum alam yang bersumber dari Islam. Yang diperlukan sekarang adalah pemantapan dan pengamalan. Maka, prinsip-prinsip ABS-SBK harus masuk ke dalam seluruh kehidupan secara komprehensif.
Dengan perpaduan yang baik, kebudayaan Minangkabau akan berlaku universal. Langkah sekarang adalah, menjabarkan ajaran ABS-SBK, secara sistematis dan terprogram ke dalam berbagai sistem kehidupan. Dimulai dalam pelaksanaan pemerintahan di tingkat Nagari, seperti, kebersamaan, gotong royong, sahino samalu, kekerabatan, dan penghormatan sesama, atau barek sapikue ringan sajinijing, yang menjadi kekuatan di dalam incorporated social responsibility.

Kekusutan dalam masyarakat Minangkabau, khususnya di tingkat Nagari-nagari dapat diatasi dengan komunikasi dengan generasi muda. Persoalan prilaku harus mendapatkan porsi yang besar, selain persoalan kelembagaan. Prilaku orang Minang terutama generasi muda sangat mengkhawatirkan.
Selain lemahnya komunikasi, masalah yang muncul di Nagari adalah rapuhnya solidaritas. Diperlukan sosialisasi nilai-nilai budaya Minangkabau. Selanjutnya, membentuk kembali struktur masyarakat adat di Nagari-nagari.
Sebagai masyarakat beradat dengan pegangan adat bersendi syariat dan syariat yang bersendikan Kitabullah, maka kaedah-kaedah adat itu memberikan pula pelajaran-pelajaran antara lain,
1. Mengutamakan prinsip hidup seimbang.
Ketahuilah bahwa ni’mat Allah, sangat banyak. Seperti yang difirmankan Allah yang artinya :
“Dan jika kamu menghitung-hitung ni’mat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi maha Penyayang” (QS.16, An Nahl : 18).
Hukum Islam menghendaki keseimbangan antara perkembangan hidup rohani dan perkembangan jasmani ; “Sesungguhnya jiwamu (rohani-mu) berhak atas kamu (supaya kamu pelihara) dan badanmu (jasmanimu) pun berhak atasmu supaya kamu pelihara” (Hadist).
Keseimbangan tampak jelas dalam menjaga kemakmuran di ranah ini, “Rumah gadang gajah maharam, Lumbuang baririk di halaman, Rangkiang tujuah sajaja, Sabuah si bayau-bayau, Panenggang anak dagang lalu, Sabuah si Tinjau lauik, Birawati lumbuang nan banyak, Makanan anak kamanakan. Manjilih ditapi aie, Mardeso di paruik kanyang.
Hal ini seiring dengan bimbingan hadist Rasul SAW, “Berbuatlah untuk hidup akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok dan berbuatlah untuk hidup duniamu, seolah-olah akan hidup selama-lamanya” (Hadist).
2. Kesadaran kepada luasnya bumi Allah.
Dianjurkan, jangan tetap tinggal terkurung dalam lingkungan yang kecil. Diajarkan, bahwa Allah SWT telah menjadikan bumi mudah untuk digunakan. Maka, berjalanlah di atas permukaan bumi, makanlah dari rezekiNya, kepadaNya lah tempat kamu kembali.

“Maka berpencarlah kamu di atas bumi, dan carilah karunia Allah dan (di samping itu) banyaklah ingat akan Allah, supaya kamu mencapai kejayaan”. (QS.62, Al Jumu’ah : 10).

Karatau madang dihulu babuah babungo balun. Marantau buyuang dahulu dirumah paguno balun. Ditanamkan pentingnya kehati-hatian “Ingek sa-balun kanai, Kulimek sa-balun abih, Ingek-ingek nan ka-pai, Agak-agak nan ka-tingga”.

3. Mencari nafkah dengan “usaha sendiri”.

Memiliki jati diri, self help, mandiri dengan modal tulang delapan kerat, dengan cara yang amat sederhana sekalipun, “lebih terhormat”, daripada meminta-minta dan menjadi beban orang lain.
Arahan syarak menyebutkan, “Kamu ambil seutas tali, dan dengan itu kamu pergi kehutan belukar mencari kayu bakar untuk dijual pencukupan nafkah bagi keluargamu, itu adalah lebih baik bagimu dari pada berkeliling meminta-minta”. (Hadist).
Membiarkan diri hidup dalam kemiskinan dengan tidak berusaha adalah salah. “Kefakiran (kemiskinan) membawa orang kepada kekufuran (keingkaran)” (Hadist).
4. Tawakkal dan bekerja dengan tidak boros.
Kerja merupakan unsur utama produksi untuk memenuhi hak hidup, hak keluarga, dan masyarakat guna mendorong fungsi produksi dalam mengoptimalkan sumberdaya insani yang mengacu full employment.
Syarak (agama Islam) menghargai kerja sebelum menghargai produknya, sehingga aktivitas produksi yang padat karya lebih disenangi daripada padat modal, karena model ini lebih memberdayakan produsen. Menjadi pengemis sangat dibenci. Mencari dan berproduksi selalu diiringkan dengan tawakal.
Tawakkal bukan berarti “hanya menyerahkan nasib”, dengan tidak berbuat apa-apa, menunggu datangnya rezki dan takdir, tanpa mau berusaha, atau bersikap fatalis, adalah satu kesalahan besar. Jangan kamu menadahkan tangan dan berharap, “Wahai Tuhanku, berilah aku rezeki, berilah aku rezeki”, sedang kamu tidak berikhtiar apa-apa. Langit tidak menurunkan hujan emas ataupun perak. Dan, “Bertawakkallah kamu, seperti burung itu bertawakkal”. Tak ada kebun tempat ia bertanam, tak ada pasar tempat ia berdagang. Tetapi tak kurang, setiap pagi dia terbang meninggalkan sarangnya dalam keadaan lapar, dan setiap sore dia kembali dalam keadaan “kenyang”.

5. Kesadaran kepada ruang dan waktu,

Dorongan berproduksi dan menghasilkan sesuai syarak (Islam) memiliki nilai tambah dengan adanya fungsi sosial.
Produksi yang Islami lebih mempertimbangkan keperluan (needs) orang banyak, dibanding dengan mendapatkan keinginan (wants), yang menjadi kesenangan bagi orang berdaya beli kuat.
Agama Islam membangkitkan kesadaran kepada ruang dan waktu (space and time consciousness), kepada peredaran bumi, bulan dan matahari, yang menyebabkan pertukaran malam dan siang, dan pertukaran musim, yang memudahkan perhitungan bulan dan tahun.
Menyia-nyiakan waktu, dengan pasti akan merugi. Maka, kehidupan mesti diisi dengan amal berguna. ”dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan ” (QS.78, An Naba’ : 10-11).
Malam itu disebut sebagai pakaian, karena malam itu gelap menutupi jagat sebagai aian menutupi tubuh manusia.
6. Harus pandai mengendalikan diri.
Jangan melewati batas, dan berlebihan. Jangan boros.
“Wahai Bani Adam, ailah perhiasanmu, pada tiap-tiap (kamu pergi) ke masjid (melakukan ibadah); dan makanlah dan minumlah, dan jangan melampaui batas; sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS..7, Al A’raf : 31)
Manusia diharuskan berusaha membanting tulang dan memeras otak, untuk mengambil sebanyak-banyak faedah dari alam sekelilingnya, dan menikmatinya sambil mensyukurinya. Tuntutan syar’i (syarak mangato adaik mamakai) adalah, beribadah kepada Ilahi.
Manusia harus menjaga diri dari perbuatan yang melanggar batas-batas kepatutan dan kepantasan, agar jangan terbawa hanyut oleh materi dan hawa nafsu yang merusak. Satu bentuk persembahan manusia kepada Maha Pencipta, yang menghendaki keseimbangan antara kemajuan di bidang rohani dan jasmani. Sikap hidup (attitude towards life) yang demikian, menjadi sumber motivasi bagi kegiatan di bidang ekonomi.
Tujuan terutama untuk keperluan-keperluan jasmani (material needs). Hasil nyata tergantung kepada dalam dangkalnya sikap hidup tersebut berurat dalam jiwa, serta tingkat kecerdasan yang dicapai, dan keadaan umum di mana mereka berada.
Yang perlu dijaga ialah supaya dalam segala sesuatu harus pandai mengendalikan diri, agar jangan melewati batas, dan berlebihan.
“Ka lauik riak mahampeh, Ka karang rancam ma-aruih, Ka pantai ombak mamacah. Jiko mangauik kameh-kameh, Jiko mencancang, putuih – putuih, Lah salasai mangko-nyo sudah”.
Artinya bekerja sepenuh hati, dengan mengerahkan semua potensi yang ada, tidak menyisakan kelalaian ataupun ke-engganan. Tidak berhenti sebelum sampai, dan tidak berakhir sebelum benar-benar sudah.


Adat Basandi Syarak
Sebelum Islam masuk ke Minangkabau, orang Minang memanfaatkan alam sebagai sumber ajarannya. Mereka menggali nilai-nilai yang diberikan alam. Ini diungkapkan dalam filsafat orang Minangkabau alam takambang jadi guru.
Ketika agama Islam masuk, adat di Minangkabau secara hakikinya tidak bertentangan dengan ajaran syarak dalam agama Islam, karena alam yang telah dijadikan pedoman hidup masyarakat Minangkabau adalah ciptaan Allah semata. Itulah sebabnya ketika Islam masuk langsung diterima oleh orang Minangkabau. Maka, kalaupun dalam sejarah, timbulnya Perang Paderi tidak semata karena disebabkan pertentangan kaum adat dan kaum agama (Islam), akan tetapi karena pemurnian ajaran syarak di dalam pelaksanaan adat semata, sebagai akibat dari amar makruf nahi munkar. Akan tetapi pemerintahan kolonial Belanda, memakai peristiwa ini sebagai alat politik adu domba.

Namun pada tahun 1811 penguasa adat di Minangkabau, yakni Sultan Begagarsyah mempermaklumkan perang bahu membahu antara seluruh masyarakat anak nagari di Minangkabau, melawan pemerintahan kolonial Belanda. Kaum adat dan kaum agama menyatukan pendapat dalam pertemuan pangulu tigo luhak beserta para ulamanya. Pertemuan ini melahirkan Piagam Bukik Marapalam yang menegaskan bahwa antara adat dan Islam tidak bertentangan.
Adat bapaneh, syarak balinduang.
Syarak mangato, adat mamakai.

Adat bapaneh, syarak balinduang maksudnya adat bagaikan tubuh, agama sebagai jiwa. Antara tubuh dan jiwa tidak bisa dipisahkan. Syarak mangato, adat mamakai maksudnya syarak memberikan hukum dan syariat, adat mengamalkan apa yang difatwakan agama. Kesimpulan piagam ini lazim disebut adat jo syarak sanda-manyanda, kemudian lebih dikenal lagi dengan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
Kelarasan di Minangkabau
Laras (lareh) adalah dasar pemerintahan menurut adat Minangkabau. Kelarasan adalah sistem pemerintahan menurut adat Minangkabau. Ada dua kelarasan di Minangkabau, yaitu Kelarasan Bodi Caniago dan Kelarasan Koto Piliang.
Bodi Caniago
Dikembangkan dan dipimpin oleh Datuak Parpatiah Nan Sabatang
Berdaulat pada rakyat, diungkapkan: putuih rundiangan dek sakato, rancak rundiangan disapakati
kato surang dibulek-i, kato basamo kato mufakat, saukua mako manjadi, sasuai mako takanak
tuah dek sakato, mulonyo rundiang dimufakati, di lahia lah samo nyato, di batin buliah diliek-i

Semboyannya mambasuik dari bumi
Bersifat demokratis
Pengambilan keputusan mengutamakan kata mufakat. Keputusan diambil berdasarkan kesepakatan bersama, bukan hanya berasal dari pimpinan saja, akan tetapi masyarakatnya ikut dilibatkan.
Penggantian gelar pusaka secara hiduik bakarelaan, artinya penghulu bisa diganti jika sudah tidak mampu lagi melaksanakan tugasnya
Pewarisan gelar disebut gadang bagilia, artinya gelar penghulu boleh digilirkan pada kaum mereka walau bukan saparuik, asalkan melalui musyawarah adat
Rumah gadang lantainya rata saja dari ujung sampai pangkal
Menurut tambo, daerah kebesarannya:
Tanjuang Nan Ampek
1. Tanjuang Alam
2. Tanjuang Sungayang
3. Tanjuang Barulak
4. Tanjuang Bingkuang
Lubuak Nan Tigo
1. Lubuak Sikarah
2. Lubuak Simauang
3. Lubuak Sipunai
Susunan kebesaran ini dinamakan Lareh Nan Bunta.
Kekuasaan penghulu sama di nagari, disebut pucuak tagerai.
Koto Piliang
Dikembangkan dan dipimpin oleh Datuak Katumangguangan Berpusat pada pimpinan, diungkapkan:
nan babarih nan bapaek
nan baukua nan bacoreng
titiak dari ateh, turun dari tanggo
tabujua lalu, tabalintang patah

Semboyannya titiak dari ateh
Bersifat otokratis
Pengambilan keputusan berpedoman pada kebijaksanaan dari atas. Segala bentuk keputusan datangnya dari atas. Masyarakat tinggal menerima apa yang telah ditetapkan.
Penggantian gelar pusaka secara mati batungkek budi, artinya penghulu baru bisa diganti jika sudah meninggal
Pewarisan gelar disebut patah tumbuah hilang baganti, artinya gelar penghulu harus tetap di pihak mereka yang saparuik (sekeluarga).
Rumah gadang mempunyai anjung pada lantai kiri dan kanan
Menurut tambo, daerah kebesarannya:
Langgam Nan Tujuah
1. Singkarak – Saningbaka
2. Sulik Aia – Tanjuang Balik
3. Padang Gantiang
4. Saruaso
5. Labutan – Sungai Jambu
6. Batipuah
7. Simawang – Bukik Kanduang
Basa Ampek Balai
1. Sungai Tarab
2. Saruaso
3. Padang Gantiang
4. Sumaniak
Susunan kebesaran ini dinamakan Lareh Nan Panjang.
Penghulunya bertingkat-tingkat, disebut pucuak bulek, urek tunggang. Tingkatannya adalah panghulu pucuak, panghulu kaampek suku, dan panghulu andiko.
NAGARI SEBAGAI REPUBLIK-REPUBLIK KECIL.
Nagari-nagari di Minangkabau telah memenuhi unsur-unsur suatu negara. Unsur-unsur Nagari adalah suku (masyarakat/rakyat), wilayah, dan penghulu (pemerintahan), serta kedaulatan (adaik salingka nagari).
Walaupun, struktur Nagari yang sebenarnya itu, sudah tidak ditemukan lagi saat ini, namun Pemerintahan Nagari, harus berupaya untuk membangun kembali struktur Nagari ini. Menghidupkan suasana berpemerintahan Nagari yang di ikat dalam satu PERDA tentang Pemerintahan Nagari mesti ditindak-lanjuti dengan ;
a) Membangun kembali masyarakat adat Minangkabau, dengan cara mengeluarkan peraturan bagi tiap suku untuk melengkapi kembali perangkat-perangkatnya.
b) Memilih Wali Nagari yang memiliki kekuasaan sebagai penghulu adat di Nagari tersebut, dengan kualifikasi keilmuan, kejujuran, kesetiaan kepada negara, serta keahlian dalam pemerintahan.
c) Melahirkan peraturan Nagari, ada kewajiban bagi para perantau untuk membantu mengembangkan kampung halamannya melalui sumbangan, bantuan, pemikiran dan lain, termasuk penguatan perangkat pemerintahan Nagari.
Perlu dipahami, bahwa sesungguhnya nagari di Minangkabau (Sumatera Barat) seakan sebuah republik kecil, ada wilayah (ulayat/pusako), ada rakyat (suku), ada pemerintahan (sako, penghulu), ada kedaulatan (adaik salingka nagari), yang memiliki sistim demokrasi murni, pemerintahan sendiri, asset sendiri, wilayah sendiri, perangkat masyarakat sendiri, sumber penghasilan sendiri, bahkan hukum dan norma-norma adat sendiri.
Nagari tumbuh dengan konsep tata ruang yang jelas.
Nagari di Minangkabau Ba-balerong (balai adat) tempat musyawarah, ba-surau (musajik) tempat beribadah, ba-gelanggang lapangan tempat rang mudo bermain, ba-tapian tempat mandi, ba-pandam pekuburan, ba-sawah bapamatang, ba-ladang babintalak, ba-korong bakampung, Basasok bajarami, Bapandam bapakuburan, Balabuah batapian, Barumah batanggo, Bakorong bakampuang, Basawah baladang, Babalai bamusajik, sesuai dengan istilah-istilah yang lazim dan mungkin berbeda penyebutannya pada setiap nagari.
Nagari di Minangkabau berada di dalam konsep tata ruang yang jelas. Ba-balai (balairuang atau balai-balai adat) tempat musyawarah dan menetapkan hukum dan aturan ;
“Balairuang tampek manghukum, ba-aie janieh basayak landai, aie janiah ikan-nyo jinak, hukum adie katonyo bana, dandam agiae kasumaik putuih, hukum jatuah sangketo sudah”.
Ba-musajik atau ba-surau tempat beribadah, “Musajik tampek ba ibadah, tampek balapa ba ma’ana, tampek balaja al Quran 30 juz, tampek mangaji sah jo batal” ,

Artinya ada pusat pembinaan ummat untuk menjalin hubungan masyarakat yang baik (hablum-minan-naas) dan terjamin pemeliharaan ibadah dengan Khalik (hablum minallah). Adanya balairuang dan musajik (surau) menjadi lambang utama terlaksananya hukum — kedua lembaga – balairung dan mesjid – ini merupakan dua badan hukum yang disebut dalam pepatah : “Camin nan tidak kabuah, palito nan tidak padam” —di dalam pemahaman “adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah., syara’ mangato adat nan kawi syara’ nan lazim”. Kedua lembaga ini – balai adat dan surau – keberadaannya tidak dapat dipisah dan dibeda-bedakan.
“Pariangan manjadi tampuak tangkai, Pagarruyuang pusek Tanah Data, Tigo Luhak rang mangatokan.
Adat jo syara’ jiko bacarai, bakeh bagantuang nan lah sakah, tampek bapijak nan lah taban”.

Apabila kedua sarana ini berperan sempurna, maka di kelilingnya tampil kehidupan masyarakat yang berakhlaq perangai terpuji dan mulia (akhlaqul-karimah) itu.
“Tasindorong jajak manurun,
tatukiak jajak mandaki,
adaik jo syara’ kok tasusun,
bumi sanang padi manjadi”.

Konsep tata-ruang ini adalah salah satu kekayaan budaya yang sangat berharga di nagari dan bukti idealisme nilai budaya di Minangkabau, termasuk di dalam mengelola kekayaan alam dan pemanfaatan tanah ulayat.
Nan lorong tanami tabu, Nan tunggang tanami bambu, Nan gurun buek kaparak, Nan bancah jadikan sawah, Nan munggu pandam pakuburan, Nan gauang katabek ikan, Nan padang kubangan kabau, Nan rawang ranangan itiak.
Tata ruang dalam masyarakat yang jelas itu memberikan posisi kepada peran pengatur, pemelihara dan pendukung sistim banagari yang telah disepakati terdiri dari orang ampek jinih, yakni ninik mamak , alim ulama , cerdik pandai , urang mudo , bundo kanduang .
Dengan demikian, terlihat bahwa nagari di Minangkabau tidak hanya sebatas pengertian ulayat hukum adat namun yang lebih mengedepan dan paling utama adalah wilayah kesepakatan antar berbagai komponen masyarakat didalam nagari itu. Spiritnya adalah
a) kebersamaan (sa-ciok bak ayam sa-danciang bak basi), ditemukan dalam pepatah “Anggang jo kekek cari makan, Tabang ka pantai kaduo nyo, Panjang jo singkek pa uleh kan, mako nyo sampai nan di cito.”
b) keterpaduan (barek sa-pikua ringan sa-jinjiang) atau “Adat hiduik tolong manolong, Adat mati janguak man janguak, Adat isi bari mam-bari, Adat tidak salang ma-nyalang”. Basalang tenggang, artinya saling meringankan dengan kesediaan memberikan pinjaman atau dukungan terhadap kehidupan dan “Karajo baiak ba-imbau-an, Karajo buruak bahambau-an”.
c) musyawarah (bulek aie dek pambuluah, bulek kato dek mupakat), dalam kerangka “Senteng ba-bilai, Singkek ba-uleh, Ba-tuka ba-anjak, Barubah ba-sapo”
d) keimanan kepada Allah SWT sebagai pengikat spirit tersebut dengan menjiwai sunnatullah dalam setiap gerak melalui pengenalan kepada alam keliling.
“Panggiriak pisau sirauik, Patungkek batang lintabuang, Satitiak jadikan lauik, Sakapa jadikan gunuang, Alam takambang jadikan guru ”.
e) kecintaan ke nagari adalah perekat yang sudah dibentuk oleh perjalanan waktu dan pengalaman sejarah .
Menjaga dari pada melewati batas-batas yang patut dan pantas, jangan terbawa hanyut materi dan hawa nafsu yang merusak. Suatu bentuk persembahan manusia kepada Maha Pencipta, menghendaki keseimbangan antara kemajuan dibidang rohani dan jasmani. “Jiko mangaji dari alif, Jiko babilang dari aso, Jiko naiak dari janjang, Jiko turun dari tango”.


Pemahaman Adat Minangkabau Terhadap Nilai-Nilai ABSSBK.
Nilai-nilai Adat Basandi Syarak di kelompokkan menjadi enam kelompok yaitu:
(1) Nilai ketuhanan Yang Maha Esa,
(2) Nilai kemanusiaan,
(3) Nilai persatuan dan kesatuan,
(4) Nilai demokrasi dan musyawarah,
(5) Nilai budi pekerti dan raso pareso,
(6) Nilai sosial kemasyarakatan.

Dasar pikiran yang berhubungan dengan nilai-nilai, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan dan persatuan, musyawarah dan demokrasi, serta nilai-nilai sosial kemasyarakatan di antaranya adalah :
1. NILAI-NILAI KETUHANAN YANG MAHA ESA
Nilai-nilai ketuhanan dalam adat dikategorikan dalam bidal yang meliputi:
a. Si Amat mandi di luhak, parigi bapaga bilah, samo dipaga kaduonyo, adat basandi syarak, syarak basandi kitabbullah, sanda manyanda kaduonyo. “menjaga adat yang Islami”
b. Pangulu tagak di pintu adat, malin tagak di pintu syarak, manti tagak di pintu susah, dubalang tagak di pintu mati. “ pembagian tugas yang baik, sesuai fungsi masing-masing, mesti bekerja dengan professional.”
c. Indak dapek sarimpang padi, batuang dibalah ka paraku, indak dapek bakandak hati, kandak Allah nan balaku. “selalu berusaha, dinamis, tidak berputus asa, (rencana di tangan manusia keputusan di tangan Allah SWT).”
d. Limbago jalan batampuah, itu nan hutang ninik mamak, sarugo dek iman taguah, narako dek laku awak. “kuat beramal karya yang baik, jauhi maksiyat.”
e. Jiko bilal alah maimbau, sado karajo dibarantian, sumbahyang bakaum kito daulu. “menghidupkan surau, menjaga ibadah masyarakat, jamaah yang kuat dan memajukan pendidikan agama dengan baik,”
f. Jiko urang Islam indak bazakat, harato kumuah diri sansaro. “zakat kekuatan membangun umat, menghindar dari harta yang kotor, menjauhi korupsi.”
g. Kasudahan adat ka balairung, kasudahan dunia ka akhirat, salah ka Tuhan minta taubat, salah ka manusia minta maaf. “(menyesali kesahalan, mohon ampunan atas kesahalan, dan berjanji tidak akan melakukan lagi)”
h. Tadorong jajak manurun, tatukiak jajak mandaki. Adat jo syarak kok tasusun, bumi sanang padi manjadi. “menjaga pelaksanaan adat dan agama selalu berjalan seiring”.
Nilai-nilai Adat dalam Syarak
Nilai-nilai ketuhanan dalam syarak meliputi beberapa aspek nilai di antaranya ;
a. Mengabdi hanya kepada Allah
Allah Swt. berfirman:
وما خلقت الجن والانس الا ليعبدون (الذريت: 57)
“Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (adz-Zariyat: 56)
وما امر الاليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء ويقموا الصلوة ويؤتوا الذكوة وذلك دين القيمة (البينة: 5)
“Pada hal tidak diperintahkan mereka, melainkan supaya mereka menyembah Allah dengan mengikhlaskan agama karena-Nya dengan menjauhi kesesatan, dan (supaya) mereka mendirikan shalat dan memberi zakat, karena yang demikian itulah agama yang lurus”. (al-Bayinah: 5)
b. Tunduk dan patuh hanya kepada Allah.
Allah berfirman:
يايها الذين امنوا اطيعوا الله ورسوله ولاتولوا عنه وانتم تسمعون (الانفال: 20)
“Wahai ummat yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berpaling dari padanya, padahal kamu mendengar”. (al-Anfal: 20)
ومن يطع الله والرسول فاولئك مع الذين انعم الله عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين وحسن اولئك رفيقا (الناس: 6)
“Karena siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka mereka itu adalah beserta ummat yang Allah beri nikmat atasnya, dari Nabi-Nabi, Shiddiqin, Syuhada dan Shalihin dan alangkah baiknya mereka ini sebagai sahabat karib”. (an-Nisa: 69)
c. Berserah diri kepada ketentuan Allah.
Allah berfirman:
وعسى ان تكرهوا شيئا خيرلكم وعسى ان تحبوا شيئا وهو شر لكم والله يعلم وانتم لاتعلمون (البقرة: 216)
“ Mungkin kamu benci kepada sesuatu, padahal ia itu satu kebaikan bagi kamu, dan mungkin kamu suka akan sesuatu tapi ia tidak baik kamu, dan Allah itu Maha Mengetahui dan kamu tidak mengetahuinya”. (al-Baqarah: 216)
الذين إذا اصابتهم مصيبة قالوا انا الله وانا اليه راجعون (البقرة: 157)
“Yang apabila terjadi terhadap mereka suatu kesusahan, mereka berkata: Sesungguhnya kami ini milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nyalah kami akan kembali”. (al-Baqarah: 156)
d. Bersyukur kepada Allah
Allah berfirman
واذا تأذن ربكم لئن شكرتم لازيدنكم ولئن كفرتم ان عذابى لشديد (ابراهيم: 7)
“Dan (ingatlah) tatkala Tuhan kamu memberi tahu jika kamu berterima kasih niscaya Aku akan tambah nikmat bagi kamu, bila kamu tidak bersyukur akan nikmat maka azab-Ku itu sangat pedih”. (Ibrahim: 6-7)
e. Ikhlas menerima keputusan Allah.
ولو انهم رضوا ما اتهم الله ورسوله وقالوا حسبنا الله سيؤتينا الله من فضله ورسوله انا إلى الله راغبون (التوبة: 59)
“Dan alangkah baiknya jika mereka ridha dengan apa yang Allah dan Rasul-Nya berikan kepada mereka, sambil mereka berkata: cukuplah Allah bagi kami, sesungguhnya Allah dan rasul-Nya akan beri kepada kamu karunia-Nya, sesungguhnya kami mencintai Allah”. (al-Taubah: 59)
كتب الله مقا د ير الخلا ئق قبل ان يخلق السموات والارض بخمسين الف سنه (رواه مسلم)
“Allah telah menentukan kepastian/ketetapan terhadap semua makhluk-Nya sebelum Allah menciptakan langit dan bumi 50.000 tahun”. (HR. Muslim)
f. Penuh harap kepada Allah
Allah berfirman:
وا ما تعرضن عنهم ابتعاء رحمة من ربك ترجوها فقل لهم قولاميسورا (بني اسرائيل: 28)
“Dan jika engkau berpaling dari mereka, karena mengharapkan (menunggu) rahmat dari Tuhanmu, yang engkau harapkan, maka berkatalah kepada mereka dengan ucapan yang lemah lembut”. (bani Isra’il: 28)
من كان يرجوا لقاء الله فان اجل الله رات وهو السميع عليم (العنكبوت: 5)
“Siapa saja yang mengharapkan pertemuan (dengan) Allah, maka sesungguhnya waktu (perjanjian) Allah akan datang, dan Dia yang Mendengar, yang Mengetahui”. (al-Ankabut: 5)
ان الذين امنوا والذين هاجروا وجاهدوا فى سبيل الله اولئك يرجون رحمت الله والله غفور رحيم (البقرة: 218)
“Sesungguhnya ummat yang beriman dan berhijrah serta bekerja keras (berjihad) di jalan Allah, mereka itu (ummat yang) berharap rahmat Allah dan Allah itu Pengampun, Penyayang”. (al-Baqarah: 218)
g. Takut dengan rasa tunduk dan patuh
انما يعمر مساجد الله من أ من بالله واليوم الأ خر واقام الصلوة واتى الزكوة ولم يخسى الا الله فعسى اولئك ان يكونوا من المهتدين (الاتوبة: 18)
“Sesungguhnya ummat yang memakmurkan masjid Allah ummat yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dan mendirikan shalat dan membayarkan zakat. Maka Allahlah yang lebih berhak kamu takuti, jika memang kamu ummat yang beriman”. (al-Taubah: 13
فلا تخشوا الناس واخشون ولاتشتروا بأ يا تي ثمنا قليلا (المائدة: 44)
“Janganlah kamu takut kepada manusia tetapi takutlah kepada-Ku (Allah) dan janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah (sedikit)”. (al-Maidah: 44)
امنا يخشى الله من عباده العلماؤا … (فاطر: 28)
“Tidak ada yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya kecuali ulama (berilmu)”. (Fathir: 28)
h. Takut terhadap siksaan Allah
Allah Berfirman:
ان في ذلك لاية لمن خاف عذاب الاخرة ذلك يوم تجموع له الناس وذلك يوم مشهود … (هود: 103)
“Sesungguhnya di dalam itu ada tanda bagi orang yang takut kepada azab akhirat: ialah hari yang dikumpulkan padanya manusia dan ialah hari yang akan disaksikan”. (Hud: 103)
كمثل الشيطن اذ قال للا نسان اكفر فلما كفر قال اني بريء منك انى اخاف الله رب العالمين … (الحشر: 16)
“(Mereka adalah) seperti syetan tatkala berkata kepada mereka: kufurlah setelah manusia itu kufur, ia berkata: Aku berlepas diri dari padamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan bagi alam semesta”. (al-Hasyr: 16)
i. Berdo’a memohon pertolongan Allah.
Allah berfirman:
واذا سألك عبادي عنى فانى قريب أ جيب دعوة الداع إذا دعان فليستجبوا لى وليؤمنوا بي لعلهم يرشدون (البقرة: 186)
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, maka katakanlah bahwa Aku dekat (hampir), Aku akan …
وقال ربكم ادعونى استجب لكم (المؤمن: 60)
“Dan telah berkata Tuhan kamu: berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan doa untukmu”. (al-mukmin: 60)
ولله الاسماء الحسنى فادعوه بها (الاعراف: 180)
“Dan bagi Allah nama-nama yang baik, oleh karena itu berdo’alah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu”. (al-A’raf: 180)
ولا تدع من دون الله مالا ينفعك ولا يضرك (يونس: 106)
“Jangan kamu berdo’a kepada selain Allah, yang tidak bisa memberi manfaat kepadamu dan tidak bisa memudarakan (membahayakan)”. (Yunus: 106)
j. Cinta dengan penuh harap kepada Allah.
Allah berfirman:
فإ ذا فرغت فانصب وإ لى ربك فارغب (الانشراح: 7-8)
“Lantaran itu, apabila kamu telah selesai mengerjakan sesuatu tugas maka kerjakanlah tugas baru dengan baik. Dan kepada Tuhanmu maka hendaklah kamu berharap dengan rasa cinta”. (al-Insyirah: 7-8)
عسى ربنا أ ن يبدلنا خيرا منها إ نا إلى ربنا راغبون (القلم: 32)
“Mudah-mudahan Tuhan kita mengganti untuk kita (kebun) yang lebih baik dari pada itu. Sesungguhnya kepada Tuhan kitalah kita berpegang baik”. (al-Qarim: 32)
Dalam adat diungkapkan “indak dapek salendang pagi, ambiak galah ka paraku, indak dapek bakandak hati, kandak Allah juo nan balaku”.
Bahwa bimbingan syarak berlaku dalam adat, disebutkan: “kasudahan dunia ka akhirat, kasudahan adat ka balairung, syarak ka ganti nyawa, adat ka ganti tubuah”.
2. NILAI-NILAI KEMANUSIAAN
Nilai-nilai kemanusiaan ini dinyatakan dalam adat meliputi:
a) Duduak samo randah, tagak samo tinggi, duduak sahamparan, tagak sapamatang. “menjaga kesetaraan dalam bermasyarakat.”
b) Sasakik sasanang, sahino samalu, sabarek sapikua. ”peduli dan solidaritas mesti dipelihara.”
c) Kaba baiak bahimbauan, kaba buruak bahambauan. “setia kawan, dengan pengertian membagi berita baik kepada semua orang.”
d) Nan ketek dikasihi, nan samo gadang lawan baiyo, nan tuo dihormati. Nan bungkuak ka tangkai bajak, nan luruih ka tangkai sapu, satampok ka papan tuai, nan ketek ka pasak suntiang, panarahan ka kayu api. “santun dan hormat terhadap orang yang lebih tua, memungsikan semua elemen masyarakat yang ada.”
e) Kok gadang jan malendo, panjang jan malindih, cadiak jan manjua.
“berbuat sesuai dengan aturan yang berlaku, cerdik tidak memakan lawan.”
f) Nan buto paambuih lasuang, nan pakak palapeh badia, nan lumpuah pangajuik ayam, nan binguang pangakok karajo, nan cadiak lawan baiyo, nan pandai tampek batanyo, nan tahu tampek baguru, nan kayo tampek batenggang, nan bagak ka parik paga dalam nagari.
“memberikan tugas sesuai dengan kemampuan, menghargai sesama.”

 Nilai-nilai kemanusiaan dinyatakan dalam syarak :
a. Kewajiban untuk menghargai persamaan (egaliter)
Allah berfirman:
يايها الناس إ نا خلفناكم من ذكر وأ نثى وجعلنكم شعوبا وقبا ئل لتعارفوا إ ن أ كرمكم عند الله أ تقاكم، إ ن الله عليم خبير. الحجرات: 13)
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal”. (al-Hujurat: 12)
b. Menghormati persamaan manusia lain.
Sabda rasulullah
ليس المسلم بالطعان ولا اللعان ولا الفاحش ولا البذئ (رواه الترمذي)
Tidaklah termasuk muslim apabila bersikap penohok, pelaknat, sikap kejam dan pencaci (HR. Tirmidzi)
c. Mencintai sesama saudara muslim
لا يؤمن أ حدكم حتى يحب لأ خيه ما يحب لنفسه (رواه البخارى ومسلم)
Tidaklah dikatakan seorang muslim, sehingga dia menyenangi apa yang disenangi oleh saudaranya, sebagaimana dia menyenangi apa yang disenanginya (HR. Bukari Muslim).
d. Pandai berterima kasih
Sabda rasulullah
لا يشكر الله من لا يشكر الناس (ابو داود واحمد)
Tidak dapat bersukur kepada Allah orang yang tidak pernah berterima kasih atas kebaikan orang lain (HR. Abu Daud dan Ahmad
e. Memenuhi janji
Allah berfirman
وأ فوا بعهد الله إذا عاهدتم ولا تنقضوا الأيمان بعد توكيدها وقد جعلتم الله عليكم كفيلا إ ن الله يعلم ما تفعلون (النحل: 91)
Dan penuhilah janji-janji tatkala kamu berjanji, dan janganlah kamu mengingkari itu sebab kamu telah menjadikan Allah sebagai pemelihara. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (al-Nahl: 91).
f. Tidak boleh mengejek dan meremehkan orang lain
Firman Allah:
يأ يها الذين أ منوا لا يسخر قوم من قوم عسى أن يكونوا خيرا منهم (الحجرات: 11)
Janganlah kamu mengejek atau merendahkan diri orang lain, saudara atau teman dekatmu dengan membicarakan kekurangan atau membuka aib dan cacatnya, atau menjulukinya sampai menyakitkan hatinya, sesungguhnya perbuatan demikian adalah sikap yang tercela.
g. Tidak mencari kesalahan
Allah berfirman:
ولا يغتب بعضكم بعضا أيحب أ حدكم أن يأكل لحم أخيه ميتا فكرهتموه (الحجرات: 12)
Dan janganlah mengumpat atau menceritakan kesalahan sebagian dari kamu terhadap sebagian yang lain, sukakah kamu memakan daging saudaramu yang sudah menjadi bangkai, sedangkan kamu membencinya (al-Hujurat: 12)
h. Bergaul baik dengan menjaga persaudaraan dan persatuan
Allah berfirman
إ نما المؤمنون إ خوة فأ صلحوا بين أخويكم واتقوا الله لعلكم ترحمون (الحجرات: 10).
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (al-Hujurat: 10).
i. Tidak boleh sombong
ولا تمشى في الأ رض مرحا … (لقمان: 19)
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong (Lukman: 18)
3. NILAI-NILAI PERSATUAN DAN KESATUAN
Nilai-nilai persatuan dan kesatuan dalam adat
a. Tagak kampuang paga kampuang, tagak suku paga suku, tagak banagari paga nagari, “menjaga persatuan dan bersama membangun nagari, sesuatu itu harus dimunculkan dari bawah. “
b. Satinggi-tinggi tabang bangau, kumbalinyo ka kubangan juo, hujan ameh di rantau urang, hujan batu di kampuang awak, kampuang halaman tatap dikana juo “ada tempat kembali, semua akan kembali ke asal ”
c. Jauh bajalan banyak diliek, lamo hiduik banyak dirasoi “cari pengalaman yang baik “
d. Malu tak dapek dibagi, suku tak dapek diasak, raso ayia ka pamatang, raso minyak ka kuali “suku tidak dapat ditukar “
e. Takajuik urang tagampa awak, kaba baiak bahimbauan, kaba buruak bahambauwan “selalu berbuat baik menyatu dengan lingkungan di mana berada “
f. Banabu-nabu bak cubadak, baruang-ruang bak durian, nan tangkainyo hanya sabuah, nan batangnyo hanyo satu, saikek umpamo lidi, sarumpun umpamo sarai, satandan umpamo pinang, sakabek umpamo siriah. “ tidak boleh berpecah belah, jauhi silang sengketa “
g. elok di ambiak jo mupakat, buruak di buang jo etongan “utamakan musyawarah “
h. randah tak dapek dilangkahi tinggi tak dapek dipanjek. “ keputusan musyawarah mengikat “
i. bersilang kayu dalam tungku sinan nasi mangko masak, dengan tepat dan benar. “perbedaan pendapat tidak boleh membawa perpecahan “
Nilai-nilai persatuan dan kesatuan dalam syarat meliputi:
a. Bersatu tidak boleh bercerai-cerai
يأ يها الذين أ منوا إ تقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأ نتم مسلمون. واعتصموا بحيبل الله جميعا ولا تفرقوا، واذكروا نعمت الله عليكم إذ كنتم أعداء فأ لف بين قلوبكم فأ صبحتم بنعمته إخوانا، وكنتم على شفا حفرة من النار فأ نقذ كم منها، كذلك يبين الله لكم أ ياته لعلكم تهتدون (ال عمران: 102-103).
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan berserah diri kepada Allah dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai-cerai dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kamu dulu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kamu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara (QS. Ali Imran; 102-103).
b. Orang yang beriman ibarat sebuat bangunan
Sabda Rasulullah saw
أ لمؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا (رواه البخارى ومسلم)
Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya, bagi suatu bangunan yang menopang satu bagian terhadap bagian lainnya (HR. Bukhri dan Muslim.
Firman Allah SWT
ضربت عليهم الذلة أ ين ما ثقفوا إلا بحبل من الله وحبل من الناس وبأؤ بغضب من الله وضربت عليهم المسكنة، ذلك بأ انهم كانوا يكفرون بأ يات الله ويقتلون الأ ابياء بغير حق، ذلك بما عصوا وكانوا يعتدون (ال عمران: 112).
Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tlai (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas (QS. Ali Imran: 112).
4. Nilai-nilai Demokrasi dan Musyawarah
Nilai-nilai demokrasi dan musyawarah dalam adat meliputi beberapa aspek
a. Bulek aia ka pambuluah, bulek kato ka mufakek, bulek dapek digolongkan, pipiah buliah dilayangkan. “Taat pada kesepakatan hasil musyawarah”
b. Kato nan banyak dari bawah, banyak indak buliah dibuang, saketek indak buliah disimpan. “Peranan masyarakat berpatisipasi, mulai dari lapisan terendah, kedudukannya sama dalam hukum “
d. Kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo ka pangulu, pangulu barajo ka mufakek, mufakek barajo ka nan bana, bana badiri sandirinya, manuruik alua jo patuik. “taati hukum dan aturan yang berlaku “
e. Pikia palito hati, tanang hulu bicaro, aniang saribu aka, dek saba bana mandating “ sebelum berbuat lakukan penelitian dan kaji segala kemungkinan, sebab dan akibat dari satu perbuatan “
f. Suri tagantuang batanuni, luak taganang nan basawuak, kayu batakuak barabahkan, janji babuek batapati. “tetapi janji, lakukan sesuatu menurut patut dan pantas “
g. Duduak basamo balapang-lapang, duduak surang basampik-sampik, kato surang babulati, kato basamo dipaiyokan “ bina kerukunan bersama “
h. Baiyo-iyo jo adiak, batido-tido jo kakak, elok diambiak jo mufakek, buruak dibuang jo etongan. “teguhkan persaudaraan, kembangkan dialog “
i. Sabalik bapaga kawek, randah tak dapek dilangkahi, tinggi tak dapek dipanjek. “ hidup mesti berperaturan, tidak boleh berbuat seenak diri sendiri “
j. Galugua buah galugua, tumbuah sarumpun jo puluik-puluik, badampiang jo batang jarak, basilang kayu dalam tungku, sinan nasi nasi mangko masak. “tidak perlu cemas ubtuk berbeda pendapat, perbedaan tidak menimbulkan perselisihan, di sini terdapat dinamika hidup”
k. Saukua mangko manjadi, sasuai mangko takana, nan bana kato saiyo, nan rajo kato mufakek “permusyawaratan perwakilan, teguh melaksanakan kesepakatan “
Nilai-nilai demokrasi dan musyawarah di dalam syarak meliputi beberapa aspek yang jelas dalam tata cara melaksanakan musyawarah serta perilaku ini, akan menguatkan pelaksanaan ABS-SBK, di antaranya ;
Firman Allah SWT
فبما رحمة من الله لنت لهم، ولو كنت فظا غليظ القلب لانفضوا من حولك، فاعف عنهم واستغفرلهم وشاورهم فى الامر فإ ذا عزمت فتوكل على الله، إ ن الله يحب المتوكلين (ال عمران: 159).
Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah ia menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (QS. Ali Imran: 159).
Firman Allah SWT
… وأمرهم شورى بينهم ومما رزقناهم ينفقون (الشورى: 38).
“…Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka” (QS. Al-Syura: 38).
Sabda Rasulullah SAW
ما خاب من اتخار ولا ندم من اشتشار
Tidak akan gagal orang yang mengerjakan istikharah dan tidak pula menyesal orang yang melakukan musyawarah
Sabda Rasulullah
المستشار مؤتمن
“Orang-orang yang melakukan musyawarah akan tentram (aman)”
5. NILAI-NILAI AKHLAK / BUDI PEKERTI
Nilai-nilai budi pekerti / akhlak dalam adat meliputi:
a. Nan kuriak kundi, nan merah sago, nan bayiak budi, nan indah baso “Budi pekerti dan bahasa sopan santun diperlukan “
b. Satali pambali kumayan, sakupang pambali katayo, sakali lancuang ka ujian, salamo hiduik urang tak picayo
c. Batanyo lapeh arak, barundiang sudah makan
d. Raso dibaok nayiak, pareso dibaok turun “memikirkan akibat sebelum berbuat”
e. Sulaman manjalo todak, naiak sampan turun parahu, punyo padoman ambo tidak, angin bakisa ambo tau “ selalu mempergunakan akal sehat sebelum berbuat “
f. Bajalan paliharo kaki, bakato paliharo lidah “hati-hati selalu”
g. Pisang ameh baok balayia, masak sabuah di dalam peti, utang ameh dapek dibayia, utang budi dibaok mati. “selalu berbuat baik, hidup dengan berjasa dan pandai membalas jasa“
h. Dek ribuik rabahlah padi, dicupak Datuak Tumangguang, jikok hiduik indak babudi, duduak tagak ka mari tangguang. “ tidak melupakan tata kerama bergaul menurut adat dan agama “
Nilai-nilai budi pekerti dan akhlak dalam syarak sangat banyak ditemukan:
Firman Allah SWT
لا إ كراه في الدين، قد تبين الرشد من الغي، فمن يكفر بالطاغوت ويؤمن بالله فقد إ ستمسك بالعروة الوثقى لا انفصام لها، والله سميع عليم (البقرة: 256)
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Baqarah: 256)
Firman Allah SWT
هو الذي خلقكم فمنكم كا فر ومنكم مؤمن والله بما تعملون بصير (التغابون: 2)
Dialah yang menciptakan kamu, maka diantara kamu ada yang kafir dan diantaramu ada yang beriman. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Taghabun: 2)
Firman Allah SWT
لا يكلف الله نفسا إ لا وسعها، لها ما كسبت وعليها ما ا كتسبت، ربنا لا تؤخذنا إ ن نسينا أو اخطأنا، ربنا ولا تحمل علينا إ صرا كما حملته على الذين من قبلنا، ربنا ولا تحملنا ما لا طقة لنا به، واعف عنا، واغفرلنا، وارحمنا، انت مولنا فانصرنا على القوم الكفرين (البقرة: 286).
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya, (mereka berdoa): ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum kafir (QS. Al-Baqarah: 286).
Sabda Rasulullah SAW
يسروا ولا تعسروا وبشروا ولا تنفروا (رواه البخارى)
Permudahlah jangan mempersulit dan gembirakanlah jangan menakut-nakuti (HR. Bukari).
6. NILAI-NILAI SOSIAL KEMASYARAKATAN
Nilai-nilai sosial kemasyarakatan adat dan syarak meliputi antara lain
a. Nan buto pahambuih lasuang, nan lumpuah pengajuik ayam, nan pakak palatuih badia “ fungsi ham asasi manusia “
b. Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang, nan barek makanan bahu, nan ringan makanan jinjiang.
“ suka bergotong royong, memelihara kerja sama “
c. Takajuik urang tagampa awak, kaba baiak bahimbauan, kaba buruak bahambauan. “sifat tolong menolong “
d. Bungka ameh manahan asah, ameh batua manahan uji, kato batua manahan sudi, hukum batuah manahan bandiang. “ kualitas, ekonomi, professional, menegakkan nilai-nilai keadilan “
e. Nan tak untuak jan diambiak, nan bakeh yo diunyi, turuik alua nan luruih, tampuah jalan nan pasa “menjaga keseimbangn antara hak dan kewajiban “
f. Sawahlah diagiah pamatang, ladanglah diagiah bamintalak, lah tantu hinggo jo batehnya, lah tahu rueh jo buku “mematuhi aturan yang ada “
g. Ketek taraja-raja, gadang tarubah tidak, lah tuo jadi parangai. “ Pendidikan di rumah tangga tentang perilaku dan budi pekerti sangat penting. Menanamkan perilaku bertanggung jawab sejak kecil ”
h. Kato sapatah dipikiri, jalan salangkah ma adok suruik “ Hati-hati dalam berucap dan bertindak memikirkan hal yang akan disampaikan sebelum berbicara “
i. Syarak mangato, adat mamakai, syarak mandaki, adat manurun “ Ketetapan syarak dipakai dalam adat, perjalanan adat penghulu seiring dengan ulama “
j. Sasakik sasanang, sahino samalu, nan ado samo dimakan, kok indak samo ditahan, barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang. Ka bukik samo mandaki, ka lurah samo manurun, tatilungkuik samo makan tanah, talilantang samo makan angin. “ Rasa kebersamaan, gotong royong wajib ditumbuhkan di tengah masyarakat Minangkabau (Sumbar), menggerakkan potensi moril materil, untuk membangun nagari, dan menghapus kemiskinan”


Nilai-nilai sosial kemasyarakatan dalam syarak sebagai berikut:
a. Saling tolong menolong
Firman Allah SWT
تعاونوا على البر واتقوا ولا تعاونوا على الاثم والعدوان (المائدة: 2)
Saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa dan janganlah kamu tolong menolong berbuat dosa dan permusuhan (QS. Al-Maidah: 2).
Sabda Rasulullah SAW
انصر اخاك ظالما أو مظلوما (رواه البخارى)
Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim dan yang dizalimi (HR. Bukari)
Sabda Rasulullah
ليس منا من لم يرحم صغيرنا ولم يعرف حق كبيرنا (رواه ابو داود وترمذى)
Tidak termasuk umatku orang yang tidak mengasihi generasi muda dan tidak menghormati orang tua (HR. Abu Daud dan Tirmizi).
Sabda Rasulullah
تحجزة من ظلمه فذلك نصره
“Hindarkanlah atau cegahlah dia dari bertindak aniaya itulah cara menolongnya”
b. Tidak boleh memisahkan diri dari masyarakat (jama’ah)
وعليكم بالجمعة فمن شذ شذ في النار (رواه ترميذ)
Kamu harus hidup dalam jama’ah siapa saja yang mengasingkan diri dari jama’ah, dia akan menyendiri masuk ke dalam api neraka (HR. Tirmizi).
c. Waspada dan menjaga keselamatan bersama
Allah berfirman
وتقوا فتنة لا تصيبن الذين ظلموا منكم خاصة (الانفال: 25).
Takutlah kamu kepada fitnah yang tidak hanya menimpa kepada orang yang zalim saja (QS. al-Anfal: 25)
Allah SWT berfirman
وتواصوا بالحق وتواصو بالصبر (العصر: 3)
Saling menasehatilah tentang kebenaran dan saling menasehatilah dengan kesabaran (al-Ashr: 3)
Sabda Rasulullah SAW
إذا استنصح احدكم اخاه فالينصح له (رواه البخارى)
Jika kamu dimintai nasehat oleh salah seorang saudaramu, maka berikanlah nasehatmu kepadanya (HR. Bukhari)
Sabda Rasulullah SAW:
الدين النصيحة سئل لمن؟ فقال: فقال: لله ولكتابه ولرسوله ولامة المسلمين عامتهم
Agama itu nasehat, kemudian ditanyakan kepada beliau, bagi siapa nasehat itu? Rasulullah menjawab: bagi Allah, bagi kitab-kitabnya, bagi rasulnya, bagi para pemimpin muslim, dan jama’ah pada umumnya (HR. Muslim)
d. Berlomba mencapai kebaikan
Allah SWT berfirman
فاستبقوا الخيرات … (البقرة: 146)
Dan saling berlombalah kamu untuk berbuat kebaikan di mana kamu berada (QS. al-Baqarah: 146)
Sabda Rasulullah SAW
اتق الله حيث ما كنت واتبع السيئة الحسنة تمحها وخالق الناس بخلق حسن (رواه الحاكم والترمذي)
Bertakwalah selalu kepada Allah dimana saja kamu berada, dan iringilah selalu perbuatan salahmu dengan kebaikan, semoga dapat terhapus kesalahan tersebut, dan pergaulilah manusia dengan selalu bersikap ikhlas (terpuji). (HR. Hakim dan Tarmizi).
e. Tidak boleh mencela dan menghina
Allah SWT berfirman
يايها الذين امنوا لا يسخر قوم من قوم عسى ان يكونوا خيرا منهم
ولا نساء من نساء عسى ان يكن خيرا منهن ولا تلمزوا انفسكم ولا تنابزوا بالالقاب بئس الاسم الفسوق بعد الايمان
ومن لم يتب فاولئك هم الظلمون (الحجرات: 11).
Wahai umat yang beriman, janganlah hendaknya terjadi suatu kaum menghina kaum yang lainnya, boleh jadi yang dihina ternyata lebih baik keadaannya daripada yang menghina. Demikian juga janganlah para wanita itu menghina kelompok wanita yang lainnya, karena boleh jadi wanita yang dicela itu lebih baik dari yang mencela. Janganlah saling mencerca dan janganlah berolok-olok dengan sebutan-sebutan yang jelek. Seburuk-buruk sebutan fasik sesudah orang itu beriman (al-Hujurat: 11).
f. Menepati janji
Firman Allah SWT:
يايها الذين امنوا اوفوا بالعقود (المائدة: 1)
Wahai umat yang beriman, penuhilah selalu janji-janjimu (QS. al-Maidah: 1)
Firman Allah SWT:
والموفون بعهدهم إذا عاهدوا البقرة: 177)
Dan orang-orang yang selalu menyempurnakan janji-janjinya, jika ia membuat perjanjian (QS. al-Baqarah: 177)
g. Bersikap adil
Allah SWT berfirman:
قل امر ربي بالقسط (البقرة: 29)
Katakanlah: telah memerintahkan Tuhanku agar berbuat adil (QS. al-A’raf: 29)
Allah SWT berfirman:
يايها الذين امنوا كونوا قوامين لله شهداء بالقسط ولا يجرمنكم شنان قوم على الا تعدلوا اعدلوا هو اقرب للتقوى ان الله خبير بما تعملون (المائدة: 8).
Wahai umat yang beriman, hendaklah kamu menjadi manusia yang lurus karena Allah dan menjadi saksi, dan janganlah kebencian atas suatu kaum menyebabkan kamu tidak adil. Berlaku adilah kamu, karena adil itu lebih dekat kepada takwa (kebaktian). Bertakwalah kamu kepada Allah, karena sesungguhnya Allah amat mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Maidah: 8).
Allah SWT berfirman:
خذ العفو وأمر بالمعرف واعرض عن الجاهلين (الاعراف: 199)
Berilah maaf dan anjurkanlah orang untuk berbuat adil dan hindarilah pergaulan dengan orang-orang bodoh (kecuali untuk mendidik mereka). (QS. al-A’raf: 199)
Sabda Rasulullah SAW:
اتق الله حيث ما كنت واتبع السيئة الحسنة تمحها وخالق الناس بخلق حسن (رواه الحاكم والترمذي)
Bertakwalah selalu kepada Allah dimana saja kamu berada, dan iringilah selalu perbuatan salahmu dengan kebaikan, semoga dapat terhapus kesalahan tersebut, dan pergaulilah manusia dengan selalu bersikap ikhlas (terpuji) (HR. al-Hakim dan Tirmizi).
h. Tidak boleh bermusuh-musuhan
Rasulullah SAW bersabda:
عن ابى هريرة رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا تحاسدوا ولا تباغضوا ولا تجسسوا ولا تسسو ولا تناجشوا وكونوا عبد الله اخوانا (متفق عليه).
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda; janganlah kamu saling mendengki, saling membenci, saling mencari kesalahan yang lain, saling mengumpat dan jangan pula saling menipu. Tetapi jadilah kam hamba-hamba Allah penuh persaudaraan (HR. Bukhari dan Muslim).
Sabda Rasulullah SAW
سباب المسلم لسوق وقتاله كفر (رواه بخارى ومسلم)
Mencerca seorang muslim adalah fasiq, dan membunuh seorang muslim adalah kufur (HR. Bukhri dan Muslim)
Sabda Rasulullah SAW:
انصر اخاك ظالما أو مظلوما (رواه البخارى)
Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim dan yang dizalimi (HR. Bukhari).
Sabda Rasulullah:
ليس منا من لم يرحم صغيرنا ولم يعرف حق كبيرنا (رواه ابو داود وترميذي).
Tidak termasuk umatku orang yang tidak mengasihi generasi muda dan tidak menghormati orang tua (HR. Abu Daud dan Tirmizi)
Sabda Rasulullah:
تحجزه من ظلمه فذلك نصره
Hindarkanlah atau cegahlah dia dari bertindak aniaya itulah cara menolongnya.
Sabda Rasulullah:
المسلم اخو المسلم لا يظلمه ولا يخذ له (رواه ابو داود)
Seorang muslim adalah saudara muslim yang lainnya, karena itu tidak menganiaya saudaranya, tidak merendahkan derajatnya dan tidak menanggapinya sepele dan hina (HR. Abu Daud).
i. Tidak boleh bermarahan.
Rasulullah SAW bersabda:
لا يحل لمسليم ان يهجر اخاه فوق ثلاث
Tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga hari (HR. Bukari, Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Muwatha’ dan Ahmad).
Allah SWT berfirman:
يايها الذين امنوا كونوا قوامين لله شهداء بالقسط ولا تجر منكم شنان قوم على الا تعدلوا اعدلوا هو اقرب للتقوى ان الله خير بما تعملون (المائدة: 8)
Wahai umat yang beriman, hendaklah kamu menjadi manusia yang lurus karena Allah dan menjadi saksi dan janganlah kebencian atas suatu kaum menyebabkan kamu tidak adil. Berlaku adillah kamu, karena adil itu lebih dekat kepada takwa (kebaktian). Bertakwalah kamu kepada Allah, karena sesungguhnya Allah amat mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Maidah: 8).
Allah SWT berfirman:
خذ العفو وأمر بالعرف واعرض عن الجاهلين (الاعراف: 199).
Berilah maaf dan anjurkanlah orang untuk berbuat adil dan hindarilah pergaulan dengan orang-orang bodoh (kecuali untuk mendidik mereka).



HUBUNGAN KERABAT DI MINANGKABAU BERLANGSUNG HARMONIS DAN TERJAGA BAIK.
Hal tersebut terjadi karena perasaan kekeluargaan dan perasaan malu kalau tidak membina hubungan dengan keluarganya dengan baik. Seseorang akan dihargai oleh sukunya atau keluarganya apabila ia berhasil menyatu dengan kaumnya dan tidak membuat malu kaummya.
Hubungan kekerabatan masyarakat Minangkabau yang kompleks senantiasa dijaga dengan baik oleh ninik mamak dan penghulu di Nagari. Seseorang akan dianggap ada apabila ia berhasil menjadi sosok yang diperlukan di kaumnya dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kelompoknya. Nilai-nilai ideal dalam kehidupan yang mesti dihidupkan terus dalam menata kehidupan bernagari, antara lain adalah,
1) rasa memiliki bersama,
2) kesadaran terhadap hak milik,
3) kesadaran terhadap suatu ikatan,
4) kesediaan untuk pengabdian,
5) dampak positif dari satu ikatan perkawinan, seperti mengurangi sifat-sifat buruk turunan serta mempererat mata rantai antar kaum.

Pembangunan Nagari-nagari harus memakai pola keseimbangan dan pemerataan. Peningkatan usaha ekonomi masyarakat Nagari dipacu dengan mengkaji potensi Nagari.
Pemberdayaan koperasi syariah di nagari menjadi semakin strategis untuk mendukung peningkatan produktivitas, penyediaan lapangan kerja yang lebih luas, dan peningkatan pendapatan bagi masyarakat di nagari, terutama keluarga miskin.
Dalam rangka peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan mendukung peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan rendah, maka penguatan usaha koperasi diutamakan untuk mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin, di nagari-nagari antaranya ;
a) memperluas jangkauan dan kapasitas pelayanan lembaga koperasi dalam pola syariah (bagi hasil),
b) memberdayakan kaum perempuan (bundo kanduang) sebagai pengusaha dan penghasil barang kerajinan yang laku di pasar,
c) meningkatkan kemampuan dalam aspek manajemen dan teknis produksi anak nagari,
d) pembinaan sentra-sentra produksi tradisional dan usaha ekonomi produktif lainnya di perdesaan dan daerah terpencil.
Koperasi anak nagari yang bergerak di bidang jasa keuangan, mirip dengan perbankan syariah dalam skala lebih kecil, dan meliputi anak nagari, atau berbasis suku di nagari sebagai anggota koperasi. Dalam pembiayaan syariah, mudharabah mempunyai implementasi spesifik, di mana ada trust financing, yang diberikan kepada usaha anggota (anak nagari) yang sudah teruji memegang amanah, dengan kelola yang baik, sehingga terhindar dari merugikan satu dan lainnya, serta risiko dapat ditanggung bersama secara adil, oleh sesama anggota koperasi syariah, akhirnya seluruh keuntungan dan kerugian akan dibagi sesuai nilai penyertaan.
Selain kegiatan koperasi jasa keuangan, anak nagari juga diperkenankan menjalankan kegiatan pengumpulan dan penyaluran dana zakat, infak, dan sedekah termasuk wakaf dengan pengelolaan yang terpisah, untuk kepentingan pembangunan anak nagari sesuai dengan ketentuan syarak.
Mungkin ada Nagari yang lebih baik ekonomi masyarakatnya (seperti, Rao-Rao, Situmbuak, Sumaniak, Limo Koum, Padang Gontiang, Lintau, Batipuah, Pandai Sikek), namun ada pula Nagari yang miskin (seperti Atar, Rambatan, Tanjuang Ameh, Saruaso, Padang Lua dan Tanjuang Alam). Pengalokasian dana hendaknya berimbang.
Kekekrabatan dapat dijaga oleh ninik mamak dan penghulu yang dihimpun dalam KAN;
a) dibalut dengan satu sistem pandangan banagari,
b) cinta kepada Nagari yang sama dipunyai,
c) kegiatan pembangunan yang dipersamakan.
Menguatkan Pemerintahan Nagari
Semestinya kembali kenagari harus dipahami peran lembaga tungku tigo sajarangan yang tampak dalam badan musyawarah nagari dan kerapatan negari. Prinsip musyawarah adalah pondasi mendasar dan utama dari adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
Kembali kenagari haruslah bermula dengan kesediaan untuk rujuk kepada hukum adat (norma yang berlaku di nagari) dan kesetiaan melaksanakan hukum positf (undang-undang negara).
Muara pertama terdapat pada supra struktur pemerintahan nagari, dimana kepala pemerintahan negari (kepala negari) akan berperan sebagai kepala pemerintahan di nagari dan juga pimpinan adat.
Sebagai kepala pemerintahan terendah dinagari memiliki hirarki yang jelas dengan pemerintahan diatasnya (kecamatan atau kabupaten). Sebagai kepala adat harus berurat kebawah yakni berada ditengah komunitas dan pemahaman serta perilaku adat istiadat yang dijunjung tinggi anak nagari (adat salingka nagari). Minangkabau tetap bersatu, tetapi tidak bisa disatukan.
Muara kedua, dukungan masyarakat adat (kesepakatan tungku tigo sajarangan yang terdiri dari ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang dan kalangan rang mudo), dan mendapat dukungan dalam satu tatanan sistim pemerintahan (perundang-undangan).
Anak nagari sangat berkepentingan dalam merumuskan nagarinya. Konsepnya tumbuh dari akar nagari itu sendiri, bukanlah suatu pemberian dari luar.
“ Lah masak padi ‘rang singkarak, masaknyo batangkai-tangkai, satangkai jarang nan mudo, Kabek sabalik buhus sintak, Jaranglah urang nan ma-ungkai, Tibo nan punyo rarak sajo.”
Artinya diperlukan orang-orang yang ahli dibidangnya untuk menatap setiap perubahan peradaban yang tengah berlaku. Hal ini perlu dipahami supaya jangan tersua seperti kata orang “ibarat mengajar kuda memakan dedak”.
Masyarakat nagari sesungguhnya tidak terdiri dari satu keturunan (suku) saja tetapi terdiri dari beberapa suku yang pada asal muasalnya berdatangan dari berbagai daerah asal di sekeliling ranah bundo.
Sungguhpun berbeda, namun mereka dapat bersatu dalam satu kaedah hinggok mancangkam tabang basitumpu atau hinggok mencari suku dan tabang mencari ibu.
Hiyu bali balanak bali, ikan panjang bali dahulu.
Ibu cari dunsanak cari, induak samang cari dahulu.

Yang datang dihargai dan masyarakat yang menanti sangat pula di hormati.
Dima bumi di pijak, di sinan langik di junjuang, di situ adaik bapakai.
Disini tampak satu bentuk perilaku duduk samo randah tagak samo tinggi, sebagai prinsip egaliter di Minangkabau.
NAGARI, SATU SISTEM PEMERINTAHAN TERENDAH, DALAM STRUKTUR MASYARAKAT MINANGKABAU.
Sifatnya multi dimensi dan multi fungsi. Nagari mempunyai aspek formal dan informal. Secara formal dia adalah bahagian yang integral dari pemerintahan nasional. Secara informal dia adalah unit kesatuan adat dan budaya Minangkabau.
Wilayah Nagari adalah suatu aset dalam pemerintahan Nagari. Pemerintahan Nagari harus fokus menyiasati babaliak ka Nagari sebagai suatu sistim berpemerintahan dan melaksanakan kehidupan anak Nagari dalam tatanan adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Analisis Nagari yang paling utama adalah pemerintahan. Bagaimana Nagari diatur dan dibangun.
Nagari adalah plural, bukan single, perbedaan sistem Nagari tersebut membuat setiap Nagari mempunyai dinamika tersendiri. Dari sisi adatnya, adaik salingka nagari.
KONSEP PEMERINTAHAN HARUS MAMPU MENAUNGI MASYARAKAT.
Pemerintahan Nagari dibingkai undang-undang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Implementasinya di tingkat Kabupaten, ada Perda tentang Pemerintahan Nagari. Dalam pelaksanaan pemerintahan di tingkat Nagari, hubungan harus berdasarkan adat.
Maka, adat harus benar-benar dikuasai oleh semua aparat pemerintahan Nagari. Adat tidak semata sebagai kekayaan sains (ilmu pengetahuan) ke-Minangkabau-an. Adat harus dapat dilaksanakan dalam kehidupan dan hubungan bermasyarakat.
Termasuk dalam sosialisasi kebijakan pemerintahan, sesuai dengan perkembangan zaman dan pemanfaatan teknologi yang maju, seperti musyawarah dalam perwujudan demokrasi, penyediaan peluang bagi semua anak Nagari sebagai perwujudan dari hak asasi manusia.
HAKIKAT BERPEMERINTAHAN NAGARI ADALAH MEMATUHI UNDANG-UNDANG NEGARA.
Pemerintahan Nagari dapat menghidupkan jati diri kehidupan beradat di Nagari. Kebanggaan orang dalam banagari adalah lahirnya kepeloporan dalam berbagai bidang. Nagari itu dinamis, senantiasa berubah, dan wajib di antisipasi dengan musyawarah anak Nagari yang dikuatkan oleh Wali Nagari. Setiap pemekaran, berpedoman kepada pandangan adat dalam Nagari. Nilai kepemimpinan Wali Nagari adalah putra terbaik dan penghulu. Pemilihannya dengan mengindahkan kesetaraan dan keterwakilan.
Nilai kesetaraaan dan keterwakilan dari ninik mamak, alim ulama,cadiak pandai dan tokoh – tokoh adat di dalam Nagari, mesti diperhitungkan dengan cermat. Urusan Nagari adalah urusan bersama seluruh warga masyarakat Nagari. Bukan hanya urusan yang muda-muda atau urusan yang tua-tua. Bukan pula urusan ninik mamak semata.
Kerjasama antara generasi, muda dan tua, cerdik dan pandai, sangat diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi Nagari.
a. BADAN MUSYAWARAH NAGARI, DIPILIH ANAK NAGARI,
Semestinya menjadi perwujudan dari tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan. Implementasinya, terlihat dalam pemahaman adat. Nagari, akan menjadi pelopor di dalam melaksanakan adat Minangkabau yang berfalsafah Adaik basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah.
BAMUS Nagari adalah bentuk perwujudan dari prinsip demokrasi dalam berpemerintahan, semacam badan legislatif tingkat Nagari, untuk melaksanakan pemerintahan Nagari bersama-sama Wali Nagari (Kepala Nagari). Maka, yang akan duduk di dalam BAMUS Nagari, semestinya hanya beragama Islam. Karena, tidak dapat disebut Minangkabau jika tidak beragama dengan Islam. Keberadaan BAMUS menjadi bagian upaya mengembalikan unsur adat ke hakikatnya.
Mengaktualisasikan fungsi dan peran tungku tigo sajarangan, melalui keteladanan, terutama dalam pelaksananan agama dan adat. Satu bentuk otonomi penuh pada Nagari untuk mengatur rumah tangga Nagari dengan berpedoman pada peraturan yang ada.
Wali Nagari bersama tokoh masyarakat dalam BAMUS akan menyusun program-program pembangunan Nagari
b. KEBERADAAN KERAPATAN ADAT NAGARI MENDUDUKI POSOSI YANG JELAS.
KAN di tingkat Nagari adalah badan otonom yang ditetapkan oleh anak Nagari, terikat kaum dalam Nagari, dan memegang asal usul serta kewenangan ulayat Nagari. Keanggotaan KAN seluruhnya terdiri dari penghulu di Nagari, bagian dari tungku tigo sajarangan, dimuliakan oleh anak Nagari, disebut nan gadang basa batuah.
Pertanyaannya, apakah semua anggota KAN terikat dengan LKAAM (satu organisasi masyarakat yang berjenjang dari tingkat provinsi)?
Apakah KAN menjadi bagian dari BAMUS Nagari atau berdiri sendiri ?. Jalan terbaik adalah menjadikan KAN sebagai bagian dari BAMUS Nagari. Sewajarnya, tampak nyata hubungan antara adat dan pemerintahan di tingkat Nagari. Saling topang menopang dan serasi. Melalui BAMUS Nagari, diharapkan dapat menggerakkan kembali peran dan fungsi ninik mamak, yang selama ini tidak optimal berperan membangun Nagari, yang disebabkan :
– Kurangnya figure penghulu dan pemangku adat yang sudah banyak merantau.
– Kurangnya pengkaderan ninik mamak untuk memimpin Nagari.
Semestinya, BAMUS Nagari menjadi upaya mambangkik batang tarandam di tengah pesatnya kemajuan bidang teknologi. Masalah asal usul dari keanggotaan BAMUS di Nagari, adalah hal yang perlu dipertimbangkan. Termasuk menginventarisir asset, dan permasalahan Nagari dengan data base Nagari.
Kalau bisa dipertajam, inilah prinsip demokrasi yang murni dan otoritas masyarakat yang sangat independen.
Langkah Penting adalah,
1. Menguasai informasi substansial
2. Mendukung pemerintahan yang menerapkan low-enforcment
3. Memperkuat kesatuan dan Persatuan di nagari-nagari
4. Muaranya adalah ketahanan masyarakat dan ketahanan diri.
Dimulai dengan apa yang ada. Yang ada ialah kekayaan alam dan potensi yang terpendam dalam unsur manusia. Selangkah demi selangkah. Karena itu masyarakat Minangkabau yang beradat dan beragama selalu dalam hidupnya diingatkan untuk mengenang hidup sebelum mati dan hidup sesudah hidup ini (dibalik mati) itu. Sesuai dengan peringatan Ilahi.
“bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS.13, Ar Ra’du : 11).
Tugas kembali kenagari, sesungguhnya adalah, menggali kembali potensi dan asset nagari, dengan memanggil potensi yang ada dalam unsur manusia di nagari.
Kemudian observasinya dipertajam, daya pikirnya ditingkatkan, daya geraknya didinamiskan , daya ciptanya diperhalus, daya kemauannya dibangkitkan, dengan menumbuhkan atau mengembalikan kepercayaan kepada diri sendiri.
Handak kayo badikik-dikik, Handak tuah batabua urai, Handak mulia tapek-i janji, Handak luruih rantangkan tali, Handak buliah kuat mancari, Handak namo tinggakan jaso, Handak pandai rajin balaja. Dek sakato mangkonyo ado, Dek sakutu mangkonyo maju, Dek ameh mangkonyo kameh, Dek padi mangkonyo manjadi.
DIPERLUKAN KERJA KERAS,
1. Meningkatkan Mutu SDM anak nagari,
2. Memperkuat Potensi yang sudah ada melalui program utama,
a. menumbuhkan SDM Negari yang sehat dengan gizi cukup,
b. meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (terutama terapan),
c. mengokohkan pemahaman agama, sehingga anak negari menjadi sehat rohani,
d. menjaga terlaksananya dengan baik norma-norma adat, sehingga anak nagari menjadi masyarakat beradat yang beragama (Islam).
3. Menggali potensi SDA yang ada di nagari, yang diselaraskan dengan perkembangan global yang tengah berlaku,
4. Memperkuat ketahanan ekonomi rakyat.
5. Memperindah nagari dengan menumbuhkan percontohan-percontohan di nagari, yang tidak hanya bercirikan ekonomi tetapi indikator lebih utama kepada moral adat “nan kuriak kundi, nan sirah sago, nan baik budi nan indah baso”
6. Mengefisienkan organisasi pemerintahan nagari dengan reposisi (dudukkan kembali komponen masyarakat pada posisinya sebagai subyek di nagari) dan refungsionisasi (pemeranan fungsi-fungsi elemen masyarakat).
7. Memperkuat SDM bertujuan membentuk masyarakat beradat dan beragama sebagai suatu identitas yang tidak dapat ditolak dalam kembali kenagari.
Membangun kesejahteraan bertitik tolak pada pembinaan unsur manusianya.
Dari menolong diri sendiri, kepada tolong-menolong, sebagai puncak budaya adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Dalam rangka pembagian pekerjaan, ber-ta’awun sesuai dengan anjuran Islam, “Bantu membantu, ta’awun, mutual help dalam rangka pembagian pekerjaan (division of labour) menurut keahlian masing-masing ini, akan mempercepat proses produksi, dan mempertinggi mutu, yang dihasilkan. Itulah taraf ihsan yang hendak di capai.
Satu konsepsi tata cara hidup, sistem sosial dalam “iklim adat basandi syara’ syara’ basandi Kitabullah”, dalam rangka pembinan negara dan bangsa kita keseluruhannya. Yakni untuk melaksanakan Firman Ilahi;
“Berbuat baiklah kamu (kepada sesama makhluk) sebagaimana Allah berbuat baik terhadapmu sendiri (yakni berbuat baik tanpa harapkan balasan). (QS.28, Al Qashash : 77)

Kekuatan moral yang dimiliki, ialah menanamkan “nawaitu” dalam diri anak nagari, “Latiak-latiak tabang ka Pinang, Hinggok di Pinang duo-duo, Satitiak aie dalam piriang, Sinan bamain ikan rayo.”
Teranglah sudah, bagi setiap orang yang secara serius ingin berjuang di bidang pembangunan masyarakat nagari pasti akan menemui disini iklim yang subur, bila pandai menggunakannya dengan tepat. Mengabaikan adat dan syarak ini, adalah satu kerugian, karena berarti mengabaikan satu partner “yang amat berguna” dalam pembangunan masyarakat nagari dan Negara.


Pengamatan dalam Pengamalan Nilai-Nilai Adat Basandi Syarak
Pauh IX, di Kota Padang, Propinsi Sumatera Barat. Nagari Pauh IX penduduknya berasal dari pendatang dari daerah Saniang Baka dan Muaro Paneh. Di Nagari Pauh IX terdapat beberapa suku yaitu Koto, Sikumbang, Melayu, Tanjung, Jambak, Caniago, dan Guci. Kelengkapan NMPA Minangkabau yang ada disini adalah: penghulu, nan tuo, pandito adat (malin) dan rang basako (dubalang).
Sistem pewarisan pemangku adat terjadi bila seorang penghulu meninggal dunia. Hal ini sesuai dengan mamangan yang berbunyi: “Sileh baju tanah tasirah di kuburan”. Pemikiran pengganti penghulu yang meninggal melalui sistem pewarisan yang disebut, gadang balega cayo batimbang, kalupuak pakai memakai malatakkan parmato di kapuaknyo”. Ada juga dengan cara “Iduik bakarilaan mati batungkek budi”. Maksudnya jika usia tidak mengizinkan lagi maka dapat ditunjuk penggantinya melalui musyawarah kaum atau suku.

Kanagarian Pariangan, di Kecamatan Pariangan, Kebupaten Tanah Datar, Propinsi Sumatera Barat. Nagari Pariangan mempunyai ninik mamak nan salapan dan suku nan salapan, adalah:
1) Datuk Sinaro, suku Piliang,
2) Datu Basar, suku Koto,
3) Datuk Tinaro, suku Dalimo Panjang,
5) Datu Kayo, suku Pisang,
6) Datuk Suri Dirajo, suku Dalimo Singkek,
7) Datuk Marajo Japang, suku Piliang Laweh,
8) Datuk Tan Bijo, suku Sikumbang.
Di samping ninik mamak nan salapan sebagai pimpinan adat, ada Tuangku nan barampek sebagai pimpinan syarak, yaitu ; 1) Tuangku Piliang jo Malayu, Panjang jo Piliang, Laweh, dan 4) Tuanku Dalimo Singkek jo Sikumbang. Sedangkan pimpinan tertinggi menurut adat dan syarak di kenagarian Pariangan adalah: “Bandaro Kayo” sebagai tampuak tangkai alam Minangkabau.
Nilai-Nilai Ketuhanan. Pemahaman nilai-nilai ketuhanan masyarakat Nagari Pauh IX Padang masih tampak dalam penggunaan Masjid. Sebagian besar masyarakat Nagari Pauh IX beragama Islam. Masjid digunakan oleh masyarakat Nagari Pauh IX Padang untuk pelaksanaan ibadah sholat setiap waktu (Shubuh, Zuhur, Ashar, Magrib, dan Isya). Jumlah mereka yang menggunakannya tidaklah banyak. Masjid di Nagari Pauh IX selain digunakan untuk ibadah sholat juga digunakan untuk pendidikan Islaminya masyarakat sekitarnya. Selain itu, di masjid juga digunakan untuk pelaksanaan MTQ dan Khatam Quran, dan untuk pelaksanaan ijab Qabul (nikah).
Disamping masjid juga ada banyak mushalla, yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat untuk pelaksanaan ibadah sholat lima waktu (wajib), sholat Tarwih saat bulan puasa. Hampir di setiap nagari di Pauh IX memiliki surau. Bahkan setiap komplek memilikinya. Bila dibandingkan jumlahnya, mushalla lebih banyak daripada masjid. Selain tempat ibadah sholat, mushalla juga digunakan untuk pelaksanaan pendidikan Islami.
Saat-saat situasi azan beberapa anggota masyarakat usia lanjut pergi ke masjid dan surau untuk melaksanakan ibadah sholat. Namun, jumlah jamaah yang paling banyak adalah saat sholat Magrib dan Isya.
Pengamalan keagamaan dalam ABSSBK di Kenagarian Pariangan Tanah Datar, masih jauh dari harapan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang melaksanakan shalat berjama’ah di masjid. Pada umumnya yang melaksanakan shalat berjama’ah adalah kaum ibu yang sudah tua-tua. Sementara para remaja lebih senang nongkrong di kedai-kedai sekitar masjid saat azan berkumandang, sedang kaum bapak sibuk dengan pekerjaannya. Begitu juga mushalla-mushalla yang ada di Kanagarian Pariangan kurang dimanfaatkan untuk pembinaan pendidikan anak, bahkan ada mushalla yang tidak dimanfaatkan sama sekali. Akan tetapi dalam pembayaran zakat dan zakat fitrah masyarakat melaksanakan dengan sepenuhnya.
Nilai-Nilai Kemanusiaan. Pemahaman masyarakat Nagari Pauh IX terhadap nilai-nilai kemanusiaan terlihat pada hari baik dan hari buruk. Filosofi adat yang berbunyi “kaba bayiak bahimbauan, kaba buruak bahambauan” masih terlihat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saat acara kematian, mereka selalu melakukan “tagak payuang” sebagai lambang duka. Masyarakat sekitarnya ikut mendatangi rumah yang ditimpa musibah (manjanguak). Hari berikutnya, masyarakat juga masih mendatangi rumah yang berduka untuk menyumbangkan “kaji” (mangaji di rumah yang kemalangan, yaitu membacakan yasin secara bersama-sama) sebagai rasa ikut membantu si almarhum melapangkan dari azab kubur. Dalam pesta kebaikan seperti baralek, di masyarakat Pauh IX Padang ditemukan nilai-nilai kemanusiaan seperti tetangga terdekat ikut membantu mamasak di rumah si Alek tanpa diperintahkan terlebih dahulu.
Pengamalan nilai-nilai ukhuwah Islamiyah masih dijumpai pengamalannya dalam masyarakat di Kanagarian Pariangan, namun tidak seerat pada masa lalu. Dahulu aspek kehidupan yang membutuhkan orang banyak selalu dikerjakan secara gotong royong, seperti dalam mengolah sawah, pembuatan rumah, perhelatan/upacara perkawinan, pembuatan masjid/mushalla. Sekarang lebih banyak dikerjakan secara sendiri-sendiri. Yang masih konsisten sampai sekarang dilaksanakan secara bersama adalah perhelatan/upacara perkawinan, sedangkan yang lainnya sudah dilaksanakan secara sendiri-sendiri. Bahkan pembuatan masjid/mushalla tidak lagi dilaksanakan secara gotong royong.
Nilai Ukhuwah Islamiyah/Kesatuan dan Persatuan. Nilai-nilai ukhuwah Islamiyah/Kesatuan dan Persatuan juga dapat dijumpai dalam masyarakat Pauh IX, seperti dalam alek buruak dan alek bayiak. Dalam alek buruak seperti, kedatangan mereka tanpa diundang terlebih dahulu. Dalam masyarakat Nagari Pauh IX juga ditemui nilai-nilai ukhuwah Islamiah/Kesatuan dan Persatuan seperti untuk membangun rumah. Di daerah ini juga ditemui sebuah kaum yang sangat menjunjung tinggi nilai kesatuan dan persatuan. Di dalam kaum, pekerjaan baik dan pekerjaan buruk selalu dikerjakan secara bersama.
Pengamalan nilai-nilai kemanusiaan di Kenagarian Pariangan masih diamalkan oleh masyarakat. Salah satu indikator pengamalan masyarakat adalah “kaba baiak baimbauan, kaba buruak baambauan”. Setiap terjadi kematian salah seorang anggota masyarakat, maka diumumkan dari masjid tentang peristiwa tersebut, maka masyarakat berduyun datang ke rumah duka untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan jenazah. Begitu juga malam-malam berikutnya, orang berkumpul di rumah duka untuk melaksanakan tadarusan.
Nilai Musyawarah dan Demokrasi. Nilai musyawarah yang dijumpai dalam masyarakat Pauh IX seperti terlihat dalam pemberian gelar adat untuk marapulai dan atau datuak, musyawarah dalam mencari hari baik bulan baik untuk pesta perkawinan. Nilai-nilai musyawarah dan demokrasi tersebut terlihat saat ninik mamak dengan ninik mamak berunding tentang apa gelar yang akan diturunkan kepada kemenakan (marapulai). Keputusan diambil ninik mamak berdasarkan filosofi “bulek ayia ka pambuluah, bulek kato ka mufakat”, “karajo bayiak elok dipacapek nak jan tumbuah di nan buruak”.
Pengamalan nilai-nilai musyawarah/demokrasi yang membudaya di Kanagarian Pariangan disebut dengan “baiyo batido”, salah satu bentuk sistem musyawarah di Nagari, dalam berbagai aspek kehidupan seperti, mendirikan rumah baru, mencari jodoh anak perempuan, melakukan perhelatan perkawinan dan sebagainya.
Nilai Raso Pareso/Akhlak/Budi Pekerti. Nilai-nilai yang berhubungan dengan raso pareso/akhlak/budi pekerti yang dijumpai dalam masyarakat Nagari Pauh IX Padang adalah semakin hilangnya identitas keminangkabauan, terutama rasa malu di dalam diri, seperti berpakaian ketat, memperlihatkan aurat (anak gadis pergi sekolah atau ke pasar mengenakan pakaian ketat dan celana pendek), main bola dan main domino dengan anak kemenakan. Hal ini seperti terlihat di sebuah kedai di Pauh IX, kemenakan dan mamaknya satu meja domino. Bahkan sama-sama mencari nomor buntut di kedai tersebut.
Nilai-nilai akhlak/budi pekerti dalam masyarakat Kanagarian Pariangan nampaknya semakin kurang seperti juga masyarakat lain, masyarakat Kanagarian Pariangan mengalami krisis identitas terutama di kalangan anak muda. Para remaja dalam berpakaian tidak lagi mengikuti norma-norma agama dan adat, begitu juga dalam pergaulan, para remaja putri banyak yang berpakaian tidak menutup aurat. Remaja putra dan putri sering keluar malam berdua-duan tanpa didampingi oleh muhrimnya.
Gotong Royong/Sosial Kemasyarakatan. Nilai-nilai gotong royong masih dijumpai dalam masyarakat Nagari pauh IX, terutama dalam pembangunan masjid, mushalla dan perbaikan/pemeliharaan jalan. Mereka melakukannya dengan hati ikhlas, bahkan kaum ibunya ikut menyumbangkan nasi bungkus untuk pelaksanaan gotong royong tersebut.
Nilai-nilai sosil kemasyarakat yang diamalkan oleh masyarakat Pariangan dapat dilihat dari aplikasi “syarak mangato adat mamakai”. Ini terbukti bahwa antara Ninik Mamak Pemangku Adat, selalu bekerja sama dengan ulama dalam membangun dan membina masyarakat. Tradisi-tradisi yang berlaku disana sulit untuk dibedakan apakah tradisi tersebut adat atau agama, karena tradisi tersebut disokong oleh Ninik Mamak dan ulama.


      Penyamaan Persepsi Tentang ABSSBK
      Terjadinya konflik antara kaum Wahabi dengan niniak mamak yang juga telah menganut agama Islam disebabkan karena kaum Wahabi ingin memaksakan berlakunya syariat Islam sepenuhnya dengan  mengaharamkan hukum adat Minangkabau yang telah ada selama ini dan memerangi mereka yang mempertahankannya. Niniak mamak memandang bahwa bila hukum Islam diterapkan seluruhnya, Minangkabau akan kehilangan minangnya, karena ciri khas Minangkabau seperti hukum keluarga dengan sistem matrilineal, hukum harta kekayaan, pewarisan kolektif harta pusaka, tanah ulayat, nagari dengan suku ibu, hukum perkawinan, hukum perjanjian, pemerintahan nagari, dsb. harus diganti dengan sistem patrlineal dengan segala akibat hukumnya. Suku harus diganti dengan suku ayah, nagari yang tersusun atas empat suku ibu harus dibubarkan, pangulu dan ninieak mamak sebagai pimpinan suku ibu harus diberhentikan, Kerapatan Adat Nagari yang merupakan kerapatan dari wakil-wakil suku ibu harus dibubarkan, harta bersama harus dibagi secara al faraidh, dsb. Masyarakat Minang akan kocar-kacir, dan  akan terjadi pertumpahan darah yang dahsyat. Mudaharatnya lebih besar dari manfaatnya.
      Berdasarkan makna sandi yang digunakan dalam pepatah ini seperti diuraikan di muka, maka pepatah ini harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Adat diperkokoh oleh syarak, syarak diperkokoh oleh kitabullah. Hal ini sesuai dengan sejarah, bahwa di Minangkabau hukum adat lebih dahulu adanya dari hukum Islam. Demikian pula dengan syariat Islam, karena ‘urf atau adat Saudi Arabia yang kemudian menjadi sebagian hukum Islam itu telah ada sebelum turunnya kitabullah.
      Adat jo syarak sanda manyanda bak tabiang jo aua, tabiang indak runtuah aua indak taban. Syarak mangato adat mamakai. Adat bapaneh syarak balindung. Antara hukum adat dengan syarak seperti anyaman tikar, helaian vertikal (syarak) jalin menjalin dengan helaian horizontal (adat). Dalam bidang tertentu dipakai adat, di bidang lain dipakai syarak. Sepanjang menyangkut dosa, pahala, halal, dan haram dipakailah syarak, selebihnya tetap dipakai hukum adat.
             Untuk menjelaskan berlakunya hukum Islam di Minangkabau dapat digunakan teori resepsi dari Snouck Hurgronje atau teori keputusan (beslissingen leer) dari Ter Haar. Menurut Snouck Hurgronje, hukum agama yang berlaku bagi pemeluk agama itu sepanjang yang telah diterima menjadi bagian dari hukum adat mereka. Jadi bagian yang belum diterima, tidak dapat diterapkan begitu saja oleh hakim. Menurut Ter Haar, hukum agama diterapkan bagi pemeluknya apabila telah diputuskan oleh fungsionaris hukum masyarakat yang bersangkutan.
      Menurut J.Prins, yang membedakan antara agama Kristen dengan agama Islam ialah bahwa  agama Kristen tidak mengembangkan ilmu pengetahuan undang-undang, agama kristen bukanlah undang-undang. Sebaliknya agama Islam mempunyai ajaran fikhnya yang mengatakan memberikan peraturan Tuhan Allah untuk segala bidang kehidupan, dalam segala keadaan dan berlaku untuk segala zaman. Tentu sudah anda ketahui, bahwa betapa besarpun keinginan tersebut, di bagian-bagian Indonesia yang bergama Islam dan negeri muslim lainnya hanya terdapat beberapa aturan atau pasal saja dari fikh itu yang berlaku bagi kehidupan hukum penganut agama Islam. Untuk selanjutnya hukum fikh itu dianggap sebagai hukum idaman.
Kekeliruan pemahaman selama ini adalah karena diterjemahkannya istilah sandi ke dalam bahasa Indonesia menjadi sendi, sehingga berarti dasar, alas atau asas. Akibatnya, hukum Islam dipandang sebagai hukum yang tinggi (lex superior) sedangkan hukum adat sebagai hukum yang rendah (lex inferiori). Akibatnya berlaku asas dalam hukum yang berbunyi : lex superior derogaat lex inferiori, hukum yang tinggi menghacurkan hukum yang rendah. Pemahaman inilah yang dimaksudkan oleh penganut kaum Wahabi, yang ingin mengganti semua hukum di ranah Minang ini dengan syariat Islam yang katanya, sejati.
Kalaulah, makna pepatah ini seperti yang dimaksudkan kaum Wahabi, tentu niniak mamak tidak akan mau menyetujuinya. Kalau memang mereka setuju, tentu kini suku Koto telah berganti dengan suku Quraisy, setidaknya jadi orang yang tak bersuku. Tapi nyatanya, sistem kekerabatan, pemerintahan, kewarisan, dsb di Minangkabau tetap seperti sedia kala, malah dewasa ini kita telah kembali lagi ke dalam sistem pemerintahan nagari.
      Dari uraian ini, mungkin di antara pembaca yang budiman, akan mencap penulis sebagai anti syariat Islam. Di satu sisi mungkin ada benarnya, jika yang mereka artikan dengan syariat Islam adalah apa yang dimaksudkan oleh pengikut Wahabi. Tetapi mereka yang memandang syariat Islam seperti yang dimaksudkan oleh Drs. H. Asymuni A. Rahman, ‘urf atau adat kebiasaan yang membawa kemaslahatan masyarakat diakui di dalam hukum Islam,  hukum adat adalah hukum, akan mengatakan bahwa penulis bukanlah demikian


Kesimpulan dan Rekomendasi
Pemerintah Sumatera Barat hendaknya menyediakan dana untuk peningkatan pemahaman terhadap nilai-nilai adat basandi syarak dengan perencaanan yang tepat dengan hasil yang berlipat.
Pemerintah Sumatera Barat hendaklah menempatkan nilai-nilai adat dan syarak sebagai paradigma kultural landasan pembangunan di Sumatera Barat.
ABS-SBK hendaklah diimplementasikan dalam seluruh sendi kehidupan masyarakat Sumatera Barat. Untuk itu ABS-SBK perlu ditingkatkan pengkajiannya dengan menggunakan berbagai pendekatan seperti pendekatan empiris, normatif, historis dan integralistik.





DAFTAR BACAAN
Azyumardi Azra. 1999. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logis.
Donal Ary, dkk. 1984. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, terjemahan Arief Farchan. Sutabaya. Usaaha Nasioanal.
Haroen,dkk. 2001. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Penerbit
I.H.Dt. Rajo Panghulu. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: CV. Remaja Karya.
M. Nasroen. 1971.Dasar Filsafat Adat Minangkabau. Jakarta: Bulan Bitang, 1971
M.R.M. Dt. Radjo Panghoeloe. 1969. Minangkabau: Sejarah Ringkas. Padang: t.p.
Muchtar Naim. 1984. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta: UGM Press.
Mas’oed Abidin, H. Islam Dalam Pelukan Muhtadin MENTAWAI, DDII Pusat, Percetakan ABADI, Jakarta – 1997.
———————– , Dakwah Awal Abad, Pustaka Mimbar Minang, Padang – 2000.
———————– , Problematika Dakwah Hari Ini dan Esok, Pustaka Mimbar Minang, Padang – 2001.
———————– , Suluah Bendang di Minangkabau, Pustaka Mimbar Minang, Padang.2002
‏ ———————– , Pernik Pernik Ramadhan, Pustaka Mimbar Minang, Padang 2003
———————– , Surau Kito, PPIM Sumbar, Padang – 2004.
———————– , Silabus Surau, PPIM Sumbar, Padang – 2004.
———————– , Adat jo Syarak di Minangkabau, PPIM Sumbar, Padang – 2004.
———————– , Implementasi ABS-SBK, PPIM Sumbar, Padang – 2004.
Pemerintah Propinsi Sumatera Barat. 2001. Program Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Barat Tahun 2001-2005. t.p.
Ramayulis. 2003. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Salmadanis, dkk,. 2003. Adat Basandi Syarak: Nilai dan Aplikasinya Menuju Kembali ke Nagari dan Surau. Jakarta: Kartina Insan Lestari.
Note :
Kesudahan adat, artinya keputusan adat itu berakhir pada musyawarah ninik mamak di valairung adat, sedangkan keputusan dari syarak atau agama baru akan dirasa akibatnya di akhirat nanti. Karena itu, adat yang mempedomani syarak niscaya akan terhindar dari perbuatan nista.
adat nan indak lakang dek paneh, indak lapuak dek hujan, diasak indak layua, dibubuik indak mati, atau adat yang tidak lekang oleh panas, tidak lapuk karena hujan, di pindahkan tidak layur, dicabut tidak akan mati, artinya adat tersebut hidup terus sesuai dengan keperluan manusia, dan adat itu dapat dilaksanakan oleh orang Minangkabau walaupun di tanah perantauannya sendiri.
Adat berbuhul mati, adalah adat sebenar adat yang datangnya dari Allah Khaliqul Alam, sesuai dengan fiotrah manusia.
Maknanya, yang ditetapkan oleh syari’at agama Islam, semestinya dipakaikan oleh adat di ranah Minangkabau
Alam terkembang jadi guru telah menjadi filosofi adat di Minangkabau sejak pertama. Dari melihat alam sesungguhnya kita dapat mengenal kekuasaan Allah Khaliqul Alam ini.
Berjenjang naik bertangga turun, ada aturan yang mesti dilalui. Naik dimulai dari jenjang yang di bawah, terjaga keteraturan, dan turun dari tangga yang di atas, artinya ada kaedah yang mesti dijaga baik. Secara hokum alam titik dari langit, yakni aturan syarak itu dating dari wahyu, dan aturan adat tabusek dari bumi, menjadi perilaku masyarakat mulai dari lapisan paling bawah
Tumbuah bak padi digaro, tumbuah bak bijo disiang. Elok dipakai, buruak dibuang. Elok dipakai jo mufakat, buruak dibuang jo rundiangan Tumbuh bagaikan padi yang di pelihara di sawah, tumbuh bagaikan bijo (tampang) yang di jaga dan dipupuk disiangi. Maka adat itu akan berkembang dengan baik. Dalam perkembangan zaman maka adat itu berperinsip kepada mana yang elok dapat di pakai, mana yang buruk dapat dibuang. Akan tetapi menetapkan elok itu mesti dengan mufakat, mengahadirkan kebiasaan istiadat dan bimbingan agama Islam juga. Mana yang tudak baik, dapat dibuang melalui perundingan.
QS.4, An Nisak : 97.
Ucapan Khalifah Umar bin Khattab, yang ditujukan kepada seorang pemuda yang hanya berdoa tanpa berusaha.
Atsar dari Shahabat.
ibid. QS.16 : 17 dan QS.14,Ibrahim : 33.
Memang di surau tidak ada yang dapat di cari benda-benda (materi), kecuali hanya bekal ilmu, hikmah dan kepandaian-kepandaian untuk mengharungi hidup di dunia ini, dan dalam mempersiapkan hidup di akhirat. Sebagai terungkap di dalam Peribahasa Minangkabau, “bak batandang ka surau”, karena memang surau tak berdapur (Anas Nafis, 1996:464 -Surau-2).
Dt.Rajo Pengulu, Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau, 1994 : 62.
Penghulu pada setiap suku, yang sering juga disebut ninik mamak nan gadang basa batuah, atau nan di amba gadang, nan di junjung tinggi, sebagai suatu legitimasi masyarakat nan di lewakan.
Bisa juga disebut dengan panggilan urang siak, tuanku, bilal, katib nagari atau imam suku, dll dalam peran dan fungsinya sebagai urang surau pemimpin agama Islam. Gelaran ini lebih menekankan kepada pemeranan fungsi ditengah denyut nadi kehidupan masyarakat (anak nagari).
Bisa saja terdiri dari anak nagari yang menjabat jabatan pemerintahan, para ilmuan, perguruan tinggi, hartawan, dermawan.
Para remaja, angkatan muda, yang dijuluki dengan nan capek kaki ringan tangan, nan ka disuruah di sarayo.
Kalangan ibu-ibu, yang sesungguhnya ditangan mereka terletak garis keturunan dalam sistim matrilinineal dan masih berlaku hingga saat ini.
Bukti kecintaan kenagari ini banyak terbaca dalam ungkapan-ungkapan pepatah hujan ameh dirantau urang hujang batu dinagari awak, tatungkuik samo makan tanah tatilantang samo mahiruik ambun.


Disadur dari Tulisan 
Buya, H. Mas’oed Abidin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar